Oprah Winfrey, Jam “Mahal” dan Pegang Pegang Doang July 2013, - TopicsExpress



          

Oprah Winfrey, Jam “Mahal” dan Pegang Pegang Doang July 2013, Zurich-Switzerland: Oprah Winfrey masuk ke salah satu toko upmarket handbag Oprah meminta sales assistant untuk mengambilkan tas yang dipajang. Si sales menolak dan mengatakan bahwa sebaiknya Oprah memilih handbag lain saja. Tas yang mau dilihat tadi seharga USD$35 ribu. In short Oprah dianggap tidak mampu buat beli tas branded tadi. Dengan calmly Oprah pun keluar meninggalkan toko. Kejadian bulan lalu diatas diungkapkan oleh Oprah sebagai bukti masih adanya rasisme.Oprah berada di Switzerland dalam rangka pembuatan film sekaligus menghadiri pernikahan Tina Turner. Fyi, acara Oprah Show tidak ditayangkan di Switzerland, jadi tidak heran kalau si sales tidak mengenali Oprah, salah satu wanita terkaya dan paling berpengaruh di dunia. Belakangan si owner toko menceritakan versi yang berbeda dengan bilang sebagai kesalahpahaman, dsb nya. Tapi ugly incident tadi tentu adalah public relation disaster bagi Switzerland. Peristiwa yang dialami Oprah bukan hal yang aneh. Hanya kebetulan saja kali ini menimpa celebrity kelas dunia maka menjadi headline news all over the globe. Dibedakan saat belanja karena rasisme, penampilan, atau apapun alasannya, memang kejadian yang sangat tak menyenangkan bagi yang mengalami. Even until now, six or seven years after, istri saya masih terus ingat kejadian di toko jam di pertokoan Chandra-Pancoran, Jakarta Barat. Ceritanya saat itu istri saya sedang liburan balik kampung. Kebetulan liwat di Chandra, ia bermaksud membeli jam. Waktu istri saya minta diambilkan, si penjaga toko dengan datar bilang”mahal.” Kaget mendengar jawaban ketus tadi, istri saya masih coba sabar dan tanya: “mahalnya berapa?” Singkat cerita, terjadi tawar menawar dan akhirnya istri saya membeli jam “mahal” tadi. Senyum pun muncul diwajah si penjaga toko dan nada bicaranya berubah jadi ramah. Tapi sikap awalnya tadi telah membuat istri saya tawar dan tidak begitu menanggapi senyum dan sikap ramah si penjaga toko. Mengapa istri saya mengalami perlakuan seperti tadi? Pasalnya at that time, istri saya hanya ber celana pendek dan kaos saja. Jadi mengalami “rasisme” juga karena gaya berpakaiannya yang “easy n relax.” “Lha ngapain juga pakaian formal, wong Jakarta lagi panas-panasnya dan kawasan Pancoran adalah playing ground gua sejak kecil. Jadi cuek aja.” Demikian alasan istri saya. Sekembali ke Melbourne, insiden di Chandra pun di share ke kami. Of course kami offended mendengarnya. Tapi since then, kata “mahal” dengan nada versi si penjual jam di Chandra kami jadikan bahan guyonan, setiap kali mau beli barang yang mahal. Sikap “ngenye” yang ditunjukan oleh sales toko pun ada di Melbourne. Tapi kelakuan tidak professional (for a sales) itu sangat minoritas dan jarang dijumpai. Kemajuan ekonomi China yang sangat fantastic beberapa tahun terakhir, yang membuatnya sebagai negara kaya ada impact nya juga. Sales di toko-toko, even di branded goods shops ramah terhadap Asian customers. Karena kenyataannya, kalau ada Westerner dan Asian masuk, maka kemungkinan besar yang akhirnya beli adalah Asian customer. Memang harus diakui perbedaan perlakuan saat hendak belanja terjadi dimana-mana. Ada yang menyolok dan vulgar, ada pula yang lebih halus. Tetapi biasanya semakin baik bekal customer service understanding and training, maka makin bagus pula sikap sang sales, meskipun customernya hanya PPD (Pegang Pegang Doang).
Posted on: Sat, 10 Aug 2013 02:57:09 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015