Liar 1 Jakarta, 21 April 2013 Gadis cantik itu tertidur diatas - TopicsExpress



          

Liar 1 Jakarta, 21 April 2013 Gadis cantik itu tertidur diatas ranjang besar itu, tak sendiri ada seorang gadis lain yang tertidur disebelahnya, keduanya menutup tubuh mereka dengan selimut tebal sebatas leher, tak seperti gadis di sebelahnya yang tertidur nyenyak, dia berkeringat deras meski kamar itu terasa dingin oleh pendingin ruangan dari atas pintu masuk kamarnya yang tidak terlalu besar. Dia resah, terus bergerak tak nyaman dalam tidurnya, sebuah mimpi. Bukan kalau itu hanya sebuah mimpi, sebuah kenangan ? atau mungkin sebuah firasat yang tengah dirasakannya, seluruh tubuhnya gelisah. Matanya terpejam, tangannya meremas kuat selimut itu, sesekali wajahnya memaling tak nyaman. Matanya memejam memang, tapi dia melihat sesuatu di bola matanya itu. Terasa nyata lebih dari sekedar mimpi, tubuhnya merasakan bagaimana api itu mengelilinginya, rasa panas itu, ketakutan yang dirasakannya. Bukan yang pertama dia merasakannya, entah ini sebuah firasat akan sesuatu yang terjadi kemudian. Atau hanya sebuah kenangan yang pernah dialaminya dulu. Tangannya mengangkat tak sadar, dia menutup kepalanya gelisah seolah berusaha melindungi dirinya dari sesuatu, bara api yang menyala di sekelilingnya. Kayu-kayu yang terbakar dari langit-langit yang terjatuh di sekelilingnya. Sebuah lengan tak jauh disisinya terkulai lemah, dia tak tahu lengan siapa itu, namun sakit di bahunya adalah sesuatu yang dirasakan selain darah yang mengalir dari lengannya. Dia terluka dalam mimpinya itu. Namun ketakutannya mengalahkan rasa sakit itu, dia berusaha berdiri untuk menggapai lengan itu. Dia tak tahu siapa pemilik lengan itu, tapi hatinya berusaha menggapai lengan itu, sisi hatinya berkata untuk meraih lengan itu sebelum terlambat, sebelum dirinya harus kehilangan pemilik lengan itu. Dia berusaha berdiri menahan rasa sakit di lengannya, berusaha berdiri dengan mendorong tubuhnya berdiri, namun dia terjatuh lagi, bukan hanya lengannya yang terluka namun ada sesuatu yang salah dengan kaki kirinya, dia melirik sambil menahan sakit di kakinya yang kian terasa, bukan sekedar luka tapi ada yang salah dengan kakinya. Dia ingin menjerit kesakitan namun ada sesuatu yang lebih mengkhawatirkan hatinya. Sambil menyeret tubuhnya dia berusaha menggapai lengan itu, berusaha melewati beberapa bagian rumah yang terbakar itu, tak terlalu jauh lengan itu terkulai lemah. Namun menggapai lengan itu tetap tak mudah, ia menjerit berusaha mendorong tubuhnya bergerak lebih cepat, meski rasa takut mengelayutinya menerobos arang-arang kecil masih dengan api yang tersisa. Sedikit lagi, dia menyeret tubuhnya berusaha menggapai lengan itu, namun sebuah lengan lain dan orang-orang dengan pakaian merah menggapai tubuhnya, beberapa orang lain ikut berlari membawa pipa panjang yang terus menyemprotkan air. “ Tolong pak, tolong yang disana !! “ gadis itu berteriak, menunjuk kearah lengan yang terkulai lemah. Namun entah kenapa seolah tak mendengar apa yang diteriakannya, pemadam kebakaran itu berjalan keluar. Menggendongnya keluar menerobos kepulan asap itu, melewati percikan api-api yang sesekali menjilat rambut panjang gadis itu, atau melukai lengannya. Dia menangis, hanya terdiam dalam air matanya yang meleleh hanya menatap lengan yang mulai menghilang dari pandangannya, dia hanya meneteskan air mata saat orang yang menggendongnya memindahkan dirinya kesebuah lengan lain yang memeluknya erat. Dia menangis seperti saat ini, menangis sendiri, terbangun dari mimpinya dengan wajah berlinang air mata. Dia menyenderkan tubuhnya di dipan ranjang itu, menangis tertahan tak ingin membangunkan gadis lain yang tertidur disebelahnya. Menghela nafas panjang sambil berusaha menghentikan tangisannya itu. Entah kenapa sebuah nama terlintas dalam pikirannya, seseorang yang selalu membuatnya tersenyum di hari-hari terberatnya. Dia melangkah dingin diatas lantai keramik menuju meja yang tak jauh dari tempat tidurnya, membuka layar laptopnya sebelum menyalakan laptop itu, entah mengapa dia merindukan orang itu. entah kata rindu itu adalah untuk pria itu, atau hanya dirinya merindukan senyuman itu, senyuman yang hanya tergurat sejenak tiap kali dia berbicara dengan orang itu meski terbatas hanya melalui layar monitornya. Baru dia menyalakan laptop itu, sebuah email masuk. Dia tersenyum saat membaca email yang berisi sebuah tautan menuju sebuah website. Dia menekan mousenya membaca sebuah berita yang muncul, sebuah berita olahraga dengan sebuah foto berisi dua orang laki-laki mengangkat sebuah kaus. Dia tak tahu siapa laki-laki paruh baya berdiri dengan jas hitam yang terlihat mewah, namun matanya tak melihat kesana, dia menatap sosok lain, seorang laki-laki hampir seusianya yang berdiri santai dengan kaus putih dan celana jeans sambil mengenggam sebuah kaus dengan namanya “ Rolland “ dan nomor punggung “ 16 “ berwarna putih. Sambil membaca berita itu dengan seksama, gadis itu menepuk tangannya sesekali sambil tersenyum begitu lebar, tangannya menekan keyboard laptopnya saat sebuah layar lain muncul berisi pesan dari orang yang dirindukannya itu. Rolland F. : Miss Phu Rolland F. : Buzz !! Miss Phu : Hiiiiiiiiiiii Miss Phu : Congratz Rolland F. : Thanks Rolland F. : Ga percaya kalau semuanya bisa secepat ini Rolland F. : Makasih doanya Miss Phu : Sama-sama, terus kenapa statusnya bingung gitu ? Miss Phu : Masih masalah yang sama kayak kemarin. Rolland F. : Hmmm, ga mau cerita Miss Phu : Koq gitu ? Rolland F. : Sekarang tengah malam kan disana ? Rolland F. : Kenapa kamu ga tidur ? masih mimpi yang sama lagi ? Miss Phu : uuu, yupz T.T Rolland F. : Yawda denger aku cerita aja ya ? hahahaa Miss Phu : Boleh Rolland F. : Ga jadi dech, tiap hari selalu aku yang cerita Miss Phu : ZzzzzzZ Rolland F. : Rolland F. : youtube/watch?v=ghjsnd.xxxx Gadis itu menekan tautan yang diberikan oleh Rolland, dia tersenyum saat melihat isi video yang berisi video cover ‘Look Throught My Eyes’ Phil Collins yang dinyanyikannya setahun yang lalu, wajahnya merona merah mengingat sebuah komentar yang masuk dari Rolland, tanpa foto, tanpa kata-kata yang terlalu memuji namun terdengar tulus. “ You sound great “ komentarnya Eleanore membalasnya dengan sebuah tanda senyum, sama seperti setiap komentar lain yang masuk. Namun tampaknya itu tak membuat puas Rolland, sebuah pesan pribadi masuk ke account youtubenya. Pesan dari Rolland yang pertama-tama terkesan begitu mengganggunya, namun tetap ramah dan selalu bisa membuatnya tersenyum. Dan sejak itu entah mengapa keduanya menjadi lebih sering untuk berbincang lewat internet seperti ini, dia tahu semuanya tentang Rolland, seseorang berdarah Indonesia yang tinggal di Turin Italia. Seorang pemain sepakbola professional di klub Juventus, musim lalu dia meraih sepatu emas sebagai pemain yang mencetak gol paling banyak di liga Italia, dan di berita yang tadi dikirimkannya untuk Eleanore adalah berita kepindahannya ke Real Madrid, tak mudah untuknya memutuskan pindah ke klub itu, klub terbesar dengan sejuta tekanan dan sejuta tuntutan. Apalagi setelah Real Madrid gagal membeli Gareth Bale, dia adalah pilihan kedua dari Madrid untuk menyaingi pamor Barcelona yang baru saja membeli pemain hebat lain bernama Neymar. Rolland tahu, dirinya tak sehebat Neymar. Tapi tuntutan itu akan selalu datang padanya, tuntutan dari klub barunya ataupun dari fans-fansnya di Indonesia. Berapa banyak surat yang masuk untuknya dari Indonesia, berkali-kali dia kedatangan orang dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia yang mengajaknya untuk melepas Passport Jermannya dan bergabung di Timnas Indonesia. Dan berkali-kali juga dia menolak halus tawaran itu, Eleanore tahu. Rolland dibalik senyuman dan bagaimana dia selalu berusaha untuk terlihat hangat namun tak meninggalkan sisi kesombongan dalam dirinya, dia tak ingin terlihat lemah di mata orang lain, sosok yang percaya diri namun sesungguhnya dirinya tidak memiliki kepercayaan diri sebesar itu. Sosok yang selalu cemas dengan dirinya, dia bahkan tak selalu nyaman dengan posisinya di Juventus dulu, dia hanya akrab dengan Andrea Pirlo dan Gianluigi Buffon, dan andai keduanya tidak bermain di lapangan yang sama dengannya dia sering kali kehilangan kepercayaan dirinya. Entah keberanian apa yang membawanya hingga membulatkan tekad untuk berpindah klub, ke sebuah negara baru, teman-teman baru bahkan dengan bahasa yang belum tentu dimengertinya. Ya karena Eleanore, dia melakukannya untuk gadis itu. Entah apa yang dirasakan oleh Rolland, tapi di hati laki-laki itu, tiap lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Eleanore meski dirinya hanya bisa mendengarnya lewat youtube, tanpa sekalipun dia tahu wujud Eleanore yang sebenarnya. Melodi yang terucap, nada penuh ketulusan yang dinyanyikan oleh gadis itu entah mengapa selalu membuatnya begitu nyaman. Takkan ada lagi bola-bola sempurna dari Pirlo, tak akan ada lagi teriakan Buffon dari depan gawang. Dia mencobanya, membakar keberaniannya untuk melangkah di tempat barunya, dengan hanya suara Eleanore yang akan menemaninya di sisi lapangan sebelum pertandingan dimulai. Mueller di depan laptopnya tersenyum sambil mencabut headset dari telinganya. “ Mueller ? “ Sapa orang-orang yang berdiri di depannya tersenyum sambil menunduk dan berebut memberi tangan mereka terlebih dahulu untuk menjabat tangan Rolland sambil tersenyum lebar. Dia duduk di kursi besi tengah malam di bandara ini menunggu orang-orang ini menjemputnya, membalas jabatan tangan mereka, sebelum tersenyum dan mengangkat telunjuknya, meminta waktu sejenak dengan bahasa Indonesianya yang terdengar aneh. “ Tunggu sebentar “ dia mengetik cepat di layar IPADnya, sebelum mengunci tablet itu dan berjalan dengan orang-orang itu yang berebut membawakan tasnya. Di tempat lain Eleanore hanya terdiam sesaat membaca pesan terakhir Rolland yang masuk, nyaris tak percaya membaca chat itu sambil tersenyum tak percaya. Dia tahu kebiasaan Rolland yang sering membohonginya dengan hal-hal seperti ini. Sekali lagi dia mengatakannya, meski Eleanore yakin. Rolland tak pernah tahu siapa dia sebenarnya. Rolland F. : Aku akan datang ke konser kamu besok Eleanore tersenyum, dia selalu berpura-pura untuk bukan menjadi dirinya di dunia maya, bukan dia tak ingin, bahkan karena lagu yang diuploadnya di youtubelah yang membuatnya seperti sekarang, namun hanya sebagai personel pengganti di sebuah girlband dengan skala nasional sepertinya, salah satu tugasnya adalah untuk tidak terlihat lebih menonjol dibanding anggota-anggota regular di Girlband Charmy Chalet tempatnya bergabung. Dan biarlah Rolland mengenalnya hanya sebagai seorang gadis yang suka bernyanyi di dunia maya dengan nama samaran Miss Phu seperti sekarang ini. Karena itu, hanya untuk Rolland dia tetap menyanyikan lagu-lagu seperti yang Rolland inginkan tanpa wajah dan hanya suara yang bisa didengar oleh pria itu dari jauh, dengan merahasiakan identitasnya dari para fans Charmy Chalet yang belum tentu suka andai ada anggota baru sepertinya yang lebih terkenal dibanding anggota senior Charmy Chalet lainnya. Managementnya sudah memperingatkannya berkali-kali dan Eleanore hanya bisa menuruti permintaan managementnya itu. Namun entah kenapa, hal itu tak mengakhiri kisah cinta antara dirinya dan Rolland yang akan tertulis kemudian. Miss Phu : Thanks doa, semoga nanti benar-benar ada konser buat aku Gadis cantik itu tersenyum, sambil mematikan laptopnya berjalan menuju tempat tidurnya. Mematikan lampu disisinya sambil memejamkan mata dan menarik selimut tebal itu sebatas lehernya, dia tahu esok akan menjadi hari yang melelahkan. Dan berharap kali ini dirinya bisa tertidur pulas, tanpa mimpi yang mengerikan itu lagi. ## Di atas meja bulat disisi kamar masih tersisa sepotong blackforest dengan cream tebal dan sebuah ceri yang tergigit separuh, segelas Riesling Kabinett merek anggur putih terkenal di Jerman dari botol yang tersisa separuh dengan bekas lipstick merah muda di ujung gelas itu, dan sebuah Koran Die Zait yang ada di sisi ranjang besar di tengah ruangan. Lampu-lampu kota Berlin yang menyala remang dari balik gorden yang tak tertutup sempurna menambah sempurna malam itu, penghargaan-penghargaan yang terpasang di sisi lain dinding apartment itu dan sebuah kotak Violin yang ditaruh sempurna dengan sebuah gantungan kunci kaca berbentuk kotak yang sangat indah. Apartment ini milik seorang pemusik yang telah menelurkan berbagai lagu instrumental klasik yang dinyanyikan di berbagai gedung opera terkenal di seluruh dunia, sebuah foto kanvas besar dimana dia tengah melakukan pertunjukan di Collumbiahalle sebuah gedung pertunjukan terkenal di Berlin adalah bukti betapa masyarakat menghargai keindahan alunan nada yang dimainkan dari Biolanya. Diatas ranjang itu dia tengah memeluk seorang gadis cantik berambut panjang, Dia membelai rambutnya begitu mesra seakan tidak ada hari esok untuk melakukannya. “Aku mohon, pertimbangkanlah hal itu sekali lagi” bisik pria itu di telinga sang gadis. Pria itu membelai rambut gadis itu kemudian berhenti di bahu putih mulus gadis tersebut dan mengecup mesra bagian tersebut. “Mmmhh…” Gadis itu jengah dan kembali dari lamunannya setelah beberapa saat. Dengan ciuman lembut dan gentle, pria itu menelusuri bahu gadis tersebut, kemudian membalikkan tubuh gadis itu sehingga mereka saling berhadap – hadapan. Tatapan menerawang dari gadis itu menyiratkan kebulatan tekadnya tentang hal itu. Pria itu menghela nafas dan membelai pipi gadis itu yang sangat halus dan dengan cepat sampai di bibir gadis tersebut. Perlahan gadis itu menutup matanya dan merasakan hangatnya bibir pria itu menempel pada bibirnya. Dalam dan bijaksana,itulah yang dirasakan oleh gadis tersebut. Setelah beberapa lama, mereka melepaskan ciuman tersebut. Sang pria dengan lembut membelai rambutnya, menatap matanya dalam, dan seperti hendak melanjutkan ciuman yang terlepas tadi, bibirnya memagut bibir tipis sang gadis.Ciuman sederhana yang dilakukannya mulai meningkat, dan menjadi pagutan yang membangkitkan gairah keduanya. Tangan pria itu mulai menjelajahi tubuh gadis tersebut, jengkal demi jengkal, inci demi inci sehingga sampai pada bulatan buah dada gadis itu yang tidak terlindungi apapun. Pria itu meremasnya dengan lembut dan memainkan puting gadis itu sehingga desahan yang tertahan oleh ciuman mesra itu terdengar. Pria itu melepaskan ciumannya dan mulai merambatkan ciumannya ke leher gadis tersebut, dan sampailah kepada buah dada gadis yang tidak terjamah oleh tangannya itu. Sang gadis makin menggeliat dengan sensasi itu, tangannya mengelus kepala pria yang sedang menikmati kedua buah dadanya dengan metode berbeda itu. Dengan posisi telentang, sang gadis membuka pahanya untuk memberikan akses kepada pria tersebut untuk menjamah kemaluannya. Sang pria dengan lembut mulai menempatkan kemaluannya yang telah tegang di depan kemaluan gadis itu yang terasa basah. Dengan lembut pria itu memulai penetrasinya dan menggerakkan pinggulnya dengan irama yang membuat gadis itu tak mampu menahan desahannya yang indah. Pria itu memompa sang gadis dengan lembut dan mantap, menggapai kenikmatan yang membuat keduanya berpelukan erat dan berciuman dengan panas. Kemaluan pria tersebut keluar masuk dari daerah sensitive gadis itu. Tangan dari pria itu pun tak tinggal diam, dijamahnya kedua buah dada gadis itu,diremasnya lembut seakan tidak ingin melukai benda tersebut namun dengan nafsu yang meninggi. Gadis itu mendesah merasakan dua daerah sensitifnya dirangsang secara bersamaan, dia merasakan kelembutan yang membuat dirinya melayang sangat nikmat. Sadar dia akan mencapai batasnya, pria itu memagut bibir gadis itu dengan ganas dan gadis itu menyambut dengan ciuman yang tak kalah panas. Desahan mereka berdua tertahan oleh ciuman tersebut. Gadis itu memeluk sang pria dengan sangat erat ketika mereka merasakan puncak permainan yang mereka lakukan tersebut. Sang pria mengecup kening gadis itu untuk kemudian beranjak dari ranjang yang mereka tiduri. Dia memandangi gadis tersebut, tertidur kelelahan setelah permainan mereka tadi, diusapnya kening gadis tersebut, dikecupnya hangat untuk kemudian ditinggalkannya menuju kamar mandi. “ Apa segitu pentingnya hal itu buat kamu ? “ tanya pria itu berjalan hanya dengan handuk yang melingkar di pinggangnya, rambutnya basah. Dia duduk di sofa santai di sisi tempat tidur itu, meminum segelas air yang ada di meja itu sambil mengigit sebuah pil di mulutnya. Dia terlihat lelah akhir-akhir ini, matanya melengkung dalam yang bahkan tak bisa tersamarkan oleh makeup yang selalu dipakainya di atas panggung, kelelahan karena padatnya jadwal konsernya di berbagai belahan dunia, Iskandar Widjaja duduk terdiam menatap gadis cantik yang masih tertidur di tempat tidur itu, gadis cantik yang baru saja bercinta dengannya beberapa jam yang lalu. Entah bukan rasa lelah karena percintaan itu, namun terkadang tuntutan gadis di depannya itu akan jauh lebih melelahkan dari apapun. “ Cinta “ panggilnya lagi, dia mengambil gantungan kaca kecil dari biolanya, membuka kotak kecil itu sambil memainkan sebuah jarum jam panjang yang disimpannya di kotak kaca itu. Gadis itu hanya tersenyum, “ Aku mohon, cuma itu aja permintaan aku. Ya ? “ dia menarik selimut menutup dadanya yang tadi dibiarkan terlihat oleh Iskandar dari sofa tempatnya duduk. “ Sebentar lagi, di Grammy nanti. Waktu semua kamera dan pandangan mata dari seluruh dunia ke panggung itu, saat juri-juri itu menyebut nama kamu sebagai pemenangnya. Aku cuma pengen kamu mengajak aku naik ke atas panggung itu, simple kan ? “ , “ Itu mimpi aku, ya. Sayang ? Please.. “ Iskandar menggelengkan kepalanya. “ Harapan kamu, mimpi kamu “ dia menghela nafasnya “ Mimpi-mimpi itu yang menyakiti kamu “ “ Tutup telinga kamu, bisik dalam hati kamu. Biarkan orang mau berkata apa, kamu ga perlu membuktikan lebih dari ini Cinta “ Tak ada raut wajah kecewa dari wajah gadis cantik itu, hanya sebuah raut kesedihan. “ Sayang “ dia berjalan kearah pemuda tampan dengan wajah yang terlihat tirus dengan rambut panjang berombaknya yang sedikit basah oleh keringat, duduk dipangkuannya memeluknya dan mencium keningnya. “ Aku akan melakukan semuanya untuk kamu setelah ini, terakhir kalinya sayang setelah itu aku akan melepaskan kamu, bahkan untuk gadis bernama Eleanore itu. Aku akan melakukan semuanya untuk kamu “ Issi nama panggilan violinis itu menghela nafasnya panjang, sekali lagi Cinta memeluknya. Sesaat dia menatap dalam mata gadis cantik itu, sebelum mengangguk dan memeluk tubuh telanjang itu lagi. “ Andai aku menang di Grammy nanti, kamu boleh mengantikan aku di panggung nanti “ Issi tersenyum mencium Cinta lagi, sama seperti tadi, menciumnya penuh kehangatan. Sesaat bibir mereka bertemu dan ciuman itupun kembali. Lengan Cinta menaruh gantungan kaca yang tadi ada di genggaman Issi, di tak ingin indahnya malam itu terganggu oleh kenangan masa lalu. ## “ Tolong ya Lea, jangan bilang kamu mimpi yang aneh-aneh lagi dan hari ini, kali ini kamu mau bilang kalau akan ada kecelakaan di atas panggung “ bentak Chery. “ Tapi sungguh kak, aku bener-bener punya feeling kayak gitu “ Eleanore membela dirinya dari anggota paling senior di Charmy Chalet, Chery yang sejak awal memang tidak menyukai pilihan produser pada Eleanore, gadis berambut panjang dengan wajah bulatnya yang terlihat lucu sebagai pengganti anggota terdahulu yang diberhentikan oleh management. “ Iya, memang akan ada kecelakaan kayak gitu. Tapi itu bukan feeling kamu tahu memang management mau mendramatisir situasi dengan adanya kecelakaan gadungan ke kak Chery. Dengan gitu fans-fans pasti akan ngasih perhatian lebih ke kak Chery, dan seluruh media pasti akan ngeliput Girlband kita besar-besaran. “ Vany si penjilat yang sama-sama anggota baru seperti Eleanore membela Chery. “ Ok dech, kalau memang kecelakaanya cuma sekedar setting, anggep aja aku sok tahu dan pembohong tapi kak, apa itu ga terlalu berbahaya ? gimana kalau nanti malah kena penonton atau yang lain ? “ tanya Eleanore, dia tahu kejadian yang dilihatnya dalam mimpinya itu bukan sekedar settingan seperti apa yang dikatakan Vany tadi. “ Udah dech kamu diam aja Gadis Aneh “ si kembar Lulu dan Lili membentak Lea “ Lebih baik kamu ganti kostum kamu sekarang “ , “ Kayak kita “ keduanya berpegangan tangan dengan gayanya yang sok imut, kostum polkadot merah dengan dasar berwarna biru tua dan kerah putih plus bando hitam dengan kuping bulat besar seperti Micky Mouse yang menjadi kostum panggung mereka hari ini. Eleanore hanya bisa menarik nafas, sementara waktu pertunjukan mereka semakin dekat. Percuma usahanya untuk meyakinkan 4 anggota lainnya, dan seperti biasa yang didapatkannya hanya cacian dan hinaan yang selalu mengatainya sebagai gadis aneh. Diapun masuk kedalam bilik ganti dengan kostum yang ditaruhnya, Eleanore tak sadar. Selain sebuah kecelakaan yang dilihatnya akan ada hal lain yang akan membuatnya tersenyum karena laki-laki itu duduk disana, diantara kerumunan penonton dengan jaket tebal berpenutup kepalanya dan kacamata hitam duduk sambil tersenyum menunggu para personil Charmy Chalet naik ke atas panggung. Sesaat dia bahkan ikut berdiri mengikuti penonton-penonton lain yang berusaha menyalami satu persatu personel Charmy Chalet sebelum mereka naik ke atas panggung. Sambil tersenyum kecil saat melihat Eleanore terdorong oleh deretan fans yang begitu antusias untuk menjabat tangannya, meski wajahnya terlihat takut melihat mereka yang seolah ingin melewati pagar itu, namun gadis itu masih berusaha tersenyum semanis mungkin. Dengan ramah dia membalas tangan para fans yang berdiri di sampingnya, sementara para penjaga keamanan berusaha membawa gadis-gadis itu naik secepatnya ke atas panggung. Rolland tersenyum, mengangkat tangannya menari mengikuti fans-fans lain yang ikut menyanyikan lagu-lagu Charmy Chalet, dia tak ikut bernyanyi. Selain tak tahu dengan lagu-lagu Charmy Chalet, satu-satunya alasan mengapa dia adalah disini adalah seorang gadis yang berdiri di depannya. Menari, menyanyi, berputar sambil tersenyum manja dan bergerak dengan begitu bersemangat. Dan entah, tiap senyuman yang terbit dari bibir Eleanore, selalu mampu untuk membuat Rolland ikut tersenyum, tiap gerakan bahkan tiap kerlingan matanya tak lepas dari tatapan mata Rolland, sesuatu yang membuatnya sadar kalau Eleanore terlalu sering menatap keatas, lantai atas dari mall itu. “ Ada sesuatu yang salah ? “ Pikir Rolland, dia mengikuti tatapan mata Eleanore. Terlalu banyak orang diatas sana, para penonton ataupun orang yang hanya sekedar ingin melihat aksi Charmy Chalet dibawah sana, dengan krumunan orang sebanyak itu. Sulit rasanya untuk mengerti, kenapa begitu seringnya Eleanore melihat keatas, dia melepas kacamata hitamnya tanpa ragu. Tak perduli andai ada orang yang mengenalinya sekarang, tapi itu tak sia-sia. Dia dapat menemukannya sekarang. Seseorang diatas sana, mengangkat sebuah boneka besar dan siap menjatuhkannya kebawah. Dia menatapnya ragu, apa yang akan dilakukan oleh orang itu? Menjatuhkannya untuk mencelakai atau ?, Sekali lagi dia melirik pada Eleanore, gadis itu masih menatap keatas kearah lain dari dimana Rolland melihat orang yang hendak melempar boneka dari lantai 1 mall itu. Rolland menatap arah itu tergesa, menyadari apa yang dilihat oleh Eleanore. Salah satu lampu yang menyorot panggung itu terlepas, dengan cepat hendak mengayun kearah panggung itu. Dengan cepat dia melompat kearah panggung, sementara para penonton lain hanya terpaku saat mendengar suara berderit kencang dari arah belakang. Sambil melompat menjatuhkan diri, Rolland memeluk Eleanore yang masih terpaku diam, lampu itu menabrak latar panggung dan para petugas keamanan berusaha menyelamatkan para personil Charmy Chalet yang lain, para penonton yang berteriak riuh tak jelas. Sambil tersenyum Rolland berdiri mengenggam tangan Eleanore untuk membantunya berdiri. Gadis itu masih terpaku, dia sedikit terkejut karena kejadian tadi. Bukan, bukan karena lampu yang tiba-tiba terjatuh ke arahnya, dia sudah kalau lampu itu akan jatuh kearahnya. Tapi, laki-laki ini. “ Rolland “ Ucapnya kecil berbisik, setengah tak percaya. Dia menatap laki-laki yang sedang menggenggam erat tangannya itu, orang yang tersenyum dengan nada penuh yang seolah memperlihatkan sebuah kemenangan padanya. Eleanore salah tingkah, namun dia masih mampu berfikir cepat untuk tidak berbuat bodoh untuk menutupi keterkejutannya, dia harus menutupi dirinya sekarang. Rolland belum tentu tahu siapa dia sebenarnya. “ Terima kasih “ ucapnya, menundukan wajahnya kebawah sementara seorang petugas keamanan lain berusaha membawanya ketempat yang lebih aman. Entah kenapa, gadis itu berusaha menyembunyikan wajahnya. Padahal selama ini dia cukup yakin kalau Rolland, laki-laki yang berdiri di depannya sekarang, tidak tahu identitas rahasianya selama ini. Tapi, tapi kenapa laki-laki ini berdiri di depannya sekarang, dan tanpa ragu dia mengenggam tangannya begitu erat, seolah tak ingin melepaskannya. Sedikit mencoba, Eleanore menarik tangannya melepaskan genggaman tangan Rolland, namun laki-laki itu tak melepaskannya. Tanpa ragu Rolland malah melepas topinya, dengan sangat percaya diri seolah ingin menunjukan pada Eleanore, inilah dirinya yang selama ini berbicara padanya, inilah dirinya yang selama ini tertopang oleh nyanyiannya, oleh semangat yang tertulis dari kata-katanya. Dan sekarang dia sudah menangkap basah gadis itu. “ Miss Phu “ ucapannya lembut, “ I gotta you “ nyaris membisik namun begitu tepat pada sasaran seolah bola yang bersarang pada gawang. Eleanore terdiam, dia tak tahu harus mengatakan apa lagi sekarang. “ Mueller !! , Mueller !! “ seorang petugas keamanan yang tadi berdiri di dekat mereka untuk menyelamatkan Eleanore langsung menyadari bahwa laki-laki yang berdiri di dekatnya sekarang adalah seorang pemain sepakbola yang begitu terkenal. Salah satu kamera yang tadi merekam pertunjukan Charmy Chalet sekarang ikut menampilkan wajah Rolland yang tengah berdiri diatas panggung. Sontak keriuhan itu pun bertambah hebat, sebagian penonton yang juga mengilai sepakbola langsung menghambur mencoba naik ke atas panggung, orang-orang yang berdiri di lantai ataspun berusaha turun kebawah. Kedatangan Rolland ke Indonesia benar-benar luput dari media seperti keinginannya, tak pernah ada pemberitaan apapun akan kehadirannya. Namun tiba-tiba berdiri diatas panggung itu dan mengenggam salah satu personil Charmy Chalet. Bukan hanya para penonton yang berebut naik sekarang, tapi para wartawan yang bereaksi cepat untuk membuat berita tentang kejadian ini. Dan berbeda dengan Eleanore yang berusaha untuk melepaskan genggaman tangan Rolland saat kilatan-kilatan kamera itu mulai memotret mereka, dengan bangganya Rolland tersenyum dan malah menarik tubuh Eleanore mendekat sambil meminta salah satu petugas keamanan itu untuk menunjukan arah evakuasi untuk Eleanore dan para personil Charmy Chalet lainnya. Dengan dibantu beberapa personel keamanan lain, mereka berjalan menerobos kerumunan dan beberapa kali bahkan tanpa ragu, Rolland memeluk Eleanore dari tangan-tangan yang berusaha menggapai mereka, tangan yang sesekali bisa saja melukai tubuh gadis itu oleh kuku yang tak sengaja bisa mencakarnya. Gadis itu tak tahu harus berbuat apa, jantungnya berdebar hebat. Rasanya begitu hangat dalam pelukan Rolland, begitu lembut dan nyaman. Tapi dia juga merasakan ketakutan lain, entah apa yang akan dikatakan oleh teman-temannya nanti. Mereka tak akan pernah menanyakan tentang bagaimana keadaanya setelah kejadian tadi, terutama Chery yang pasti akan membentaknya habis-habisan. Mereka berjalan melewati lorong tanpa menyadari sepasang mata yang mengawasinya dengan seksama, gadis cantik disebelahnya berusaha menahan erat lengan laki-laki itu sejak tadi. “ Sabar sayang, semua dah baik-baik aja “ ucap gadis itu, berusaha menahan Issi yang sejak tadi ingin berlari naik ke atas panggung menyelamatkan Eleanore, tapi Cinta berhasil menahannya. Dia menahan Issi untuk tetap berada disamping. Issi menatap Cinta dalam-dalam, dia berusaha bersabar dengan waktunya yang terbatas. Tapi janji itu sudah terucap, dia menggenggam tubuh jam tanpa jarum yang ada dilengannya. Menghela nafas panjang sambil berusaha tersenyum. “ Kamu lihat kan, tadi juga sudah ada laki-laki lain di sampingnya “ , “ Kamu ga perlu khawatir lagi sekarang, ya ? “ tanya Cinta dengan lembut, dia menyadari kegundahan hati Issi. Perasaanya bercampur aduk, ada keinginan untuk marah, namun dia berusaha untuk menahannya selain ada sedikit kelegaan menyadari Eleanore tak terluka sedikitpun. “ Iya aku tahu, kamu ga perlu khawatir ya “ Issi tersenyum, sebuah senyuman yang dipaksakan. “ Aku tahu, kamu boleh marah koq. Aku gak papa kalau kamu mau marah “ , “ Maaf, aku egois “ bisiknya lagi. Issi mencium kening gadis cantik itu, tersenyum berusaha untuk melepaskan beban yang mungkin ada di pundak gadis itu, dia tak tahu apa perasaanya pada Cinta sesungguhnya. Artis cantik ini tiba-tiba melompat masuk dalam kehidupannya, pertunjukannya di gedung Metropolitan New York, menjadi awal pertemuan mereka. Sejak saat itu sering sekali gadis ini datang di setiap pertunjukannya, atau bahkan mengikutinya ke beberapa negara untuk menemaninya. Entah sebuah rasa cinta ? Atau hanya sebuah permainan logika seperti yang selalu dikatakan oleh gadis itu sebagai dasar percintaan mereka? Nyaman, Issi merasakan kehangatan dari apa yang selalu Cinta berikan untuknya. Terkadang isi hatinya merasakan ketulusan itu, Cinta bukan hanya menggunakan logikanya, ada sisi lain dari apa yang diberikan oleh gadis itu untuknya. Ada sebuah rasa cinta yang mengalir deras dari tiap tatapan matanya, dari bisikan kata-katanya dan dari ciuman manis bibirnya. Issi merasakannya, namun dia berusaha tak mendengarnya. Gadis yang tadi baru melewatinya, gadis dalam pelukan laki-laki tadi. Adalah sebuah cinta yang tak tergantikan dalam hidupnya, sebuah kepingan masa lalu yang tak pernah sempurna dalam lembaran ingatannya terus menjadi sebuah kata tak terhapus dalam perasaannya. Perasaan cinta tak terucap, setiap lekuk hatinya merindukan gadis itu. Entah kenapa ? Hanya instingnya yang berbicara. Berbicara untuk membuatnya berusaha menulis sebuah cerita masa lalu yang tergores tak sempurna dalam ingatannya, ingatannya tentang gadis cantik bernama Eleanore. “ Yuk pulang ?? “ tanya Cinta menarik lengan Issi yang masih melamun. Issi mengangguk, dia memasukan gantungan kaca yang dibawanya kedalam kantung, tersenyum sambil berjalan cepat mengikuti Cinta, dia tak menyadari raut kesedihan gadis yang berdiri di depannya. Yang dirasakan olehnya hanya sebuah genggaman tangan yang begitu erat. ## “ Kamu punya ide dari mana, kalau aku Miss Phu yang sering chatting sama kamu ? “ tanya Eleanore, dia masih menutupi tentang dirinya. Hatinya tersenyum gembira melihat laki-laki ini sekarang, namun membayangkan apa yang akan dilakukan Chery besok membuatnya sedikit stress. Rolland hanya tersenyum, meminum Teh Peppermint dari gelasnya, dia sengaja memesan minuman itu sama dengan yang dipesan Eleanore yang sangat menyukai minuman itu. Dia menunjuk telinganya. “ Maksudnya ? “ tanya Eleanore tak sabar, dia menyedot habis minumannya sambil mengigit cookies coklat yang tadi mereka pesan. “ Iya, aku kan ga tuli. Aku bisa bedain suara kamu, jadi aku yakin kalau kamu itu Miss Phu “ Rolland membenarkan kacamata hitam besar untuk menyamarkan identitasnya. Sementara Eleanore terlihat lebih santai dengan t-shirt putih dan legging hitam dan flat shoes. “ Hebat banget kayaknya, bisa bedain gitu “ Eleanore menubrukan tubuhnya ke sofa besar yang didudukinya. “ Susah banget sih .. “ Rolland ikut mengambil cookies itu dan mengigitnya. “ Susah apaan ? “ tanya gadis itu. “ Ya susah, bikin kamu ngaku “ “ Ya memang bukan aku, kenapa aku harus ngaku ? “ tanya Eleanore lagi, masih membela diri memainkan gelasnya yang sudah kosong. “ Kamu mau nambah ? “ tanya Rolland sambil memanggil seorang waitress yang berdiri tak jauh setelah selesai melayani tamu lain yang sejak tadi terlihat tengah sibuk beradu mulut. Eleanore hanya mengangguk kaku. Dia sedang berusaha untuk tak menatap wajah Rolland terlalu lama, dia tak mau Rolland melihat wajahnya yang memerah, atau menyadari kalau jantungnya tengah berdegup begitu kencang saat ini. “ Kamu tuh keras kepala banget ya, sadar ga sih kamu nyebut nama aku. Setelah aku bantu kamu berdiri tadi ? “ Rolland tersenyum, sementara Eleanore terlihat salah tingkah mengingat kejadian siang tadi, sejak tadi dia sudah berusaha keras untuk membuat sebuah alasan andai Rolland mendengar kata-katanya itu. dan dia sudah mendapatkannya sekarang. “ Siapa sih yang ga kenal kamu ? “ tanyanya dengan nada yakin. “ Lagian aku emank suka sepakbola, aku apal hampir semua pemain sepak bola di dunia “ Rolland tersenyum sambil mengeluarkan ponselnya, dia memainkan layar androidnya membuka gallery dan menunjukan sebuah foto pada Eleanore. “ Ini siapa ? “ tanya Rolland yakin, memperlihatkan seseorang berbaju putih dengan nomor punggung 7. Eleanore melihat ponsel itu dengan wajah pasrah, dia berfikir keras mengingat nama-nama pemain bola yang pernah dikatakan oleh Rolland, baju putih itu mirip dengan yang dipakai Rolland di artikel internet yang dikirimnya kemarin. Dia berusaha keras menebaknya. “ Hmmm, David Beckham !! Semua juga tahu “ Jawab gadis itu yakin. “ Huahahahahah.. hebat !! Salah banget “ Rolland tak habis tertawa. “ Itu Ronaldo Miss Phu, emanknya aku lebih terkenal dari dia apa ? “ ledek Rolland lagi. Sementara Eleanore hanya bisa tersenyum datar, tak tahu harus beralasan apalagi. Dia memang tak pandai berbohong. “ Dan sebagai hukumannya, besok kamu harus temenin aku “ paksa Rolland. “ Hah? Kemana ?? “ , “ Gak, gak .. Gak bisa “ Eleanore menggelengkan kepala cepat. “ Harusssssss “ Roland mengatakannya dengan panjang sambil tertawa. “ Eh ? Pertandingan itu ? “ Ingat Eleanore karena Rolland pernah bercerita padanya. “ Tuh kan, satu lagi kamu ngaku kalau kamu tahu jadwal aku “ Rolland tertawa geli sendiri, melihat Eleanore yang cepat menutup bibirnya saat menyadari kata-katanya barusan. Eleanore hanya mengangguk, dia tersenyum kecil sendiri. Menyadari tak bisa lagi menutupi kalau dirinya memang Miss Phu yang berulang kali ditebak oleh Rolland sejak tadi siang. “ Kamu mau main ? Yakin ? “ tanya Eleanore sambil meminum Papermint Teanya yang baru datang. Rolland menggeleng, “ Belum kayaknya, aku ga suka disini “ jawab Rolland datar. “ Kamu ga suka Jakarta ? Panas ? Macet ? “ tanya Eleanore antusias, seperti yang biasa dilakukannya di chatting mereka. Sekali lagi Rolland menggeleng. “ Aku ga suka sama pengurus disini, mereka seperti merencanakan sesuatu yang lain dari permintaan mereka untuk aku mengganti passport Jermanku “ Eleanore mengangguk-angguk tak mengerti. Rolland tertawa renyah, “ Kamu ga ngerti kan ? “ “ Ngerti, enak aja.. “ Eleanore mulai mengerti apa yang dikatakan oleh Rolland dengan bahasanya. “ Sama aja kayak manager aku, yang sering maksa aku ngelakuin sesuatu supaya berita-berita gosip jadi ngomongin kami terus, iya kan ? “ jawab Eleanore yakin. Rolland tersenyum mengangguk. “ Ya semacam itu dech “ Eleanore tersenyum bangga, berhasil menebak apa yang dikatakan Rolland yang hanya tersenyum sambil menyender di sofanya. “ Terus, besok kamu main ? “ tanya gadis itu “ 5 hari lagi, besok mulai latihan “ “ Terus kamu yakin ? Mau pindah negara ? “ memberondong Rolland dengan pertanyaan, dia tahu Rolland sangat mengkhawatirkan hal itu. Berat untuknya melepas passport Jerman, dan itu sama saja melepas panggilan dari timnas Jerman yang selama ini berusaha diabaikannya. Usianya baru 21 tahun, 1 tahun lebih tua dari Eleanore. Usia yang krusial untuk menentukan kariernya yang masih panjang nanti. Dan itu yang membuatnya belum bulat mengambil keputusan ini. “ Aku ga akan main, dan para pengurus itu juga sebenarnya tahu. Andai aku mau pun, ga semudah itu mengganti kewarganegaraan dalam hitungan hari kan. Aku ngerasa jadi boneka mereka untuk dapat sponsor dan entah mungkin sedikit perebutan kekuasaan dalam organisasi mereka “ Kali ini Eleanore menggeleng, dia hanya mengerti sedikit dari apa yang dikatakan oleh Rolland. “ Hmm, terkadang mungkin lari lebih baik ya ? “ Eleanore tersenyum kecil, dia mengatakan itu untuk dirinya. Karena terkadang dia merasa lelah untuk tidak menjadi dirinya sendiri seperti yang dia rasakan sekarang. Harus selalu berusaha tersenyum meski lelah, harus berusaha bersikap manis saat marah. Atau kadang harus pergi dengan seorang lelaki yang tak disukainya hanya untuk membuat gosip-gosip murahan. “ Lari itu selalu jadi pilihan, kamu boleh takut. Pura-pura lupa dan melarikan diri, atau takut “ “ Takut tapi kamu mau menghadapinya “ Eleanore mengikuti apa yang dikatakan Rolland. “ Itu kan kata-kata aku “ ucap Eleanore, keduanya tertawa. “ Emank, terus kenapa lupa ? Kamu yang selalu ingetin aku. Tapi kamu sendiri yang lupa “ Rolland ikut tertawa. Eleanore hanya tersenyum, dia begitu nyaman dengan Rolland. Selalu. Dia terpaku menatap wajah Rolland, sambil memainkan mata kalungnya dengan kedua jarinya. Sebuah mata jarum jam kecil, Matanya tak dapat berkedip menatap wajah laki-laki itu sekarang. ## “ Stop pak disini “ Eleanore memberi tahu supir mobil ini untuk berhenti di depan sebuah rumah berukuran sedang dengan sebuah Honda Jazz putih yang terparkir di dalam garasi, mobil yang biasa menemaninya beraktifitas ataupun pergi ke kampus. “ Ini rumah aku, kamu bisa pulang sendiri kan ? “ tanya Eleanore sambil tersenyum. “ Bisalah, kan ada pak Supir “ jawab Rolland sambil tertawa. “ Oh iya lupa “ tawa Eleanore sambil membuka pintu BMW X5 hitam yang dipinjamkan oleh PSSI untuk Rolland selama di Indonesia. “ Aku pulang dulu ya “ senyum manis gadis itu. Rolland menggaruk kepalanya sambil tersenyum, dia ingin menatap gadis yang hendak melompat turun itu sedikit lebih lama. Eleanore berhenti sejenak, menatap Rolland lagi “ Aku ga ngerti sepakbola sama sekali, pemain yang aku tahu juga cuma kamu. Tapi manager aku pernah bilang, Indonesia ke Piala Dunia kayaknya hebat. Aku yakin kamu pasti bisa, dan aku pikir it’s cool kalau Indonesia bisa sampai ke Piala Dunia, meski aku ga ngerti apa itu Piala Dunia “ Senyum Eleanore sambil menutup pintu mobil itu, wajahnya bersemu malu Rolland masih bisa melihatnya dari balik kaca mobil itu. Eleanore ingin mengucapkan ini sejak lama, tapi sekarang malah dia mengatakannya secara langsung pada Rolland. Rolland terdiam sejenak, tersenyum sebelum meminta supirnya untuk berjalan pulang. Sementara Eleanore masih melambaikan tangannya, menatap mobil itu pergi menjauh sebelum dia membuka pintu rumahnya dan berjalan masuk. “ Mom “ panggilnya saat membuka pintu itu, hampir seminggu dia tidak pulang. Tiap kali Charmy Chalet mengadakan Show maka ada larangan untuk pulang kerumah mereka, dan tinggal di mess atau hotel yang disediakan untuk mempermudah rangkaian acara yang telah disiapkan oleh management. Eleanore melompat lucu saat Mamanya menunggu dari balik pintu, memeluk dan mencium Mamanya sebelum menyadari ada seseorang di ruang keluarga mereka. “ Ada tamu Papa ? “ tanya Eleanore berusaha tidak terlalu keras agar tak terdengar oleh tamu mereka. “ Bukan, sini Mama kenalin. Mudah-mudahan setelah ini kamu inget sama semua kejadian sebelum ‘waktu’ itu “ ucap Mamanya gembira, sambil menarik Eleanore menuju ruang keluarga yang menyatu dengan ruang tamu di rumah itu. Orang itu masih mengenakan jas formal duduk membelakangi arah pintu masuk, sementara Papanya berdiri dan berusaha menunjuk pada dirinya, sehingga membuat orang itu ikut berdiri dan berpaling kearahnya. “ Iskandar, ini Eleanore. Kamu ingat kan ? “ kata Papanya mengenalkan mereka. “ Dulu di Jerman, kalian sering banget main bareng “ Mamanya tersenyum sambil menarik Eleanore lebih dekat. Eleanore tertegun, wajah itu mungkin telah banyak berubah. Tapi masih menyisakan sebuah kenangan dalam ingatannya yang terlupakan. Gadis itu terdiam, meski tangan Iskandar yang tengah tersenyum manis di depannya berusaha menggapainya dalam jabatan tangan yang belum dibalas oleh Eleanore. Dia terdiam kaku, tak bergerak ingatannya berputar deras dan tak ada senyum atau kata yang dapat diucapkannya sekarang.
Posted on: Wed, 25 Sep 2013 20:37:26 +0000

Trending Topics



listen?
Eskiden ne Facebook bilirdik ne Twitter. Ne Kim Kardashian’ı
FRESH SERVER !!!!!! Eisen Ragnarok Online™ Started September 4

Recently Viewed Topics




© 2015