Love isnt Like a Joke By hanaruppi - TopicsExpress



          

Love isnt Like a Joke By hanaruppi -------------------------------------------------------------------------------- Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto Warning: OC, OOC mungkin, rumit, gaje, lama update Happy reading! -------------------------------------------------------------------------------- Chapter 10 Wish to fallin love -------------------------------------------------------------------------------- Seekor kumbang badak menempel di dahan tinggi sebuah pohon oak besar. Perlahan-lahan kedua sayapnya yang tebal dan hitam mengilap membentang, kemudian terbang dengan bunyi dengung yang khas, meninggalkan dahan pohon itu menuju dahan pohon lainnya. Sakura tersenyum menatap hasil jepretannya barusan yang muncul di LCD kameranya. Tidak puas hanya dengan itu, mata Sakura menjelajah lagi, mencari objek lain yang akan dijepretnya. Di sisi lain hutan, di atas permukaan tanah yang tertutupi dedaunan lapuk, dua ekor kumbang badak lainnya nampak sedang bertarung. Masing-masing tanduk mereka beradu. Sakura tak menyia-nyiakan momen itu. Beberapa jepretan bagus didapatnya. Dan yang paling membuatnya tersenyum puas adalah gambar salah satu kumbang yang telah terpelanting terbalik dengan kaki-kaki bergerigi yang menjerat-jerat ke udara; si kumbang yang kalah. Sementara kumbang pemenang terbang ke dahan salah satu pohon. Di sana terdapat juga seekor kumbang betina yang sedang menancapkan kaki-kaki geriginya ke kulit pohon yang tebal. Sakura memotret kedua kumbang itu. Beralih sejenak dari para kumbang badak, Sakura memejamkan mata sambil menghirup dalam-dalam udara hutan Wakayama. Dia menikmati betul setiap hirupan yang masuk ke dalam paru-parunya, udara hutan oak yang segar dan jernih—yang takkan pernah bisa didapatkannya di Konoha. Dirasakannya juga koor suara-suara serangga penghuni hutan serta gemerecik air terjun di dalam hutan sana, terdengar bak sebuah simfoni alam yang mampu menenangkan jiwa. Dalam hati, Sakura memuji keputusan Naruto dalam rencana liburan kali ini. Meskipun lama tinggal di luar negeri, lelaki itu tahu saja tempat terbaik di Jepang yang paling tepat dikunjungi saat musim panas yang membakar ini—yah, mungkin juga Tenten atau Gaara, atau entah siapa telah mengusulkan padanya untuk pergi ke Wakayama. Daerah pegunungan ini terletak di bagian paling utara kota Suna. Alamnya berbukit-bukit, sebagian besar hutannya ditumbuhi pepohonan oak dan kunugi. Saat musim panas, tak jarang orang-orang dari berbagai daerah datang untuk berburu kumbang badak, atau sekedar berlibur seperti rombongan mereka. Senpai! Sakura menoleh. Seorang lelaki yang rambut cepaknya dicat pirang terang menghampiri. Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala, nampak kesal menatap gadis itu. Sudah sore nih, katanya sambil menunjuk-nunjuk jam tangannya. Waktunya ke penginapan. Yang lainnya menunggu di mobil. Ibu jarinya dilempar ke belakang kepala, menunjuk arah datangnya tadi. Cepat-cepat Sakura melihat jam. Benar saja, sudah hampir pukul enam. Perburuannya membuat gadis itu sama sekali lupa waktu. Dan lagi, dia tidak ingat langit terang lebih lama saat musim panas. Dengan wajah menyesal, Sakura nyengir-nyengir saja. Gomen ne, Ito, katanya. Sepanjang perjalanan kembali ke mobil, Sakura memperlihatkan foto-fotonya pada Ito, agar lelaki itu berhenti menggerutu karena harus direpotkan menjemputnya ke dalam hutan. Setidaknya ada alasan mengapa dia begitu lama di dalam sana. Sebetulnya Sakura tidak perlu melakukan itu, karena Ito sudah paham bagaimana seniornya itu jika berada di tempat yang bagus bersama kamera menggantung di lehernya. Sudah pasti dia akan lupa waktu. Namun Sakura jadi tak enak hati juga melihat teman-temannya yang lain menunggu tak sabaran di mobil Gaara yang diparkir di tepi jalan. Lagi-lagi dia harus menerima omelan dan keluhan Tenten akibat kebiasaannya lupa waktu. Dan sekali lagi Sakura hanya menyeringai sambil mengucap maaf. Untungnya kekesalan Tenten tidak berlangsung lama—gadis itu memang tak pernah bisa marah berlama-lama. Sesampainya di penginapan onsen, wajahnya ceria lagi dan kembali bergurau dengan Ito dan Komura seolah tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Sakura bisa bernapas lega. Sementara Gaara dan Naruto mengurus administrasi penginapan di meja resepsionis, Sakura merebahkan diri di sofa yang dikhususkan untuk ruang tunggu serta ruangan menerima tamu. Seorang pelayan wanita ber-kimono datang dan menanyakan pesanan yang mungkin diinginkan Sakura. Dia kemudian memesan segelas es jeruk, setelah pelayan itu menanyakan pesanan juga pada Tenten dan Komura yang baru bergabung dengan Sakura. Dei-senpai apa kabar ya? tanya Komura. Pemuda berkulit gelap itu kemudian mengambil selembar handuk kecil dari dalam ranselnya, menggunakannya untuk membasuh peluh yang mengucur di kening. Rasanya sepi sekali kalau tidak ada dia, katanya lagi. Tenten mengagguk-angguk. Aku kesepian, tidak ada orang seperti dia yang tepat untuk diajak ribut, sahutnya. Sakura dan Komura tertawa. Kalian memang pasangan-berantem yang sangat cocok! kata Sakura. Hei, bagaimana kalau kita kirim foto-foto liburan ini untuk membuatnya kesal? Komura menatap dua seniornya dengan penuh semangat. Tenten dan Sakura langsung saja setuju. Lelaki gemuk itu cepat-cepat mengambil kamera dari dalam ranselnya, kemudian memotret kedua gadis yang berpose dengan macam-macam gaya konyol untuk menggoda Deidara di negeri yang jauh di sana. Kalau kalian merasa hebat dengan itu, aku punya sesuatu yang lebih hebat lagi, kata Ito begitu muncul di ujung koridor dari pintu masuk—setelah puas melihat-lihat area sekitar penginapan—membawa koran terlipat di tangannya. Perhatian ketiga orang di sana langsung beralih padanya. Dengan penuh gaya Ito membuka lipatan koran dan memperlihatkan isi beritanya. Tangannya menunjuk dua foto besar yang terletak di bawah tulisan yang dicetak paling besar. Gadis Baru Tuan Sasuke! dia mengucapkan judul headline sambil mengedipkan sebelah mata pada Sakura. Mata emerald Sakura membelalak. Foto dalam koran itu adalah gambar dirinya dan Sasuke kemarin! Satu gambar memperlihatkan dia sedang berpegangan dengan Sasuke saat di arena seluncur sepatu roda. Satu lagi menampakkan Sakura sedang memejamkan mata sementara wajah Sasuke begitu dekat. Yang membuatnya kesal, mengapa dalam gambar-gambar itu dia dan Sasuke terlihat mesra? Padahal dalam kenyataan, itu hanya kejadian konyol. Kupikir kau berpacaran dengan Gaara, Tenten menggumam tak percaya, matanya belum lepas menatap foto dalam koran. Kukira juga begitu, Komura menyambung. Tapi ternyata… Sasuke ya? Tanpa diduga Ito, Sakura merampas koran itu dari genggamannya. Gadis itu menatap kesal ketiga temannya. Kalian anggap ini serius? Lalu bagaimana kami harus menanggapinya? tanya Ito, dengan senyum meledek yang sama sekali tidak lucu bagi Sakura. Apa yang kalian lihat di sini, sama sekali tidak seperti kejadian sebenarnya, kata Sakura, menunjuk-nunjuk foto dirinya pada koran. Kemarin aku memang pergi dengan Sasuke—hanya untuk menemani keponakan kembarnya karena aku diminta. Tapi tidak terjadi apapun seperti yang sedang kalian bayangkan di kepala kalian. Sou ka…? Ito belum berhenti menggodainya. Kekesalan Sakura sudah sampai pada puncaknya. Dalam sekejap mata dia merobek koran itu jadi dua, dan mencampakkannya di lantai. Terserah! ucapnya geram sambil berlalu ke koridor. Tenten dan Komura saling bertukar pandang. Kemudian pandangan mereka beralih pada Ito, lelaki pirang itu hanya mengangkat bahu dengan wajah tak berdosa. ~LilJo~ Sakura menenggelamkan tubuhnya dalam kolam air panas sampai dagunya terendam. Punggungnya bersandar pada tepi kolam yang terbuat dari batu-batu alami. Sambil memejamkan mata, mulutnya iseng meniup-niupkan udara ke atas kepala. Beruntung di onsen penginapan itu sedang tidak ada siapapun yang berendam—dia datang terlalu cepat dari biasanya orang-orang berendam. Sakura memang sedang butuh kesendirian saat ini. Koran yang tadi diperlihatkan Ito benar-benar membuatnya terkejut. Siapa sangka, dia akan jadi bahan berita hanya karena kejadian konyol kemarin! Paparazzi itu semakin menyebalkan. Tapi Sakura tak mau berita murahan itu membuatnya pusing. Itulah salah satu tujuan para paparazzi, dan gadis itu merasa sangat tidak perlu terbawa pengaruh mereka. Biarlah orang lain berpikiran apa tentangnya. Jika saja Sasuke tidak sepopuler sekarang, mungkin fotonya tidak perlu dimuat di media manapun. (Lagi-lagi lelaki itu yang harus disalahkan.) Bunyi pintu digeser membuat perhatian Sakura teralihkan. Tenten melangkah masuk dengan handuk membalut tubuhnya. Sakura kembali memejamkan mata, pura-pura tidak melihatnya. Sepi ya, kata Tenten setelah mencelupkan diri dan bersandar di dekat Sakura. Gadis yang diajak bicara hanya menggumam enggan. Jangan bilang kau masih kesal dengan foto itu, kata Tenten lagi. Dia mulai mengusap-usap lengan di bawah air dengan handuk pembasuh. Aku percaya padamu kok. Komura juga begitu. Sakura yang kukenal tidak mungkin semudah itu dekat dengan cowok. Kami percaya foto itu tidak benar. Ito sendiri menyesali perbuatannya menggodamu tadi. Syukurlah, ucap Sakura tak acuh. Hei, aku serius, suara Tenten terdengar tersinggung. Dia berhenti pada kesibukannya untuk menatap sahabatnya baik-baik—meski Sakura masih pura-pura tak ingin melihatnya. Aku tak mungkin lebih percaya pada koran yang pembuat beritanya bahkan tidak kukenal sama sekali dari pada sahabatku sendiri. Sakura membuka mata. Ditatapnya langsung mata cokelat Tenten selama beberapa lama. Terima kasih, ucapnya sungguh-sungguh. Aku hanya tidak tahu apa yang harus kukatakan pada Gaara. Jadi kau benar-benar pacaran dengan Gaara? Tenten membelalakkan mata, hampir menjerit, dan hampir terpeleset saking antusiasnya. Mengalihkan mata karena merasa wajahnya merona, Sakura mengangguk pelan. Yah, dia mengatakan perasaannya saat di karaoke waktu itu. Tenten ingat, malam itu Sakura dan Gaara sempat menghilang cukup lama dari kamar karaoke mereka. Kini dia tahu alasannya. Selamat ya, Sakura! ucapnya sambil tersenyum menggoda. Ah! Kalau soal gambar itu, aku yakin Gaara juga tidak ambil pusing. Dalam hati, Sakura berharap demikian. Tapi dia tak bisa berharap lebih. Foto-foto itu membuat yang tampak jadi tidak seperti kenyataannya. Entah Gaara bisa tertipu atau tidak. Sakura hanya tidak bisa membayangkan jika lelaki itu kecewa padanya. Saat onsen khusus wanita itu mulai ramai—juga karena sudah cukup lama berendam, Sakura pamit lebih dulu pada Tenten dan meminta kunci kamar mereka. Dia masih ingin menghabiskan waktu sendirian. Setelah memakai yukata yang disediakan penginapan, Sakura duduk di tepi beranda berlantai papan, bagian belakang penginapan yang menghadap ke salah satu sisi hutan oak yang terlihat keemasan diselimuti cahaya bulan purnama. Sakura menghabiskan segelas jus jeruknya sambil membuat coretan-coretan dengan pensil di atas halaman kosong di balik fotokopian naskahnya yang baru. Sesekali Sakura menyanyikan potongan lagu yang didengarnya dari earphone. Dia benar-benar menikmatinya sampai-sampai tidak mendengar langkah kaki seseorang datang mendekat. Gaara mencabut salah satu earphone-nya dan menempelkannya di telinganya sendiri, ini membuat Sakura terkejut. Lost to the heaven, lelaki itu menggumam sambil mengagguk-angguk pelan mengikuti irama lagu. Single terbaru Sounds Effect ya? Pandangannya beralih pada Sakura, dilihatnya wajah gadis itu berubah merah. Mengerti sebabnya, Gaara mengembalikan earphone pada Sakura. Maaf ya, aku mengganggu ketenanganmu, katanya. Sakura cepat-cepat menggeleng. Sama sekali tidak, katanya setelah melepaskan earphone dan menyingkirkan MP3 player ke dekat naskah yang kini digeletakkannya begitu saja di atas lantai papan. Kami mencarimu di ruang tenis meja. Ternyata kau sedang sibuk di sini. Aku ingin kerjakan ini sedikit, Sakura mengedikkan kepala pada naskahnya. Waktunya tidak akan cukup kalau baru kukerjakan di rumah. Gaara tersenyum. Tidak pernah menyia-nyiakan waktu luang. Itu yang membuatku sejak dulu terkesan padamu. Dia membuat wajah Sakura merona lagi. Film tentang apa itu? tanya Gaara setelah perhatiannya beralih pada naskah Sakura. Ini film action, tentang balas dendam seorang pembunuh bayaran pada sekelompok yakuza, kata Sakura sambil menepuk-nepuk naskah yang kini berada di pangkuannya. Tatsu, si pembunuh bayaran, menculik putri tunggal pewaris Klan KanO yang bernama Ann sebagai misi balas dendamnya. Namun, mereka malah saling jatuh cinta. Dan akhirnya mereka… kau harus nonton sendiri! Sakura menyeringai. Gaara mengacak-acak rambut merah mudanya. Baiklah, Nona Sutradara! Suasana jadi hening lagi setelah tawa Sakura reda. Menatap wajah Gaara, membuatnya teringat lagi pada foto dalam koran yang diperlihatkan Ito tadi sore. Gaara, kau tidak marah padaku? Marah? Untuk apa? Sakura mengalihkan pandangan dari wajah lelaki itu. Foto di koran itu, katanya setelah beberapa saat. Kau pasti sudah lihat. Karena tak mendapat tanggapan dari Gaara, dia melanjutkan, Sungguh, tidak ada yang terjadi antara aku dan Sasuke waktu itu. Foto itu tidak benar, pasti— Aku percaya padamu, kata Gaara yang langsung membungkam mulut Sakura. Gadis itu menatapnya, menatap langsung pada sepasang matanya. Kau lupa? Kita juga menguasai dunia fotografi, kata lelaki itu lagi. Dengan angle tertentu, kita bisa mengubah cerita suatu objek sesuai dengan hasil potret kamera. Masih ingat kata-kata Genma-sensei, Foto dapat bercerita, dan foto juga dapat berbohong? Tidak tahu harus menanggapinya bagaimana, Sakura hanya menundukkan wajah. Ucapan Gaara tadi langsung saja menyingkirkan rasa khawatirnya akan pandangan lelaki itu terhadapnya yang bisa saja berubah jadi buruk. Namun apa yang dikatakannya justru membesarkan hati Sakura. Gadis itu jadi ingin menangis. Arigato, ucapnya pelan, menyamarkan suara yang mulai bergetar menahan tangis. Tanpa diduga, Gaara mengangkat wajah Sakura dan menatapnya penuh perhatian. Kenapa malah menangis? Mana senyumanmu yang tadi? Gaara tak bisa tak menyadari wajah sedihnya. Dengan lembut dihapuskannya jejak air mata di pipi Sakura. Berhentilah menangis, atau aku benar-benar marah nih, dia pura-pura mengambek. Sakura tersenyum canggung. Pandangannya terlempar pada bulan purnama yang begitu indah di atas sana. Menghela napas, Sakura berkata, Sasuke adalah teman satu kelasku saat di SMA. Dia merasa sudah saatnya menceritakan soal ini pada Gaara. Apalagi setelah masalah foto dalam koran itu, cerita masa lalu antara dia dan Sasuke harus dijelaskan pada Gaara agar tidak terjadi salah paham di lain hari. Dia anak yang menyebalkan, Sakura melanjutkan. Sejak pindah ke sekolahku, kami terus bersaing. Tapi aku tak pernah bisa menang darinya, gadis itu tertawa ironis. Siapa sangka, kami bertemu lagi dalam rumah produksi yang sama. Menyebalkan! Perhatian Sakura kemudian beralih pada Gaara. Tidak pernah terjadi apapun antara kami selain persaingan, katanya. Sakura tidak sekalipun menyinggung soal perasaannya yang pernah berbunga-bunga pada Sasuke. Bukannya ingin menutup-nutupi, Sakura hanya merasa itu tidak perlu. Karena memang dia menganggap perasaan itu tidak pernah ada—menganggap cintanya pada Sasuke tidak pernah terjadi. Gaara ingat emosi Sakura yang meluap-luap saat di pantai beberapa waktu yang lalu. Nama Sasuke diteriakkan gadis itu, dengan penuh kebencian. Dan juga dia masih ingat betul bagaimana kelamnya Sakura saat pesta perayaan kemenangan filmnya. Untuk pertemuan dengan Sasuke yang seharusnya menjadi pertemuan pertama mereka malam itu, sikap Sakura terlalu aneh. Kini Gaara mengerti alasannya. Dugaannya benar, memang pernah terjadi sesuatu di masa lalu antara Sakura dan Sasuke. Lelaki berambut merah itu tersenyum. Jadi itu alasannya mengapa wajahmu kusut setiap berhadapan dengan Sasuke? Eh? Memangnya wajahku kelihatan kusut ya? Gaara menahan tawa sambil mencubit pipi Sakura untuk membuat senyuman di wajahnya. Karenanya wajah gadis itu jadi terlihat aneh, dan Gaara tak bisa lagi untuk tidak tertawa. Gaara baik sekali, pikir Sakura. Dia berbeda, tidak seperti pemuda-pemuda yang pernah dikenalnya. Sakura bisa merasakan ketulusan cinta Gaara, dan itu bukanlah kepura-puraan. Karena itu pula, Sakura mau menerimanya. Dia ingin memberi kesempatan pada dirinya sendiri untuk jatuh cinta pada seorang lelaki yang tepat—mungkin Gaara orang yang tepat. Gaara. Begitu lelaki itu mengalihkan wajah padanya, Sakura memberikan sebuah ciuman di bibirnya. Aku ingin jatuh cinta padamu. Oyasumi, ucap Sakura sambil beranjak meninggalkan beranda. Gaara masih terpaku di sana, tidak percaya akan apa yang baru saja didapatkannya. ~LilJo~ Siang keesokan harinya, seisi penginapan dibuat ribut oleh Sakura dan Ito. Sakura mengejar pemuda itu mati-matian sambil berteriak-teriak galak. Meskipun sudah mendapat teguran dari pengurus penginapan, mereka belum berhenti kejar-kejaran—namun kini berpindah lokasi ke halaman. Berikan benda itu padaku! jerit Sakura. Tenaganya belum habis—tidak, sampai dia berhasil mendapatkan Ito. Hapus, atau ponselmu hilang selamanya! teriaknya lagi. Saat makan siang sebelumnya, kelompok pecinta fotografi itu melihat-lihat foto konyol mereka yang akan dikirim untuk Deidara. Tanpa sengaja, Sakura menemukan fotonya yang sedang berciuman dengan Gaara tadi malam yang ternyata diambil diam-diam oleh Ito. Sakura mengamuk—untuk menutupi rasa malu, dan terjadilah adegan kejar-kejaran di halaman ini. Berhenti, Ito! Sakura hampir kehabisan napas. Juniornya itu lari cepat sekali, sulit baginya untuk menyusul. Namun sepertinya keberuntungan sedang berada di pihaknya; Ito jatuh akibat tersandung akar besar di depan sebuah kuil tua. Sakura langsung saja merampas ponsel pemuda itu dan menghapus fotonya. Beres, Sakura menggumam puas. Dilemparkannya ponsel itu pada Ito yang tengah sibuk menggelontorkan dedaunan kering yang menempel di kaus dan celana jeans-nya. Jika dia tidak bergerak cekatan, ponsel itu sudah terpecah-belah di tanah. Kalau kau memberikannya baik-baik, kita tidak perlu ngos-ngosan begini, kata Sakura ketus. Sekarang apa yang mau kau pamer ke Dei-senpai? Ito tersenyum meremehkan. Tenang, Senpai. Aku sudah mengirimnya sebelum foto itu kau hapus. Kini senyum remehnya berubah jadi senyum kemenangan. KAU! Sakura pasti sudah menyerang Ito jika Gaara tidak menangkap lengannya. Karena sudah di sini, katanya, ayo kita berdoa bersama. Gadis itu membiarkan Gaara membawanya ke depan altar pemanjatan doa, dan membiarkan Ito melarikan diri. Nanti akan kubalas, pikirnya. Sakura terlalu sibuk memperhatikan Ito hingga baru menyadari Gaara di sebelahnya kini tengah khusyuk dalam doanya. Sebelum lelaki itu selesai, Sakura memasukkan uang koin ke dalam kotak kayu di depannya, kemudian menggoyangkan tali beberapa kali untuk membunyikan lonceng yang dipasang di atasnya. Kedua tangannya mengatup rapat di depan dada, wajahnya menunduk khidmat. Banyak permintaan yang dipanjatkannya. Keselamatan ayah dan ibunya di desa, keberhasilan usaha ayahnya, keberhasilan film pertamanya—termasuk kemampuan untuk menghadapi Sasuke, dan yang terakhir adalah cinta. Sakura mengucap lagi dalam hati, berharap dia bisa mencintai Gaara, dan berharap dia adalah lelaki yang tepat untuknya. Setelah selesai berdoa, Gaara mengajaknya membeli takoyaki yang dijual di dekat gerbang kuil. Sementara lelaki itu menunggui pesanan mereka dipanggang, Sakura melihat-lihat aneka asesoris etnik yang dijual di sebelahnya. Sebuah gelang yang terbuat dari manik-manik hitam mengilat berbahan kayu menarik perhatian Sakura. Koin yang bagian tengahnya bolong seperti koin 5 yen dan huruf-huruf kanji bermakna keberuntungan mengukir pinggiran koin, menjadi mata gelang itu. Kau suka itu? tanya Gaara. Sakura bahkan belum menjawab ketika dia mengambil benda yang dimaksud dan memberikan beberapa lembar uang kepada penjualnya sesuai harga yang tertulis pada label. Wah, lambang ikatan cinta! Romantis sekali… kata Tenten yang entah sejak kapan berdiri di belakang mereka. Matanya berbinar-binar menatap Sakura dan Gaara, membuat wajah mereka merona. Jangan berpikir macam-macam! sahut Sakura. Sementara Gaara menghindar ke penjual takoyaki berhubung pesanannya sudah matang. Naruto yang juga kedatangannya tidak disadari, langsung saja sibuk mencari sepasang gelang atau asesori apa saja yang seperti gelang–lambang–ikatan–cinta milik Sakura dan Gaara—seperti kata Tenten. Tanpa perlu bertanya, Tenten, Sakura, dan Gaara tahu untuk siapa oleh-oleh itu nantinya akan diberikan. Jangan cuma Hinata, belikan aku juga dong, goda Tenten. Aku kan bukan pacarmu, sahut Naruto. Jadi… kau dan Hinata sudah jadian juga? Naruto jadi salah tingkah. Itu… Ah! Komura! Perhatiannya langsung beralih pada lelaki gemuk berkulit gelap yang baru datang bersama Ito, membawa laptop di tangannya. Bagaimana? Hasil potret kalian bagus-bagus kan? Naruto menghindar menghampiri kedua junior itu di bangku panjang. Tenten mengembungkan pipi dan menatapnya kesal, kesal setelah diabaikan begitu saja. Tentu saja potret yang paling bagus, punyamu ini, Ito berkomentar, sambil menunjuk foto pada layar laptop di pangkuan Komura. Komura mengangguk, setelah melahap satu bulatan takoyaki yang disodorkan Gaara. Kalau dibandingkan foto-foto Naruto, foto kami bukan apa-apa, katanya. Jangan bilang begitu. Tentu saja tidak adil kalau membandingkannya dengan fotoku, Naruto menyahut. Makanya, aku berencana membuat lomba fotografi untuk para pemula dan amatir. Aku akan undang teman-temanku dari London untuk menjadi jurinya. Bagaimana? Eh? Bikin lomba fotografi sendiri? Tenten bersuara. Ide bagus, sahut Gaara. Tapi kalau mengatas-namakan kampus, sebaiknya kau beri tahu Kakashi-sensei atau Genma-sensei lebih dulu. Tenang saja. Aku sudah membicarakannya dengan mereka, dan mereka setuju. Segala persiapannya sudah kupikirkan, tinggal menjalankannya saja. Sakura menatap Naruto tanpa berkomentar. Percaya dirinya tinggi sekali, pikirnya. Bukan maksud berpikir pesimis. Hanya saja, rektor kampusnya terkenal sebagai orang yang sulit menerima rencana-rencana baru yang dibuat oleh orang asing—Naruto, yang tidak ada sangkut-pautnya dengan institusinya. Danzo mungkin akan jadi kesulitan terbesar dalam melaksanakan rencana ini. Sakura terkesiap saat semua mata tertuju padanya. Bagaimana denganmu, Sakura? tanya Naruto. Aku perlu dukungan untuk rencana ini. Jadi apa kau setuju? Gadis itu mengangkat bahu. Dia tak berniat mengatakan apa yang tadi dipikirkannya, tidak perlu membuat Naruto kecewa sebelum berbuat apa-apa. Aku sih setuju saja, katanya kemudian. Lomba ini bagus untuk meningkatkan kualitas seni fotografi kita. Tapi mungkin aku tidak bisa banyak membantu pelaksanaannya. Aku mengerti. Impianmu yang sudah di depan mata tidak mungkin kau tinggalkan, bukan? Naruto menepuk pelan pundaknya. Ganbatte ne! Oi oi, kenapa malah aku yang disemangati? Naruto benar, Tenten menyambung. Kalau kau sampai gagal, Sakura, aku tidak akan memaafkanmu! wajahnya dibuat-buat galak. Ito tertawa kecil. Jangan sampai aku memotret wajahmu yang berlinang air mata, Senpai. Jadi, jangan gagal ya! katanya. Aku yakin Senpai pasti bisa, Komura tak mau ketinggalan. Dia mengacungkan ibu jarinya sambil tersenyum lebar. Ganbatte, gumam Gaara. Gadis berambut merah muda itu tertegun. Topik pembicaraan malah berbelok. Naruto yang punya rencana, tiba-tiba dia yang mendapat kata-kata semangat. Minna… matanya yang mulai berkaca-kaca menatap kawan-kawannya satu per satu. Tangannya mengepal kuat. Aku akan lakukan yang terbaik. Jimat, ramalan, atau apapun yang bisa membawa keberuntungan menurut orang lain, rasanya tidak lagi diperlukan Sakura. Dia merasa sudah lebih dari cukup, dengan memiliki teman-teman yang begitu solid dan peduli padanya. Tak ada yang lebih beruntung dibandingkan dirinya sekarang. Liburan yang singkat itu berakhir sore harinya. Mereka kembali ke Konoha sebelum gelap. Sementara itu, pembicaraan mengenai rencana lomba foto dilanjutkan selama perjalanan berlangsung. Meski sekali lagi, dalam hati Sakura menyayangkan dirinya tak bisa ikut berpartisipasi. ~LilJo~ Atsuii… keluh Sakura. Tubuhnya berbaring malas di atas sofa di ruang televisi sambil mengipas-ngipas dengan kipas hadiah yang didapatnya sebagai suvenir dari penginapan onsen kemarin. Kertas-kertas yang penuh dengan coretan dan sketsa pensil berserakan di atas meja. Urusannya dengan naskah baru saja selesai—dikerjakan sejak malam hari dia tiba. Dia tidur tidak lebih dari dua jam subuh tadi, dan terus bekerja hingga saat ini. Kini rasanya tak tersisa sedikit tenaga pun untuk melakukan sesuatu, tambah lagi udara panas yang semakin membuatnya tak berdaya. Sakura sebenarnya tidak ingin memakasakan diri. Hanya saja dia terbiasa melakukan sesuatu hingga tuntas. Lagipula dia kini berada dalam dunia profesional, dimana orang-orang yang terlibat dengannya juga bekerja secara profesional. Sakura tak bisa bersantai-santai saja. Meski masih jauh dari jadwal yang sudah ditetapkan, dia ingin segalanya siap lebih dulu. Jika Ino dan Hinata ada di rumah, tentu saja mereka takkan membiarkan Sakura kerja berlebihan begitu—Itu sebabnya Sakura bersyukur mereka tidak ada di saat yang tepat. Hinata belum memberi kabar kapan akan kembali, sementara Ino telah mendapatkan kesempatan main di drama produksi DS Studio. Sama seperti Sakura, dia ingin belajar bersikap profesional. Walaupun hanya mendapat peran pendukung, Si Pirang selalu datang pagi-pagi sekali ke lokasi syuting, dan pulang larut malam setelah semua crew selesai membereskan perlengkapan. Sakura bangkit dari pembaringannya. Jenuh hanya bermalas-malasan dalam udara yang membakar itu. Dia perlu udara segar, dan dia perlu sesuatu untuk membasahi kerongkongannya yang terasa begitu kering. Sesuatu yang dingin, manis juga akan lebih enak; berlapis lelehan coklat dan sedikit taburan chocochips di atasnya. Sakura teringat es krim cone merk baru yang khusus dipasarkan pada musim panas ini. Cepat-cepat Sakura mengayuh sepedanya menuju sebuah kafe es krim di ujung jalan kompleks. Jika hanya dijual pada musim panas ini, artinya stoknya pasti terbatas. Apalagi peminatnya banyak sekali. Dia harus bergegas jika tidak ingin kehabisan. Benar saja. Begitu tiba di sana, boks es krim kemasan di depan kafe hampir kosong. Hanya tertinggal satu es krim cone yang sejak tadi Sakura pikirkan. Aku memang dilahirkan dengan keberuntungan, gumamnya begitu senang. Namun senyumnya lenyap seketika saat tangan seseorang mengulur bersamaan dengan tangannya untuk mengambil es krim cone coklat yang tinggal satu-satunya. Mata Sakura membelalak. Kepala Ayam! dia menggeram. Kau lagi! ketus Sasuke. Keduanya tak sedikitpun berniat melepas es krim, merelakannya untuk yang lain. Genggaman tangan mereka justru dipererat. Ini es krimku. Lepaskan tanganmu! kata Sakura sengit. Kau yang lepaskan. Jangan bilang es krimku, bayar juga belum. Aku yang mengambilnya lebih dulu! Sasuke melotot. Aku melihatnya lebih dulu. Kenapa sekarang kau tidak mau melepaskan makanan–manis–yang–tidak–berguna, huh? Melihat sorot mata Sakura, lelaki itu tahu dia sedang meledeknya. Aku membelinya untuk seseorang, katanya. Sakura menatapnya penuh selidik. Pandangannya kemudian beralih pada sedan Sasuke yang diparkir di seberang jalan. Di dalamnya terlihat seorang wanita berambut hitam panjang, wajahnya tidak terlalu jelas karena kacamata gelap yang dipakainya. Sakura paham. Tersenyum simpul, Sakura berkata, Belum lama putus dengan Karin, sekarang berkencan dengan gadis lain. Apa maksudmu? Bukan apa-apa. Lepaskan saja es krimku! Sakura dan Sasuke tidak sadar telah menjadi pusat perhatian. Orang-orang di sekeliling memperhatikan mereka menarik-ulur sebuah es krim cone sambil saling bertatapan sengit. Seorang pelayan bermaksud mendamaikan keduanya. Ano, kami masih punya— Jangan ikut campur! Sasuke dan Sakura kompak melempar tatapan mengerikan pada lelaki kurus itu. Ngapain kau di sini? tanya Sakura ketus begitu si pelayan pergi. Ini tempat umum. Kau tidak berhak melarangku ke sini, sahut Sasuke. Sakura menatapnya beberapa saat, seolah sedang menyusun kata-kata pembalasan. Apa aku sudah pernah bilang padamu? Berada di dekatmu selalu membuatku sial. Setiap kali aku bertemu kau, semuanya berbuntut masalah. Terakhir bertemu denganmu, muncul foto skandal itu di koran. Kau merusak reputasiku. Jadi jangan pernah dekat-dekat denganku lagi! Ha? Kau pikir aku senang dekat-dekat denganmu? Sasuke tertawa remeh. Jangan bercanda. Kau keliru mengait-ngaitkan kesialan hidupmu denganku. Jika kau kurang beruntung, itulah takdir. Jangan selalu salahkan orang lain. Ada apa ini? seorang wanita berambut hitam panjang yang tadi dilihat Sakura di dalam mobil Sasuke, kini berdiri di belakang lelaki itu. Kacamatanya telah dilepas. Mata Sakura membulat. Mikoto-basan… dia menggumam tak percaya. Tentu saja tak percaya, wanita yang semula disangka sebagai kekasih baru Sasuke rupanya ibunya sendiri. Dalam hati, Sakura menyesal pernah berpikir begitu. Sakura-chan? Mata onyx Mikoto yang begitu indah berbinar. Hisashiburi ne! ucapnya ramah. Sakura pernah bertemu dengan ibu Sasuke di Hari Kunjungan Orang Tua Murid. Mikoto adalah wanita yang sangat ramah. Dia suka tersenyum sampai matanya hampir terpejam. Tutur katanya begitu lembut—sama sekali tidak seperti Sasuke. Yang membuat Sakura terkesan, wanita itu belum lupa padanya, padahal mereka hanya bertemu satu kali di hari kunjungan itu. Ibu Sasuke memang orang yang sibuk, seperti halnya ayah Sasuke. Dia adalah pengurus sebuah grup teater di Broadway, sehingga jarang sekali bisa menemuinya di Jepang. Mikoto tertawa tertahan setelah mengetahui kejadian sebenarnya tentang insiden–perebutan–es–krim. Dia, bersama Sakura dan Sasuke, akhirnya memutuskan duduk-duduk sebentar di kafe untuk mengobrol—Es krim cone coklat yang tadi jadi rebutan akhirnya tidak jadi milik siapa-siapa, keburu meleleh akibat terlalu lama digenggam Sasuke dan Sakura. Sasuke terpaksa membayarnya karena tidak mungkin dikembalikan ke boks. Seharusnya kau mengalah, Sasu-kun, kata Mikoto. Memangnya tadi siapa yang ngotot minta dibelikan es krim? Sasuke menggerutu. Tolong jangan panggil aku dengan sebutan itu di depan umum, dia menambahkan dengan penekanan suara. Sakura hampir tertawa. Baru begitu saja, Sasuke sudah memberinya tatapan ketus. Jadi, Obasan sedang liburan di Jepang? Sakura mengalihkan topik, setelah melahap sesuap es krim vanila pesanannya—ditraktir Mikoto. Wanita itu mengangguk. Begitu diberi tahu bahwa Sasu-kun mendapatkan film pertamanya, aku langsung mengatur jadwal untuk pulang ke Konoha. Aku cuma ingin lihat dia bilang action di belakang kamera. Dia mengedipkan mata pada Sasuke. Saat Sakura menoleh pada Sasuke, lelaki itu tak menghiraukan ucapan ibunya selain menggerutu soal nama kecilnya yang masih saja disebut-sebut. Tidak kusangka, Sakura-chan juga ambil bagian di film yang sama, Mikoto menatap bangga Sakura, sama bangganya seperti saat tadi dia membicarakan putranya. Kalau dengan Sakura-chan, aku yakin sekali film ini akan sukses. Sasu-kun dan Sakura-chan dari dulu memang cocok! Sasuke maupun Sakura tidak berkomentar soal ini. Mereka bahkan tak ingin saling bertemu mata. Sakura tidak tahu dari sudut pandang apa ibu Sasuke itu menganggap mereka cocok. Meskipun begitu, Sakura hanya menanggapi dengan senyuman kosong. Untungnya perasaan canggung serta sikap kikuk setiap kali Mikoto menyinggung soal dia dan Sasuke tidak perlu Sakura alami lebih lama lagi, karena ibu dan anak itu pamit karena baru teringat urusan lain—Sakura juga bersyukur, Mikoto tidak sekalipun mengungkit soal fotonya dengan Sasuke. Gadis itu mengantar ibu Sasuke sampai ke mobil. Sampai ketemu besok, Sakura-chan, kata Mikoto sambil melambaikan tangannya dengan anggun sebelum Sasuke menutupkan pintu untuknya. Sampai ketemu be—Eh? Besok? kedua alis Sakura bertaut. Sasuke melempar tatapan padanya. Ya, besok, katanya. Jadwal syuting dipercepat. Besok kita berangkat ke Venice. Tapi Itachi-san tidak memberitahuku— Karena belum diberi tahu, makanya kusampaikan padamu, sahut Sasuke dengan bosan. Pemuda itu masuk ke mobilnya, kemudian memperlihatkan wajahnya setelah menurunkan kaca jendela. Bersiap-siaplah. Pesawatnya berangkat pagi-pagi sekali. Sakura belum beranjak dari tempatnya berdiri sampai mobil Sasuke hilang dari pandangan. Dia masih terlalu terkejut dengan perubahan rencana ini. Besok? Pagi-pagi sekali? Ke Venice? To be continued… -------------------------------------------------------------------------------- atsuii: panas
Posted on: Mon, 02 Dec 2013 13:15:27 +0000

Trending Topics



www.topicsexpress.com/WE-are-mass-hiring-Convergys-needs-new-people-for-new-accounts-topic-406834982805009">WE are mass hiring.. Convergys needs new people for new accounts.
Insulated Nut Driver, T, 1000V, 13mm Hex P6HZ4K FM-94TL.13AVSE
On November 21, 2014, around 12:25 p.m. a Deputy advised a citizen
Singapore accident annual report 21 March 2013 MEDIA
FAITH GROWS THROUGH HEARING THE WORD OF GOD! ABSTAIN FROM ALL
Motivation: I dont know what that dream is that you have, I dont

Recently Viewed Topics




© 2015