Memorandum of Understanding antara Pemerintah Republik - TopicsExpress



          

Memorandum of Understanding antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka ************************************************** **** Pemerintah Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan mereka komitmen untuk damai, komprehensif dan susta solusi inable dengan konflik di Aceh dengan bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan Rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan negara dan konstitusi Republik Indonesia. Para pihak sangat yakin bahwa hanya dengan pe penyelesaian aceful konflik akan memungkinkan pembangunan kembali Aceh setelah bencana tsunami pada 26 Desember 2004 dapat mencapai kemajuan dan berhasil. Pihak-pihak yang terlibat konflik berkomitmen untuk membangun saling kepercayaan dan keyakinan. Memorandum of Understanding (MoU) rincian perjanjian dan prinsip-prinsip yang akan memandu proses transformasi. Untuk maksud ini Pemerintah RI dan GAM menyepakati hal-hal berikut: 1 Pemerintahan di Aceh 1.1 Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh 1.1.1 Undang-undang baru tentang Pemerintahan Aceh akan diundangkan dan akan berlaku sebagai sesegera mungkin dan selambat-lambatnya 31 Maret 2006. 1.1.2 Undang-undang baru pada Governing Aceh akan didasarkan pada prinsip-prinsip berikut: a) Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diberikan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali di bidang urusan luar negeri s, pertahanan luar, keamanan nasional, moneter dan fiskal, peradilan dan kebebasan beragama, dimana kebijakan yang merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi. b) perjanjian internasional yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal khusus bunga Aceh akan dimasukkan ke dalam dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh. c) Keputusan yang terkait dengan Aceh oleh th e legislatif Republik Indonesia akan dilakukan dengan konsultasi dan dengan persetujuan dari legislatif Aceh. d) Tindakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan dengan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh. 1.1.3 Nama Aceh dan gelar pejabat terpilih senior akan ditentukan oleh legislatif Aceh setelah pemilihan umum berikutnya. 1.1.4 Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956. 1.1.5 Aceh memiliki hak untuk menggunakan daerah sy mbols termasuk bendera, lambang dan himne. 1.1.6 Kanun Aceh akan kembali dibentuk di Aceh menghormati tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh dan mencerminkan persyaratan hukum kontemporer Aceh. 1.1.7 Lembaga Wali Nanggroe dengan semua atribut dan hak seremonial yang akan dibentuk. 1.2 Partisipasi Politik 1.2.1 Sesegera mungkin, tetapi tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi establi shment partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional. Memahami aspirasi rakyat Aceh untuk lokal partai politik, Pemerintah RI akan menciptakan, dalam satu tahun atau paling lambat 18 bulan sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, kondisi politik dan hukum untuk pendirian lokal partai politik di Aceh dengan berkonsultasi dengan DPR. Tepat waktu pelaksanaan MoU ini akan memberikan kontribusi positif untuk mencapai tujuan ini. 1.2.2 Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman ini, rakyat Aceh akan memiliki hak untuk mencalonkan calon untuk posisi semua pejabat yang dipilih untuk mengikuti pemilihan di Aceh pada April 2006 dan selanjutnya. 1.2.3 Pemilihan lokal yang bebas dan adil akan diselenggarakan di bawah undang-undang baru tentang Pemerintahan dari Aceh untuk memilih Kepala Pemerintah Aceh dan pejabat terpilih lainnya pada bulan April 2006 serta untuk memilih anggota legislatif Aceh pada tahun 2009. 1.2.4 Sampai tahun 2009 legislatif Aceh akan tidak berhak untuk memberlakukan hukum tanpa persetujuan Kepala Pemerintah Aceh. 1.2.5 Semua penduduk Aceh akan diberikan identitas baru kartu sebelum pemilihan pada bulan April 2006. 1.2.6 Partisipasi penuh semua orang Aceh dalam pemilihan lokal dan nasional akan dijamin sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia. 1.2.7 Pemantau dari luar akan diundang untuk memantau tor pemilu di Ac eh. Pemilu lokal dapat bisa diselenggarakan dengan bantuan teknis dari luar. 1.2.8 Akan adanya transparansi penuh dalam dana kampanye. 1.3 Ekonomi 1.3.1 Aceh berhak untuk mengumpulkan dana dengan pinjaman eksternal. Aceh berhak untuk menetapkan bunga tarif di luar itu ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia. 1.3.2 Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan internal yang resmi. Aceh memiliki hak untuk melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik investasi asing langsung dan pariwisata ke Aceh. 1.3.3 Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di laut teritorial di sekitar Aceh. 1.3.4 Aceh berhak menguasai tujuh puluh (70) persen dari pendapatan dari semua saat ini dan cadangan hidrokarbon masa depan dan sumber daya alam lainnya di wilayah Aceh serta di laut teritorial sekitar Aceh. 1.3.5 Aceh melakukan pengembangan dan administrasi semua pelabuhan dan bandara dalam wilayah Aceh. 1.3.6 Aceh akan menikmati perdagangan bebas dengan semua bagian Republik Indonesia tanpa hambatan pajak, tarif ataupun hambatan lainnya. 1.3.7 Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing, melalui laut dan udara. 1.3.8 Pemerintah RI bertekad untuk menciptakan transparansi dalam pengumpulan dan pengalokasian pendapatan antara Pemerintah Pusat dan Aceh dengan menyetujui auditor luar melakukan verifikasi ini kegiatan dan mengkomunikasikan hasil s kepada kepala pemerintahan Aceh. 1.3.9 GAM akan mencalonkan wakil-wakilnya untuk berpartisipasi secara penuh pada semua tingkatan dalam komisi yang dibentuk untuk melaksanakan rekonstruksi pasca-Tsunami (BRR). 1.4 Aturan hukum 1.4.1 Pemisahan kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan yudikatif akan diakui. 1.4.2 Legislatif Aceh akan merumuskan kembali le gal kode untuk Aceh atas dasar yang universal prinsip-prinsip hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Internasional Perserikatan Bangsa Amerika Perjanjian tentang Hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. 1.4.3 Sebuah independen dan imparsial pengadilan sy batang, termasuk pengadilan banding, akan dibentuk di Aceh di dalam sistem peradilan Republik Indonesia. 1.4.4 Penunjukan Kepala Kepolisian Aceh dan Kepala Kejaksaan Tinggi harus disetujui oleh Kepala Pemerintah Aceh. Perekrutan dan pelatihan kepolisian organik dan penuntut umum akan ta Tempat Ke dalam consultat ion dengan dan dengan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh, sesuai dengan yang berlaku standar nasional. 1.4.5 Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh militer personil di Aceh akan diadili pada pengadilan sipil di Aceh. 2 HAK ASASI MANUSIA 2.1 Pemerintah RI akan mematuhi PBB Kovenan Internasional tentang Sipil dan Politik Hak dan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. 2.2 Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh. 2.3 Komisi Kebenaran dan rekonsiliasi iation akan dibentuk di Aceh oleh Komisi Indonesia dari Trut h dan Rekonsiliasi dengan th e tugas merumuskan dan menentukan upaya rekonsiliasi. 3 Amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat 3.1 Amnesty 3.1.1 Pemerintah RI, sesuai dengan prosedur konstitusional, memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini. 3.1.2 tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dirilis tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya dalam waktu 15 hari dari tanda tangan MoU ini. 3.1.3 Kepala Misi Monitoring akan memutuskan kasus-kasus yang dipersengketakan sesuai dengan nasihat dari penasihat hukum Misi Monitoring. 3.1.4 Penggunaan senjata oleh GAM personil setelah penandatanganan MoU akan dianggap sebagai pelanggaran MoU dan akan mendiskualifikasi seseorang dari amnesti. 3.2 Reintegrasi kedalam masyarakat 3.2.1 Sebagai warga negara Republik Indonesia, semua orang yang telah diberikan amnesti atau dibebaskan dari penjara atau penahanan tion akan memiliki semua politik, ekonom hak ic dan sosial serta hak untuk berpartisipasi secara bebas dalam proses politik baik di Aceh maupun di tingkat nasional. 3.2.2 Orang yang selama konflik telah meninggalkan kewarganegaraan mereka Republik Indonesia akan memiliki hak untuk mendapatkannya kembali. 3.2.3 Pemerintah RI dan Pemerintah Aceh akan melakukan upaya untuk membantu orang-orang yang memiliki berpartisipasi dalam kegiatan GAM guna memperlancar reintegrasi mereka ke dalam masyarakat sipil. Langkah-langkah ini termasuk faktor ekonomi ilitation untuk mantan kombatan, diampuni tahanan politik dan civi terkena lians. Suatu Dana Reintegrasi di bawah kewenangan Pemerintah Aceh akan dibentuk. 3.2.4 Pemerintah RI akan mengalokasikan dana untuk rehabilitatio yang n publik dan privat e menghancurkan properti atau rusak akibat konflik untuk dikelola oleh Pemerintah Aceh. 3.2.5 Pemerintah RI akan mengalokasikan cocok lahan pertanian serta dana ke Pemerintah Aceh dengan tujuan untuk memperlancar reintegrasi ke dalam masyarakat mantan kombatan dan kompensasi untuk polit tahanan ical dan terpengaruh ci vilians. Pihak berwenang Aceh akan memanfaatkan tanah dan dana sebagai berikut: a) Semua mantan pasukan GAM akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, atau, dalam kasus mereka tidak mampu bekerja, jaminan sosial yang memadai kerja dari Pemerintah Aceh. b) Semua diampuni politik tahanan akan menerima alokasi yang cocok tanah pertanian, pekerjaan atau, dalam kasus tidak mampu bekerja, memadai jaminan sosial dari Pemerintah Aceh. c) Semua warga sipil yang menderita de kerugian monstrable akibat konflik akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau dalam kasus tidak mampu bekerja, jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh. 3.2.6 Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim yang belum terpenuhi. 3.2.7 kombatan GAM akan memiliki hak untuk mencari pekerjaan di polisi organik dan tentara organik di Aceh tanpa di scrimination dan sesuai dengan standar nasional. 4 PENGATURAN KEAMANAN 4.1 Semua aksi kekerasan antara pihak-pihak w end sakit terbaru pada saat penandatanganan Nota Kesepahaman ini. 4.2 GAM melakukan demobilisasi atas semua nya 3000 pasukan militernya. Anggota GAM tidak akan memakai seragam maupun menunjukkan milit ary emblem atau simbol setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini. 4.3 GAM melakukan decommissioning semua senjata, amunisi dan alat peledak yang dimiliki oleh para anggota dalam kegiatan GAM dengan bantuan dari Aceh Monitoring Misi (AMM). GAM berkomitmen untuk menyerahkan 840 senjata. 4.4 dekomisioning GAM persenjataan s akan dimulai pada tanggal 15 September 2005 dan akan dieksekusi dalam empat tahap dan selesai pada tanggal 31 Desember 2005. 4.5 Pemerintah RI akan menarik semua elemen non- militer organik dan non- Kepolisian Aceh dari Aceh. 4.6 relokasi militer non-organik dan polisi non-organik untuk ces akan dimulai pada 15 September 2005 dan akan dieksekusi dalam empat tahap secara paralel dengan GAM dekomisioning segera setelah setiap tahap telah diverifikasi oleh AMM, dan selesai pada tanggal 31 Desember 2005. 4.7 Jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 14.700 orang. Jumlah kekuatan polisi organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 9.100 orang. 4.8 Tidak akan ada langkah besar KASIH kekuatan militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini. Semua gerakan lebih dari ukuran peleton akan membutuhkan pemberitahuan terlebih dahulu kepada Kepala Pemantauan Misi. 4.9 Pemerintah RI melakukan pengumpulan semua senjata illegal, amunisi dan bahan peledak dimiliki oleh setiap kelompok dan pihak-pihak ilegal. 4.10 Polisi organik akan bertanggung jawab untuk menegakkan intern hukum dan ketertiban di Aceh. 4.11 Tentara akan bertanggung jawab untuk menjaga pertahanan eksternal Aceh. Dalam biasa masa damai circumst ances, hanya militer organik untuk ces akan prese nt di Aceh. 4.12 Anggota Aceh organik fo polisi rce akan menerima khusus pelatihan di Aceh dan luar negeri dengan penekanan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia. 5 PEMBENTUKAN ACEH MONITORING MISI 5.1 Pemantauan Aceh Mi ssion (AMM) akan membangun ed oleh Uni Eropa dan Negara ASEAN berkontribusi dengan m andate untuk memantau pelaksanaan komitmen yang diambil oleh para pihak dalam Nota Kesepahaman ini. 5.2 Tugas AMM adalah untuk: a) memantau demobilisasi GAM dan decommissioning persenjataannya, b) memantau relokasi non-organ pasukan dan militer ic polisi non-organik tentara, c) memantau reintegrasi anggota-anggota GAM yang aktif, d) memantau situasi hak asasi manusia dan memberikan bantuan dalam bidang ini, e) memantau proses perubahan legislasi, f) memutuskan kasus-kasus amnesti yang disengketakan, g) menyelidiki dan memutus pengaduan dan dugaan pelanggaran MoU, h) membangun dan memelihara hubungan dan kerjasama yang baik dengan pihak-pihak. 5.3 Status Persetujuan Misi (SoMA) antara Pemerintah RI dan Uni Eropa akan ditandatangani setelah Nota Kesepahaman ini ditandatangani. SoMA mendefinisikan status, hak istimewa dan kekebalan AMM dan anggota-anggotanya. Negara memberikan kontribusi ASEAN yang memiliki diundang oleh Pemerintah RI akan menegaskan secara tertulis penerimaan dan kepatuhan mereka dengan SoMA dimaksud. 5.4 Pemerintah RI akan memberikan semua dukungannya bagi carryi ng keluar dari mandat AMM. Untuk ini end, Pemerintah RI akan menulis surat kepada Uni Eropa ropean Union dan ASEAN c negara ontributing menyatakan komitmen dan dukungannya kepada AMM. 5.5 GAM akan memberikan semua dukungannya bagi pelaksanaan dari mandat AMM. Untuk ini akhirnya, GAM akan menulis surat kepada Uni Eropa dan negara-negara ASEAN berkontribusi menyatakan komitmen dan dukungannya kepada AMM. 5.6 Para pihak bertekad untuk menyediakan AMM dengan aman, kerja yang aman dan stabil kondisi dan berjanji kerja sama penuh dengan AMM. 5,7 monitoring memiliki kebebasan bergerak yang tidak terbatas di Aceh. Hanya tugas-tugas yang tercantum dalam rumusan Nota Kesepahaman akan diterima oleh AMM. Para pihak tidak memiliki hak veto atas tindakan atau kontrol terhadap kegiatan operasional AMM. 5.8 Pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas keamanan semua personil AMM di Indonesia. Misi Personil AMM tidak membawa senjata. Kepala Misi Monitoring dapat memutuskan perkecualian bahwa patroli tidak akan didampingi pasukan bersenjata Pemerintah RI. Karena kasus, Pemerintah RI akan diberitahukan dan Pemerintah RI tidak akan menganggap r esponsibility untuk keamanan patroli tersebut. 5.9 Pemerintah RI akan menyediakan senjata koleksi poin dan sup koleksi senjata ponsel pelabuhan tim bekerjasama dengan GAM. 5.10 kehancuran Segera akan dilakukan setelah pengumpulan senjata dan amunisi. Proses ini akan sepenuhnya melakukan cumented dan dipublikasikan sebagaimana mestinya. 5.11 AMM melaporkan kepada Kepala Pengawasan Misi yang akan memberikan laporan rutin kepada para pihak dan kepada orang lain seperti yang diperlukan, serta orang yang ditunjuk atau kantor dalam Uni Eropa dan negara-negara ASEAN berkontribusi. 5.12 Setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini setiap pihak akan menunjuk seorang wakil senior untuk menangani dengan semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Nota Kesepahaman ini dengan Kepala Pemantauan Misi. 5.13 Para pihak bertekad Themse lves ke respon pemberitahuan Prosedur ibility kepada AMM, Termasuk isu-isu militer dan rekonstruksi. 5.14 Pemerintah RI akan mea sesuai lakukannya berkaitan dengan pelayanan medis darurat dan rumah sakit bagi personil AMM. 5.15 Dalam rangka memfasilitasi transparansi, Pemerintah RI w sakit mengizinkan akses penuh bagi perwakilan media nasional dan internasional ke Aceh. 6 PENYELESAIAN SENGKETA 6.1 Dalam hal disput es mengenai implementasi MoU ini, ini akan diselesaikan segera sebagai berikut: a) Sebagai aturan, akhirnya sengketa concerni ng pelaksanaan Nota Kesepahaman ini akan diselesaikan oleh Kepala Pengawasan Misi, dalam dialog dengan para pihak, dan semua pihak memberikan informasi yang dibutuhkan secepatnya. Kepala Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang akan mengikat para pihak. b) Jika Kepala Misi Monitoring menyimpulkan bahwa perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan cara dijelaskan di atas, di spute akan berdiskusi d bersama-sama oleh Kepala Misi Monitoring dengan perwakilan senior masing-masing pihak. Setelah ini, Kepala Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang akan mengikat para pihak. c) Dalam kasus-kasus di mana perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui salah satu cara sebagaimana disebutkan di atas, Kepala Monito cincin Misi akan melaporkan secara langsung kepada Koordinator Menteri Politik, Hukum dan Keamanan Negeri Republik Indonesia, pimpinan politik GAM dan Ketua Dewan Direksi Crisis Management Initiative, dengan Politik Uni Eropa dan Komite Keamanan informasi. Setelah berkonsultasi dengan para pihak, Ketua Dewan Direksi Krisis Management Initiative akan membuat keputusan yang akan mengikat para pihak. ****************************** Pemerintah RI dan GAM tidak akan melakukan tindakan apapun tidak konsisten dengan surat atau semangat ini Nota Kesepahaman. ****************************** Ditandatangani dalam rangkap tiga di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus pada tahun 2005. Atas nama Pemerintah Republik Indonesia, Hamid Awaludin Atas nama Gerakan Aceh Merdeka, Malik Mahmud Menteri Hukum dan HAM Pimpinan Seperti disaksikan oleh Martti Ahtisaari Mantan Presiden Finlandia Ketua Dewan Direksi Crisis Management Initiative Fasilitator proses negosiasi
Posted on: Mon, 26 Aug 2013 06:09:14 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015