Official Blogspot : pemudapedulidhuafa.blogspot/ Bahasa - TopicsExpress



          

Official Blogspot : pemudapedulidhuafa.blogspot/ Bahasa Merefleksikan Solidaritas Sosial Sondang Manik ABSTRACT Linguistic perfor­mance not only reflect social solidarity but also contribute to maintaining solidar­ity, just as linguistic divergence transmits and reinforces segmentation. Linguistic variation is systematically interconnected with societal segmentation. Language is an important marker of a persons identity, and language use is one way for speakers to display their personal and social identities. Differentiation of sectors within a population can be based on various factors, including class and race. Group membership is often signaled by sharing linguistic styles and attitudes toward language use. Status relations, stemming from nonlinguistic factors, are expressed through linguistic use and are further reflected in evaluations of the speech behav­ior of different sectors of society. Attitudes toward vernacular speech are complex, both on the part of the speakers themselves and in the rest of society. -------------- Key words: attitude, class, race, linguistic performance, solidarity 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merefleksikan solidaritas sosial, juga bermanfaat untuk memelihara rasa solidaritas, adanya solidaritas oleh karena adanya perebedaan lapisan Masyarakat dan mengakibatkan adanya Variasi Linguistik.Dengan adanya speech communities, orang dibedakan berdasarkan factor factor sosialnya, seperti gender, class sosialnya ras,suku, dan pekerjaannya. Pada tulisan ini difokuskan pada hubungan antar speech dan faktor sosial seperti ; kelas dan ras sebagai lapisan dasar yang sangat menentukan di masyarakat di seluruh dunia. Perbedaan2 perbedaan sosial mempengaruhi pengucapan . Variasi Linguistic saling berkaitan secara sistematis dengan lapisan social. Bahasa adalah adalah penanda yang sangat penting untuk identitas seseorang, dan pemakaian bahasa adalah salah satu cara seseorang menunjukkan identities pribadi dan identitas sosialnya. Pembedaan penduduk dapat dilakukan dengan berdasarkan berbagai faktor, termasuk berdasarkan ras dan kelas. Kelompok masyarakat dapat ditandai dengan pemakaian gaya bahasa dan sikap bahasa yang sama terhadap pemakaian bahasanya. Pemisahan kelompok social, sebaliknya dapat ditandai dengan perbedaan dalam bentuk dan fungsi bahasa yang digunakan. Kesamaan dalam tampilan berbahasa tidak hanya merefleksikan solidaritas sosial, tetapi juga bermanfaat untuk memelihara rasa solidaritas dalam berbahasa. Hal ini terlihat pada penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bahasa sehari-hari, bahasa daerah pada acara-acara tertentu dalam hal ini bahasa Batak yang diperhatikan penulis sebagai bahasa yang dianggab alat meningkatkan solidaritas. 1.2 Perumusan Masalah Bagaimana bahasa berperan sebagai alat untuk menunjukkan solidaritas. . 1.3. Manfaat a..tulisan ini bermanfaat menunjukkan peran dan kaitan bahasa pada masyarakat b. tulisan ini bermanfaat menunjukkan bagaimana bahasa berperan sebagai alat menunjukkan solidaritas sosial. II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kelas sosial Kelas sosial adalah urutan pengkelasan kelompok masayarakat, yang merefleksikan perbedaan di antara kelompok masyarakat. Perbedaan ini bisa terjadi berdasarkan banyak faktor seperti penghasilan, pekerjaan, pendidikan, keluwesan bermasyarakat, dalam keuangan, maupun pada kekuatan politis Faktor-faktor ini terjadi, tidak jelas tetapi terjadi dengan cara yang kompleks, untuk memproduksi dan kemudian membentuk kembali kelas sosial. Teori teori tentang asal usul dan proses pengkelasan ini controversial dalam ilmu social dan anthropology. tetapi konsepnya sendiri telah di pakai dalam penelitian-penelitian sosiolinguistik, karena bermanfaat dalam mengukur variasi bahasa. Speakers dari kelompok sosial yang teratur , menunjukkan perbedaan dalam frekwensi penggunaan bunyi tertentu, kata tertentu dan bentuk tatabahasa tertentu. Penting nya kesamaan adalah fakta bahwa anggota kelompok-kelompok masyarakat tertentu merasakan sadar atau tidak sadar, tentang ciri gaya berbahasa dari berbagai kelas sosial, dan pengujar memakai pengetahuan ini untuk masuk memperoleh ciri bahasanya dan juga meniru dan mendapatkan ciri bahasa orang lain. 2.2. Kasta Pengkelasan masayarakat dapat menjadi stabil dan menetap, atau juga dapat lumer dan berubah ubah seperti dalam sistem kelas. Kasta adalah suatu istilah yang berhubungan dengan hierarkis social dimana orang-orang dibedakan menurut kelahirannya dan biasanya tidak dapat mengubah anggota kelompoknya. Kasta adalah sebuah sistem yang ada di India, di Keraton menentukan aspek-aspek perilaku dari seseorang. Tempat tinggal, pekerjaaan dan pilihan pernikahan semua dikaitkan dengan kelompok kasta; anggota dari kasta tertentu hidup dalam daerah tertentu dari perkampungan-perkampungan India, mempunyai pekerjaan-pekerjaan tertentu, dan umumnya menikah dengan anggota kelompoknya juga. Dalam banyak kasus kegiatan ritual dan bahkan gaya berpakaian menunjukkan garis kasta. Bahasa juga, adalah penanda tingkatan sosial Sebagai contoh di Khalapur, perkampungan di bagaian Utara dengan penduduk sekitar 5000 org penduduk yang dibagi dalam 31 kasta, ditunjukkan dengan penduduknya mempunyai variasi bunyi dan pengucapan dalam bahasanya (Gumperz 1971). Kasta tertinggi adalah Brahmana (secara ritual kasta yang paling suci) kemudian kasta Rajpurs (kasta yang mengatur -pahlawan ) – menggunakan sistem bunyi dari dialek lokal dan yang standard dari Kharli Boli, sub-dialek bahasa Hindi, yaitu bahasa resmi India. Kasta yang lebih rendah lagi atau kelompok “yang tidak dapat disentuh” di suatu kampung (orang yang tidak punya tanah dan buruh) seperti pekerja yang bekerja mengolah kulit, tukang sapu, menggunakan berbagai bentuk aturan/ukuran. Berikut ini daftar contoh kata patron kata yang bertentangan pada pengucapannya yang diteliti di Khalapur (dikutip dari Gumperz 1971:32-33) A. Dipthongs /at/, /ut/, /ot/ before consonants contrast with single vowels /a/, /u/ /o/ : Standard Sweepers 1 bail bal car of com 2. jhutl jhul cattle blanket 3. khoir khor cattle trough B. /u/ before a stressed vowel in next syllable contrasts with /^ /: Standard Siveepers 1. nul ána nAtAi (to) weed 2. duttai datai blanket 3. mundassa mAndassa head cloth C. Oral vowels contrast with nasal vowels: Standard All Untouchables 1. ik Tk sugar cane 2. jua jua joke 3. kliat khat cot Interview dengan penduduk Khalapur mengungkapkan bahwa mereka sangat berhati-hati dengan gaya bicara kasta. Anggota dari kasta yang lebih tinggi selalu ditandai/dicirikan dengan bentuk yang tidak standard seperti : “pengabaian”, atau “balik mundur” kasta yang lebih rendah peka pada norma yang sama 2.3. Kelas Dalam masyarakat seperti Amerika, lapisan social disebut dengan ‘kelas sosial’ yang dibentuk berdasarkan ukuran ekonomi,politik dan hubungan social. Kebanyakan ilmu sosiolinguistik digunakan untuk penasehat berdasarkan penilaian kelas sosial berdasarkan arbitrer/acak dari kumpulan dari berbagai masukan termasuk: pekerjaan, income, dan pendidikan. Prosedur ini diperdebatkankan bahwa prosedur ini menerima dan menerapkan secara otomatis, defenisi kelas yang dibuat. Dari tantangan kehidupan seperti; kesulitan sosial, perbedaan ekonomi di antara anggota masyarakat direfleksikan dalam berbagai aspek dari gaya hidup, pendidikan kesempatan kerja dan kekuasaan politik. Perbedaan-perbedaan ini dapat di sederhanakan dalam sebutan ‘kelas’, yang mempunyai impak yang saling terkait juga dalam tampilan linguistic. Bahasa menggunakan menggunakan dua hal refleksi dan menjelaskan/reinforces perbedaan kelas Pengkajian gaya kelas selanjutnya rumit, disebabkan perbedaan-perbedaan pola yang dilahirkan secara alam. Kebanyakan pengujar menggunakan bentuk kelas atas dan kelas bawah, tetapi dari seringnya penggunaan gaya tertentu menjadi penanda/ciri pengujar. Penelitian Sosiolinguistik selalu berdasarkan satu atau dua pendekatan 1. Peneliti mengumpulkan sampel dari speaker sebanyak-banyaknya, menomori ratusan dan bahkan ribuan data, penelitian William Labov tentang pengujar kota New York membuktikan validitas dari penelitian berdasarkan pada sample speech(ucapan) dari sejumlah orang. Pendekatan 2. Menggunakan sejumlah kecil narasumber yang diduga memberi ciri bicara kelasnya dan daerahnya. Speech mereka diambil menjadi perwakilan dari gambaran keberadaan dari gaya kelas mereka.Penelitian yang dilakukan Jacqualine Lindenfield pada bahasa Prancis dan Jan Van de Broeck pada bahasa Belanda adalah contoh penelitian yang untuk model ini. Hasil penelitian itu menarik, dan dengan temuan umum tentang dasar pengkelasan gaya bahasa pada masyarakat. Metodenya memunculkan pertanyaan tentang apakah pemakaian jasa konsultan memberi hasil yang representative sehingga hasilnya hanya diduga-duga bukan hal yang dapat dibuktikan. 2.4. Kelas dan Kaitannya (network) Sebelum membicarakan penelitian pada kelas dan bahasa, kita harus menguji hal-hal teori tambahan, perbedaan dan hal-hal yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain antara kajian kelas dan jaringannya. Perbedaan antara kelas dan kaitannya berguna untuk mempertajam fokus pada dua jenis organisasi masyarakat. Sebagaimana dinyatakan Lesley Milroy dan James Milroy, “kelas sosial adalah suatu konsep dirancang pada skala besar masyarakat, dijelaskan lagi, bersifat politik dan struktur dan proses ekonomi, sedangkan kaitan sosial berhubungan dengan komunitas dan antar pribadi dari suatu organisasi sosial” (1992:2). Menurut Milroy dua model hubungan yang sangat berbeda terjadi pada level kelas dan kaitannya. Sistem kelas berdasarkan pada “konflik, pembagian dan ketidaksamaan/confict , devision, inequality”. Sementara kaitan/jaringan selalu melekat melalui adanya ‘konsensus’. Variasi linguistic, dari pengucapan, dan bentuk gramaticalnya, terjadi di antara kelas sedangkan kesepakatan linguistic cenderung terdapat dalam jaringan sosial. Rajutan bagian dalam dari jaringan dimana anggota-anggotanya punya lokasi geografis, ikatan keluarga, dan tempat kerja yang sama dan berusaha sebisanya untuk mempertahankan norma dari masyarakat. Menururt Milroy: ”jalinan ikatan yang dekat lebih menjadi ciri komunitas rakyat kelas bawah, sedangkan ikatan sosial yang lemah menjadi ciri dari masyarakat yang mobilitasnya lebih tinggi,” hilangnya ikatan kekeluargaan, dan berhubungan dengan masyarakat yang lebih luas, lebih menguasai masyarakat di kalangan kelas menengah.karena kekuatan dari ikatan dari kelompok interpersonal dan tekanan komunitas dalam ikatan rajutan yang dekat, anggota mungkin akan memelihara perbedaan bentuk speech (ucapan), yang mungkin akan dengan nyata membuat mereka merasa buruk dalam bentuk linguistiknya, dan bagaimana kebijakan pemerintah yang berkuasa terhadap status bahasa daerah, menyarankan bahasa standard yang menyerap bahasa daerah adalah hal penting. Labov menemukan bahwa penggunaan /-r/ pada pegawai berbeda , dan bahwa perbedaan ini berhubungan dengan pekerjaan mereka di Stores yang diurutkan relative punya prestis, yaitu pada Saks di Fifth Avenue. Macy’s and S.Klein. dia temukan bahwa tingkatan dari bunyi /-r/ diantara pegawai yang tingkat storenya parallel: yang tertinggi adalah di Saks dan lebih rendah di Macy’s, dan lebih rendah lagi di S.Klein. Pengurutan store ini diakibatkan dari perbedaan pada kwalitas dan harga barang-barang jualannya, menarik pembeli dari kelas sosial tertentu. Labov menyimpulkan bahwa pekerja diidentifikasi dan merefleksinya dalam penggunaan bahasa. Dalam suatu survey yang komplex di antara penduduk New York’s Lower east side, Labov meneliti sikap bahasa dari speaker dengan sampel besar dari kelas-kielas yang berbeda. Keanggotaan dari kelas masih ditetapkan berdasarkan pada 3 faktor ; yaitu pekerjaan dari penghasil utama, pendidikan dari respondent, dan income keluarga.10 level sosioeconomik dijelaskan, dikelompokkan, dalam empat lapisan: kelas bawah; kelas pekerja; kelas menengah kebawah : kelas menengah keatas (Labov 1972b : 112-113). Labov memasukkan variabel dari gaya kontekstual dengan merekam bunyi dari bunyi tertentu dalam 5 situasi yang berbeda dalam menginterview pengujar . (dikutip dari Labov 1966:92-98) A. bahasa sehari-hari (di observasi dengan anggota keluarga) B. bahasa yang hati-hati (direkam selama melakukan interview) C. gaya membaca (respondent diminta membacakan cerita) D. daftar kata (responden dimunta untuk daftar kata-kata secara tersendiri dan acak) E. Pasangan yang dicurigai/minimal pairs (respondent membaca kata-kata minimal pairs seperti dock/dark, sauce/source ) yang konsisten dan reliable, meresponi kepada lapisan sosial dan linguistic . 2.5. Konteks Sosial Pada penelitian Peter Trudgill tentang class styles di Norwich, England, pengucapan bunyi ini ditemukan dan diukur (Trudg-ill 1974a): 1. /ng/: frequency of replacement of /-ng/ by /-n/ in words such as walking, running walkm, runnin 2. /t/: frequency of replacement oi /t/ by glottal stop /?/ in words such is butter, bet bu er, be? 3. /h/: frequency of dropping /h/ in words such as hammer, hat hammer, hat, ‘ammer, ‘at. Perbedaan kelas direfleksikan dalam pemakaian alternative sintaksis seperti gambaran ponologis, morpologis, yang dilakukan jacqualine linden field’s (1969) Paris dan Rouen memperlihatkan korelasi antara keruwetan sintaksis, keteraturan dari speech evevnt, dan keanggotaan kelas speakers masyarakat dipilih dan dikelompokkan dalam, tinggi (kelas I), dan rendah (kelas II), lapisan berdasarkan pada pendidikan, termasuk lawyer, guru, psikolog, dan bank beberapa pekerjaan kelas II, yaitu; pekerja pabrik, perawat, dan pembantu sekolah perawat, dan semua anggota kelas I telah kuliah minimal 3 tahun , sedangkan anggota masyarakat kelas II yang telah mengecap SMU. Dia mengasumsikan bahwa kompleksitas sintaksis, dan panjangnya kalimat akan meningkat seiring dengan faktor-faktor dari kelas yang lebih tinggi, kalimat yang bersifat situasional, dan formalitas topik . Anggota dari kelas tertentu, kemudian, memperlihatkan perbedaan dalam kesensitifannya terhadap konteks sosial, paling tidak seperti yang diukur oleh pilihan yang dipakai dalam formasi sintaksisnya. Jef van de Broeck memilih 8 laki-laki untuk jadi subjek dan menandai mereka masuk kelas menengah atau grup kelas-pekerja berdasarkan pekerjaannya, income, dan pendidikan. Bicaranya direkam dalam suatu interview formal antara subjek itu dan orang asing dan di dalam suatu diskusi informal dengan seorang teman untuk meneliti pengaruh dari lepisan sosial dan konteks dalam tampilan linguistic (linguistic performance) fibbed : 152-153). Gambaran yang relevan dari kompleksitas sintaksis dalam bahasa Belanda ditemukan kesetaraan kalimat diperoleh di dalam bahasa Inggeris panjang rata-rata dari kalimat ditambah yang dilekatkan, atau klausa tempelan 1. sampiran-sebagai contoh : “I was glad that John had seen Mary” 2. tempelan yang lebih dari satu-contoh : “After he had spoken to his father, whom he had not seen for a long time John went to his mothers place, where he ate the best meal he had had in years. ” 3. pasif . pasif tanpa pelaku-contoh : My car was stolen (compared to they (someone) stole my car). sedikit mahir secara verbal dari pada mereka yang sebenarnya. Penggunaan gaya lingguistik yang berbeda, atau kode mungkin memberi pengaruh pada cara bahwa pengujar berpartisipasi dalam masyarakat. Basil Bernstein (1971 b) membuat point bahwa gaya bicara berdasarkan kelas menuntun kearah gaya berfikir yang berbeda dan bagaimana seseorang melewati pengalaman-pengalaman hidup. Dia menerangkan dua jenis pengkodean bahasa yang dikaitkan dengan kelas sosial yang berbeda. Menurut Basil Bernstein, bicara kelas menengah dibedakan dengan pemakaian kode “rumit ” yang mengekspressikan makna “keuniversalan” dengan menggunakan kata benda, kata sifat, dan kata kerja, punya referensi yang explicit. Sebaliknya gaya bicara kelas-pekerja, cenderung menggunakan kode “terbatas” mengekspressikan “satu ciri” makna dengan menggunakan kata-kata yang lebih terikat-kontex (1971b:175), (pilihan Bernstain dalam istilah tidak beruntung dgn kata “elaborated”, dan “restricted ”. 2.6. SolidarItas dalam Komunikasi Tujuan solidaritas dalam komunikasi : adalah menghargai lawan bicara agar lebih dekat dan berterima dan menyatakan diri bahwa si pembicara berada pada kelompok Atau pada komunitas lawan bicara, Dengan cara : 1. Menempatkan diri pada posisi lawan bicara dengan menggunakan bahasa yang sama, atau gaya yang sama, dengan melakukan alih kode atau minimal campur kode 2. menggunakan Kesantunan dalam berkomunikasi; Kesantunan ekspressif (ekspressive politeness). Kesantunan yang secara eksplisit dilakukan peserta komunikasi di dalam penelitian Labov terhadap New York City yang membuka tingkat pelanggaran terhadap standard speech dalam konteks formal dalam kasus; orang-orang memberi respon melalui pemakaian bahasa mereka melalui persepsi sosial mereka., menyadari bahwa mereka diperlakukan dengan tidak adil, dan berharap dapat memberi kesan yang lebih baik, dengan cara merubah cara bicara mereka. Tetapi seperti yang telah kita lihat, evaluasi yang negative terhadap gaya bahasa sebenarnya adalah metapora atas ketidak berdayaan dari pengujarnya. Karena pengujar dari semua bahasa, sensitive pada persyaratan yang bersifat situasional dan menyesuaikan penggunaan bahasa pada konteks. Seperti yang digaris bawahi Baugh dalam analisa bicara orang jalanan, orang menggunakan alternative style, tergantung pada tingkat kedekatan dan solidaritas dengan teman bicara dalam saat bicara. “semua orang lebih nyaman ketika mereka berkomunikasi dengan orang yang mempunyai norma yang sama” dan tampilan bahasa adalah salah satu kriteria penting untuk menetapkan hubungan “ (1983:33), gambaran dari AAVE (African American Vernacular English) terjadi dengan frekwensi tertinggi dalam konteks informal ketika speaker berbagi pengalaman hidup, harapan dan nilai. Sebaliknya speaker menggunakan bahasa Inggeris standar dalam situasi formal dan dengan jarak sosial. Dalam sensitifitas terhadap konteks, teori nilai kemungkinan untuk variabel phonologis dalam saat bicara (speech event) yang berbeda mengungkapkan bahwa penghilangan suffix I-si oleh speaker. Pengujar selalu hati-hati dengan statusnya dalam hubungannya dengan rekan bicara dan menyesuaikan tingkahlaku mereka penelitian di antara anak remaja laki di Harlem (Labor, 1972) mengungkapkan ketika anak laki-laki di interview dalam suatu sikap pada situasi formal, mereka secara tipikal memberi respon yang minimal, menjawab dengan beberapa kata dalam suatu gaya ragu-ragu dan menggunakan pause, tetapi ketika anak-anak merasa santai, mereka sangat aktif dalam bicara dan menunjukkan kreatifitas verbalnya yang tinggi. contoh pertama , “[t] he child adalah dalam suatu situasi yang tidak nyambung yang mana apapun yang diucapkannya dapat dicatat dan dapat bertentangan dengan dia. Dia telah mempelajari sejumlah alat untuk menghindarkan mengatakan apapun dalam situasi ini dan dia bekerja keras untuk memperoleh hasil akhir” (Labor 1972a:206). Contoh kedua, ketika orang-orang secara sosial nyaman, dengan rela dia akan mengekspresikan diri, pengetahuan maupun opininya dalam gaya yang bebas dan santai. Bukti dari penelitian lain tentang bahasa dan konteks berbicara (speech context) menggunakan dan didukung dengan kesimpulan yang sama . kita ambil saja contohnya; pengkajian van de Broeck di Belgium menunjukkan bahwa speaker kelas bawah menggunakan stuktur sintaksis yang sederhana dalam situasi formal dari pada dalam situasi informal, dimana mereka lebih nyaman . Sejumlah penelitian telah menunjukkan manfaat yang besar dari Bahasa Inggris daerahAmerica asal Afrika sebagai alat untuk untuk menunjukkan solidaritas antara speaker dan pendengar secara khusus, campur kode dari bahasa standard ke bahasa daerah terlihat untuk menekannkan keanggotaannya bahwa dia bagian dari kumunitas itu, dan menciptakan ikatan yang efektive dan mendukung. Ketika Linda Nelson (1990) menganalisa kisah sejarah kehidupan dari orang Afrika. Seorang wanita Amerika dari kota New York, New Jersey Selatan dan Piladelpia, dia menyimak bahwa wanita itu mencoba berbicara bahasa Inggris standard, tetapi selalu merubahnya ke bahasa daerahnya pada hal penting pada suatu interview. Dalam beberapa hal, peralihan kode untuk untuk menekankan kejadian, atau mengekpressikan perasaandan yang lain dnyatakan dengan respondan atau dengan menggunakan bentuk bahasa daerahnya sedang dialect. Dalam bahasa sekolah, anak-anak mengalami kesulitan atau menolak untuk memakai bahasa standard. Sebagai Tambahan, akibat tekanan kelompok-kelompok kecil .anak-anak lain selalu kelihatan aneh dan menolak siswa yang menggunakan bahasa Standard dan menggunakannya dengan baik di dalam sekolah. Karena kebanyakan anak ingin diterima di kelompoknya, digabungkan dengan persepsi mereka, yang sering memberontak, menentang norma-norma yang sudah ditetapkan. Penelitian Labor menemukan adanya hubungan antara penerimaan pada kelompok kecil dengan kegagalan membaca pada anak-anak di Harlem. Semakin tinggi kedudukan yang dimilikinya dalam kelompoknya semakin rendah hasil reading scorenya, kesulitan dalam membaca jelas sekali mempengaruhi pemerolehan pendidikan kemahiran lain dan dapat berakibat dalam kekurang mahiran di sepanjang hidupnya sejalan dengan impak ekonomi. Sikap para orang tua terhadap bicara anak-anaknya juga merupakan faktor yang mempengaruhi menampilan mereka. Sikap orgtua juga sering komplek; orang tua ingin anak-anaknya dapat berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris standard, yang juga sebagai penanda nilai sosial dan budaya dari bahasa mereka.dalam penelitian terhadap “pilihan bahasa orang tua” di Oakland and East Palo Alto, California, Mary Hoover (1978), mendokumentasikan sikap orang tua terhadap gaya bicara anak-anaknya dalam konteks sosial yang berbeda Hoover membedakan antara “Bahasa Inggris standar orang Negro” dan “Bahasa Inggris standard orang kulit Putih” dan “bahasa daerah orang Negro”. Hoover juga mencatat pilihan orang tua dalam penggunaan beberapa cara dalam listening, speaking, reading, dan writing penelitian Hoover menunjukkan sikap orang tua tidak kaku tetapi sensitive dengan latar belakang, dengan konteks, dengan cara komunikasi (reading, list, speaking, writing). Orang tua menyadari nilai dari keduanya (standard dan vernacular) Diizinkan untuk penggunaan bahasa di rumah oleh petani dan kumunitasnya untuk ’speaking’ atau ’listening’ tetapi tidak untuk ’reading dan writing’. kebanyakan orang tua menolak penggunaan bahasa daerah di sekolah, untuk mempersiapkan anak-anak mereka di didik dalam tingkatan standard. Konteks sosial yang lebih besar, yang membentuk sikap negatif dan positif dan mengstigmatisasikan sektor tertentu dari suatu populasi secara tidak langsung mengkritik cara bicara mereka. Dalam situasi ketidaksamaan, beban yang tidak sama diletakkan pada anggota grup yang tidak punya power, yang kemudian diharapkan menyusuaikan norma yang ditekankan dengan kelompok masyarakat yang dominant. Banyak pengujar orang Amerika-Afrika yang terperangkap dalam dilemma ini. Digabungkan dari pertentangan sikap terhadap AAVE dan bahasa Inggris Standard. Menurut Geneva Smitherman, penulisan tentang nilai sosial dari gaya bahasa, “bentuk bahasa dianggap sebagai pemertahanan bahasa Inggris orang kulit hitam dipakai untuk komunitas komunitas orang kulit hitam dimana bicara dengan tepat secara negatif dikatakan dengan “ talking white” bahasa orang kulit putih (white language) dipakai usaha agar dapat diterima di bahasa Inggris Amerika yang dipakai oleh kulit putih yang merupakan bahasa yang paling besar. Yang penting dari observasi ini adalah bahwa walaupun ke dua grup dari pemakai bahasa Inggris daerah Amerika-Afrika yang kuat diperbaiki dua kali dengan kelompok yang pintar. Wanita tua menggunakan bahasa creole yang paling tidak standard, sedangkan wanita muda menunjukkan manfaat yang lebih besar dari bahasa Inggris Standard, walau ada perbedaan gaya. Walaupun perbedaan gaya ada di antara laki-laki, tetapi sepetinya tidak dipengaruhi oleh usia. Perbedaan gender tajam pada wanita dan lelaki yang lebh muda, wanita menggunakan bahasa standard dan lelaki menggunakan bahasa daerah (vernacular). Nicholds menginterpretasikan temuan ini karena diakibatkan adanya perbedaan kesempatan kerja dikarenakan gender dan juga kelompok umur.pekerjaan lelaki konsentrasi pada lading dan pekerjaan bangunan, dan tetap tidak berubah. Tidak ada dari pekerjaan ini membutuhkan kemahirna berbahasa, khususnya karena laki-laki selalu bekerja pada komunitas lokal bersama teman dan keluarga.sebaliknya pekerjaan yang tersedia bagi wanita berubah.wanita yang lebih tua kebanyakan bekerja sebagai pengurus rumah, hotel, dan sebagai petani pekerjaan yang sama dalam interkasi sedikit menggunakan bahasa Inggris yang standard. Wanita akhir-akhir ini diketahui banyak bekerja sebagai pekerja kantoran, sebagai sales, perawat, mengajar. Karena pekerjaan ini membutuhkan penggunaan bahasa Inggris standar, wanita muda juga melanjutkan pendidikan mereka untuk memperoleh kemahiran berbahasa yang baik dan kemahiran lain yang berkaitan dengan pekerjaannya (Nichols 1983:61-63). Penelitian diadakan oleh Edward Hoover, dan Nicholson menunjukkan bahwa kelompok pengujar tidak sama, tetapi lebih dipengaruhi keadaan hidup dan bahwa pilihan berbahasa tersebut bergantung pada keadaan sosial ekonomi mereka di masyarakat. III. PEMBAHASAN Bahasa adalah satu dari alat yang paling penting untuk menginisiatif, mengsintesis dan menguatkan cara berfikir, perasaan dan tingkah laku yang secara fungsional berhubungan dengan grup sosial. a. Fungsi Solidaritas Bahasa Adalah penggunakan alternative style atau linguistic devises, untuk solidaritas sesuai tujuan dengan pertimbangan tingkat hubungan kedekatan, topik bicara, tujuan bicara, waktu bicara dalam berkomunikasi dengan teman bicara. 1. Pengujar yang bisa melakukan solidaritas dalam komunikasi : a. pengujar yang berbahasa standar dan berbahasa daerah, atau lebih dari dua bahasa, atau pengujar Multilingual. b. pengujar yang sensitiv dengan lawan bicaranya c. pengujar yang menyadari Register (siapa yang berbicara status pengujar dengan lawan bicaranya /Tenor, apa yang dibicarakan/field, dengan cara apa /mode). Seorang pengujar Bahasa dapat melakukan solidaritas bahasa bila dia mengetahui dan menyadari adanya gaya bahasa diantara beda generasi (anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, nenek), beda posisi (di bawah, sejajar, d iatas), beda situasi (santai, formal, kaku), atau beda tempat (di stasiun, di kelas, di pasar, di istana presiden ) 2. pengujar menunda atau men jeda percakapannya menggunakan kesantunan karena solidaritas tenggang rasa contoh : di ruang tunggu di stasiun A : maaf e.e ibu dari asal mana? B : dari Tarutung dek A : e..e kalau boleh tau untuk urusan apa? B : ah mau kunjungi anak di Jogyakarta. e..e adalah kesantunan dalam komunikasi . 3. penggunaan bahasa daerah /bahasa Batak pada pidato pejabat yang memasuki daerah seperti di Taput ; dengan memakai solidaritas pendekatan simpatisan kesukuan dengan kata pembuka ”horas 3x” menggunakan bahasa daerah bahwa menunjukkan bahwa dia ”teman”. 4. melakukan alih kode dari bahasa standar ke bahasa daerah ; karena solidaritas karena menghargai teman bicara yang baru masuk, melakukan alih gaya bicara dari non formal ke formal atau sebaliknya karena solidaritas menghargai contoh dari bicara gaya anakmuda ke gaya formal ketika berhadapan dengan orang tua atau dosen. 5. menunjukkan solidaritas kedekatan/karena dari asal yang sama dengan menggunakan bahasa daerah/bahasa Batak contoh: seorang yang biasa berbahasa Indonesia akan menggunakan bahasa daerah dengan rekan sesuku. 6. penggunaan bahasa daerah /bahasa batak di perantauan (Luar Sumatra Utara, luar Negeri) menunjukkan solidaritas satu group/kesatuan dengan mengatakan suku batak yang diperantauan sebagai ”halak hita” seperti berbahasa daerah diantara mahasiswa dan lain-lain dan penggunaan bahasa batak pada komunitas batak, merupakan penanda ikatan satu group. 7. penggunaan bahasa daerah /bahasa Batak, ketika melakukan tawar menawar di pasar tradisi Taput, menunjukkan solidaritas yang menunjukkan bahwa penawar bukan orang asing (Balige, Tarutung dan lain-lain) akan mempermudah pembeli memenangkan penawaran. 8. Penggunaan bahasa daerah /bahasa Batak, oleh tamu setelah mengetahui bech nama yang menunjukkan bahwa dia suku Batak di suatu kantor dengan seorang officer; solidaritas bahasa terjadi karena ingin menempatkan posisi lebih dekat dengan officernya dan mendapatkan pelayanan lebih baik, lebih cepat. 9. Penggunaan bahasa daerah /bahasa Batak , solidaritas berbagi/share rahasia, di kalangan umum. IV. KESIMPULAN Dalam fungsi solidaritas bahasa ditemukan terjadi pada : 1. Pengujar Multilingual, yang bisa berbahasa standar dan berbahasa daerah, atau lebih dari dua bahasa. 2. Pengujar menunda atau men jeda percakapannya menggunakan kesantunan karena solidaritas tenggang rasa 3. Penggunaan bahasa daerah /bahasa Batak pada pidato pejabat yang memasuki daerah seperti di Tapanuli Utara ; dengan memakai solidaritas pendekatan simpatisan kesukuan dengan kata pembuka ”horas 3x” menggunakan bahasa daerah bahwa menunjukkan bahwa dia ”teman” 4. Melakukan alih kode dari bahasa standar ke bahasa daerah; karena solidaritas karena menghargai teman bicara yang baru masuk, melakukan alih gaya bicara dari non formal ke formal atau sebaliknya karena solidaritas menghargai contoh dari bicara gaya anakmuda ke gaya formal ketika berhadapan dengan org tua atau dosen. 5. Menunjukkan solidaritas kedekatan/karena dari asal yang sama dengan menggunakan bahasa daerah/bahasa Batak contoh: seorang yang biasa berbahasa Indonesia akan menggunakan bahasa daerah dengan rekan sesuku. 6. Penggunaan bahasa daerah /bahasa batak di perantauan (Luar Sumatra Utara , luar Negeri) menunjukkan solidaritas satu group/kesatuan dengan mengatakan suku batak yang diperantauan sebagai ”halak hita” seperti berbahasa daerah diantara mahasiswa dan lain-lain dan penggunaan bahasa batak pada komunitas batak, merupakan penanda ikatan satu group. 7. Penggunaan bahasa daerah /bahasa Batak, ketika melakukan tawar menawar di pasar tradisi Tapanuli Utara,menunjukkan solidaritas yang menunjukkan bahwa penawar bukan orang asing (Balige, Tarutung dll) akan mempermudah pembeli memenanngkan penawaran. 8. Penggunaan bahasa daerah /bahasa Batak, oleh tamu setelah mengetahui bech nama yang menunjukkan bhw dia suku Batak di suatu kantor dengan seorang officer ; solidaritas bahasa terjadi karena ingin menempatkan posisi lebih dekat dengan officer nya dan mendapatkan pelayanan lebih baik, lebih cepat. 9. Penggunaan bahasa daerah /bahasa Batak , solidaritas berbagi/share rahasia, di kalangan umum. Variasi Linguistic saling berkaitan secara sistematis dengan lapisan sosial. Bahasa adalah adalah penanda yang sangat penting untuk identitas seseorang, dan pemakaian bahasa adalah salah satu cara seseorang menunjukkan identities pribadi dan identitas sosialnya. Pembedaan penduduk dapat dilakukan dengan berdasarkan berbagai faktor, termasuk berdasarkan ras da kelas. Kelompok masyarakat dapat ditandai dengan pemakaian gaya bahasa dan sikap bahasa yang sama terhadap pemakaian bahasanya. Pemisahan kelompok sosial, sebaliknya dapat ditandai dengan perbedaan dalam bentuk dan fungsi bahasa yang digunakan. Kesamaan dalam tampilan berbahasa tidak hanya merefleksikan solidaritas sosial, tetapi juga bermanfaat untuk memelihara rasa solidaritas. Stratifikasi sosial adalah dasar dari pembentukan beberapa kelompok sosial. Pengujar menggunakan variasi bahasa sebagai penanda kelas mereka, dengan urutannya, status relasi, yang dicangkokkan dari faktor-faktor non lingustik, di perlihatkan dari pemakaian bahasa mereka dan selanjutnya diperlihatkan dari evaluasi tingkah laku berbahasa mereka dari sektor masyarakat yang berbeda. Untuk orang-orang yang berasal dari kelompok pelengkap sensitive terhadap penilaian negative kemudian gaya bahasa selalu diperlihatkan pada sikap negative pada self appraisal dan kesungkanan untuk menunjukkan kemampuan berbahasa dalam situasi dimana mereka sangat hati hati karena status mereka yang lebih rendah. Tetapi sikap yang disukai atau tidak, terhadap gaya bahasa berkaitan dengan kelompok tertentu dan itu sebenarnya juga merupakan pesan bahwa ada hubungan sosial. Perbedaan ras di Amerika dan Inggris terlihat pada bahasa dan gaya bahasa yang digunakan oleh beberapa kelompok turunan Afrika yang terpancar dari bahasa bahasa Inggris standard, bahasa daerah Inggris Amerika org Afrika di Amerika dan Bahasa Inggris British yang mempunyai bentuk yang unik, walaupun mereka menggunakan memakai tatabahasa yang sama dengan bahasa percakapan yang standard di Negara mereka. Perbedaan pada kedua Negara ini pada dasarnya berfokus pada usulan untuk tidak menggunakan bahasa daerah di sekolah DAFTAR BACAAN Baugh, John. 1983. Black Street Speech. Austin: University of Texas Press. Bernstein, Bash. 1971a. A public lan­guage: Some sociolinguistic implica­tions of a linguistic form. In Class, Codes and Control, Vol. I, ed. B. Bern­stein. London: Routledge and Kegan Paul, pp. 42-59. Bernstein, Basil. I971b. Social class, language and socialization. In Class, Codes and Control, Vol. I, cd. B. Bern­stein. London: Routledge and Kegan Paul, pp. 170-189. The Black Scholar. 1997. The Black Scholar Readers Forum: Ebonics. 27, no. l:2-37, no.2:2-14. Cheshire, Jenny. 1982. Linguistic varia­tion and social function. In Socio­linguistic Variation in Speech Commu­nities, ed. S. Romaine. London: Edward Arnold, pp. 153-166. Collins, James. 1996. Socialization to text: Structure and contradiction in schooled literacy. In Natural Histories of Discourse, ed. M. Silverstein and G. Urban. Chicago: University of Chicago Press, pp. 203-227. Edwards, Viv. 1986. Language in a Black Community. Avon, England: Cleve-don. Edwards, Viv. 1988. The speech of British black women in Dudley, West Mid­lands. In Women in Their Speech Communities, ed. J. Coates and L). Cameron. London: Longman, pp. 33-50. Edwards, Walter. 1992. Sociolinguistic behavior in a Detroit inner-city black neighborhood. Language in Society 21:93-115. Foster, Michele. 1995. Are you with me?: Power and solidarity in the dis­course of African American women. In Gender Articulated: Language and the Socially Constructed Self, ed. K. Hall and M. Bucholtz. New York: Routledge, pp. 329-350. Gumper, John. 1971 (1958). Dialect differences and social stratification in a North Indian village. American Anthro­pologist 60:668-681. Reprinted in Language in Social Groups: Essays by John J. Gumperz. Stanford, CA: Stan­ford University Press, pp. 25-47. Hoover, Mary. 1978. Community atti­tudes toward Black English. Lan­guage in Society 7:65-87. The Journal of Black Psychology. 1997. 23, no. 3. Labov, William. 1966. The Social Stratifi­cation of English in New York City. Washington, DC: Center for Applied Linguistics. Labov, William. 1972a. Language in the Inner City: Studies in the Black English Vernacular. Philadelphia: University of Pennsylvania Press, Labov, William. 1972b. Sociolinguistic Patterns. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. Labov, William. 1982. Objectivity and commitment in linguistic science: The case of the Black English trial in Ann Arbor. Language in Society 11: 165-201. Labov, W, and W. Harris. 1986. dc facto segregation of black and white ver­naculars. In Diversity and. Diachrony, cd. D. Sankoff. Amsterdam: John Ben­jamin, pp. 1-24. Undenfeld, Jacqueline. 1969. The social conditioning of syntactic variation in French. American Anthropologist 71: 890-898. Reproduced by permission of the American Anthropological Association. Mcwhorter, John. 1997a. Wasting energy on an illusion. The Black Scholar 27, no. 1:9-14. Mcwhorter, John. 1997b. Wasting energy on an illusion: Six months later. The Black Scholar 27, no. 2:2-5. Milroy, Lesley, And James Milroy. 1992. Social network and social class: Toward an integrated sociolinguistic model. Language in Society 21:1-26. Nelson, Linda. 1990. Code-switching in the oral life narratives of African-American women: Challenges to linguistic hegemony. Journal of Edu­cation 172:142-155. Nichols, Patricia. 1983. Linguistic options and choices for black women in the rural South. In Language, Gen­der and Society, cd. B. Thorne, C. Kramarae, and N. Henley. Rowley, MA: Newbury House, pp. 54-68. Richmond, John. 1986. The language of black children and the language debate in the schools. In Language and the Black Experience, ed. D. Sut-cliffc and A. Wong. Oxford: Black-well, pp.123-135. Rickford, John. 1997. Unequal partner­ship: Sociolinguistics and the African American speech community. Lan­guage in Society 26:161-198. sebba, mark. 1986. London Jamaican and Black London English. In Language and the Black Experience, cd. D. Sut-cliffe and A. Wong. Oxford: Black-well, pp. 149-167. Smitherman, Geneva. 1984. Black lan­guage as power. In Language and Power, ed. C. Kramarae, M. Schultz, and W. OBarr. Beverly Hills, CA: Sage, pp. 101-115. Smitherman, Geneva, And Sylvia Cun-Ningham. 1997. Moving beyond resistance: Ebonics and African American youth. Journal of Black Psy­chology 23:227-232. Trudgill, Peter. 1974a. The Social Dif­ferentiation of English in Norwich. New York: Cambridge University Press. Trudgill, Peter. 1974b. Sociolinguistics. New York: Penguin.
Posted on: Tue, 26 Nov 2013 12:23:22 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015