Menyamakan dua fakta yang berbeda, kemudian menghukuminya sama, itu hukumnya haram. Karena bisa jatuh pada mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. Ali bin Abu Thalib ra, pernah dituduh melanggar syariat Islam oleh Khawarij dalam masalah tahkim. Orang khawarij menuduh Ali telah bertahkim kepada manusia, padahal bertahkim itu hanya kepada Allah. Maka Ali menjawab, Mereka menerapkan dalil yang benar untuk fakta yang keliru. Oleh karena itu, soal PNS bukan soal thoghut. Tidak ada hubungannya dengan thoghut. Apakah hanya karena PNS bekerja di Indonesia lantas PNS dihukumi pro thoghut? Kalau seperti itu logikanya, maka besok KTP dan SIM yang ada harus dibakar saja. karena itu juga salah satu hasil kerjaan PNS. Tidak perlu buat Kartu Keluarga, tidak perlu ke Bidan kalau mau punya anak, tidak perlu sekolah karena tanda kelulusan itu hanya diberikan oleh Depdiknas. Kalau barang kemalingan, tidak usah lapor polisi. Kalau ada yang membunuh adik kita tidak usah lapor polisi. Soal PNS itu soal akad. Sebab, PNS itu adalah bagian dari aktivitas manusia satu dengan yang lainnya. Aktivitas manusia satu dengan yang lain itu termanifestasi dalam akad. Makanya kalau nggak paham akad, ya nggak usah bicara soal PNS. Lebih baik diam. Itu namanya sok tahu. Makanya berkali-kali saya menyampaikan, mantiq itu hanyalah cara berpikir, bukan metode berpikir. Kalau orang mau menghukumi sesuatu, ya harus dengan MIKIR; bukan dikait-kaitkan premis ini dengan premis itu lalu kesimpulan. Mikir itu apa? Yaitu menghukumi (mengambil kesimpulan atas) fakta secara mendalam dan menyeluruh, menggunakan akal dan indera yang sehat, lalu dikaitkan dengan informasi awal. Jadilah yang namanya MIKIR. Maka, jadi orang islam itu ya harus berpikir tasyrii, artinya MIKIRnya itu ya harus sesuai hukum syara. Ngaku orang Islam tapi ngikutnya sama Aristoteles. Apa-apaan ini? oleh: ustadz Agus trisa
Posted on: Thu, 14 Nov 2013 16:25:21 +0000
Trending Topics
Recently Viewed Topics
© 2015