Ngudhoroso Jengkel Pagi-pagi sekali, mBokmase njranthal ke bank - TopicsExpress



          

Ngudhoroso Jengkel Pagi-pagi sekali, mBokmase njranthal ke bank sekedar untuk nukerin uang pecahan ratusan ewu jadi seribuan rupiah. Oleh pegawai bank (baca: bukan bank plecit) tentu ditolak. Sebab musababnya, bakul tidak boleh nukerin duit atusan juta jadi pecahan seribuan rupiah. "Emangnya kenapa tho mBak Galak? Wong uang-uang saya sendiri, mosok mau saya tukerin duit yang lebih kecil ewonan koq ndak boleh?" tanya mBokmase pada mBak Galak pegawai bank yang belum sempat sahur tadi pagi. "Begini lho mBokmas, Situ ndak boleh malak. Itu namanya serakah. Mosok nukerin duit atusan juta dengan uang recehan seribuan. Yang bener aja mBokmase. Sebenulnya untuk apa tho, koq sampai nukerin uang sebanyak enthu?" tanyak mBak Galak pegawai bank yang agak menor dandanannya enthu. "Saya mau bagi-bagiin ke pegawai pemerintah dan menteri-menteri, biar semua dapat bagian uang halal dari hasil keringat bakul SarKlewer jualan seharian bertahun-tahun. Biar mereka nanti ingat, ndak boleh korupsi lagi. Ini gantian uang BLSM (bantuan langsung sekarat mampus) buat mereka yang punya rencana korup!" Trus njhut tukang jasa penukaran uang di jalan gimana ndong dapat keuntungannya kalau diborong? ===== :( :( :( :( :( ===== Bankir Muda Berkantor di Jalanan Oleh Sie Oen Siapa sangka, anak muda berpenampilan kusut yang sering terlihat naik-turun bus kota di sekitar kawasan Jl. Thamrin itu, membawa uang lebih dari lima ratus ribu rupiah, setiap pagi di dalam tasnya. Bukan jumlah uang kecil yang ia bawa, bila kita nilai dari penampilan luar kesehariannya. Kombinasi Jean belel yang sobek di bagian atas lututnya dengan “baju gunung” bermotif kotak-kotak lengan panjang yang dilipat ke atas, untuk kedua kalinya ia pakai dalam satu minggu ini. Sekali-kali ia menghitung lembaran uang kertas ribuan, yang didapatnya dari sekali lompatan melalui pintu belakang bus kota. Dan sedikitnya sepuluh ribu rupiah uang telah berpindah tangan dari kondektur bus kota ke kantongnya. Penjambret atau pemeraskah profesi anak muda kerempeng berambut gondrong itu? “Jangan ceroboh dan buru-buru memvonis profesi orang, sebelum tahu persis siapa orang itu, ini Jakarta Bung, kata seorang teman mengingatkan dalam sebuah diskusi peluang bisnis manipulatif di warung Tegal, beberapa hari lalu. Semua kejadian bisa saja terjadi dalam sekejap bak kehidupan maya ala dunia sulap-menyulapnya penjual elusi, David Coperfield, kata Dia lebih lanjut. “Ada baiknya kalau kita tawarkan produk kacamata multidimensi yang mampu, tentunya enak dipakai, melihat pelbagai fenomena jakarta-sentrisme.” Sehingga kita tidak terus menerus terkecoh dan terkejut seperti yang banyak dilakukan oleh kebanyakan profesional muda kita. Barangkali memang benar, untuk memandang kehidupan maya yang chaostis di Jakarta ini, kacamata khusus yang mampu meneropong kompleksitas multi dimensi persoalan dengan membalik bayangan semu menjadi kasat mata, diperlukan. Sebab kalau tidak, bisa jadi kita akan selalu kehilangan otoritas moral untuk menjatuhkan vonis penilaian yang semena-mena terhadap profesi seseorang, sekalipun bisik-bisik di dalam hati. Berani benar anak itu, bisik salah seorang pekerja muda berdasi necis pada teman sekantor di sebelahnya. Disaat banyak orang sibuk lalu-lalang berangkat kerja, lanjut pemuda yang berkantor di salah satu Bank swasta itu, enak saja dia peroleh uang dengan mudah dan cepat dan cukup besar lagi. Mulanya banyak orang curiga memandang saya mas, kata Rhomulus Sigit Sihombing, nama anak muda blasteran Jawa-Batak yang dilahirkan di Jakarta dua puluh delapan tahun lalu itu, tapi lama-lama mereka tahu kalau saya tidak melakukan tindak kejahatan apa-apa. “Tidak secuil pun niat yang terlintas di benak saya untuk menjadi pencopet, apalagi memalak kondektur-kondektur bus itu, mana mungkin saya menang wong kerempeng kaya gini,” ujarnya lebih lanjut. Setelah mereka tahu saya bekerja secara halal, kata Sihombing dengan logat Tapanulian-nya lagi, bahkan saya sering mereka sebut Banker Jalanan. “Bah macam-macam pula orang itu! Memangnya saya I. Nyoman Moena apa! Ech siapa tahu, betul nggak Bang, guraunya.” Jangan salah sangka dulu, pemuda itu bukanlah melakukan transaksi jenis- barang terlarang seperti, ectasi, heroin ataupun sejenisnya yang lagi marak di jajakan pebisnis muda klas menengah atas Ibu Kota. Ia hanyalah wiraswastawan ulet yang melihat celah pasar menjajakan uang receh pecahan logam bagi keperluan kondektur bus kota. “Mulanya saya tidak nyangka kalau jualan uang cukup mengiurkan keuntungannya. Bayangkan saja, mereka –para kondektur bus menukarkan puluhan ribu uang kertas diganti dengan sembilan ribu uang logam, enggak masalah. Aku pikir ini peluang, itung-itung bermimpi jadi bankir di usia muda,” ujarnya sembari ketawa ngakak. Dari pada jadi koruptor!
Posted on: Fri, 19 Jul 2013 02:38:28 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015