Part 4. I Know I Will Loose This In The Next Day (3) Aku - TopicsExpress



          

Part 4. I Know I Will Loose This In The Next Day (3) Aku menghampiri mereka, dan menarik Elby agar nggak nafsu menghabisinya. Kutarik kaki Elby dari dada Dino. Cowok brengsek itu terengah-engah di atas tanah. Kasian, deh. Dan dengan agak sulit, aku mendorong mundur Elby dari arena pertarungan. Udah, ah. Nih cowok-cowok jangan sampe pada berantem lagi! Udah malem nih, nggak rame, nggak ada yang nonton. Elby masih mencoba maju ingin menghajar Dino lagi. Tapi, aku pun nggak nyerah mendorong Elby mundur. Hehehe ... kayak di film aja, deh. Berhasil juga, sih. Karena Elby dan aku langsung masuk ke dalam mobil, lalu hengkang dari situ. Aku langsung meraih knop pintu, membukanya, lalu masuk. Sebelum aku selesai memasangkan sabuk pengaman, Elby udah menginjak pedal gas kuat-kuat, membuatku terhentak ke belakang dengan keras. Kamu tuh ngapain sih, kencan ama orang kayak gitu?! Elby mendengus kesal. Elby ... aku, aku nggak tau, Bi! Aku nggak tau dia cowok kayak gitu! Tapi itu kan, bahaya, Ca! Aku diam nggak menjawab komentarnya. Kutatap jalanan gelap di depan, yang mulai memasuki daerah pemukiman. Elby mengerutkan keningnya, kesal. Kamu ... kamu gimana bisa tau aku ama dia? tanyaku. Mulanya Elby hanya menolehku sekilas, lalu kembali pada kemudinya. Namun dia menjawab juga. Aku ... aku sebenernya nggak tau kamu lagi ngapain. Kebetulan aja, aku dari BEC tadi, lagi ... beli something. Ya, aku terus ngeliat kamu makan ama cowok itu. Aku ... buntutin kamu terus. Dan aku, ngeliat dengan jelas, dia mulai ngelakuin hal biadab di mobil tadi, katanya. Hm ... mulai kurasakan dia menggunakan kata aku mengganti namanya. Kenapa nggak nyamperin aku, sih? Nyamperin kamu? Kirain ... kirain itu pacar kamu. Sejak kapan aku punya pacar kayak gitu? Elby kembali diam dan sibuk nyetir. Aku ingin sekali berteriak, Terima kasih, ya Tuhan! Setidaknya Kau kirimkan seorang pangeran saja untuk menolongku malam ini. Meskipun itu harus Elby. Bukan lipstik! MOBIL yang hingga saat ini belum kuketahui mereknya itu, berhenti tepat di depan pagar rumahku. Aku nggak segera membuka sabuk pengaman dan langsung pergi. Kami berdua terdiam di dalam mobil, memandang kosong objek keluar, di balik gelapnya malam. Ngngng ... Bi, makasih, ya! ujarku pelan. Kami langsung saling menoleh, dan kurasakan Elby memandangku dengan cara lain. Kamu ... kamu lain kali hati-hati, ya! pintanya. Aku tertunduk, memikirkan kalimat Elby barusan dengan dalam, dan setidaknya sedikit rasa ... malu. Kuanggukan kepala, lalu menyunggingkan senyuman terima kasih. Kuraih HP dalam tas, dan menemukan sekarang sudah pukul sepuluh malam. Aku ... aku pulang dulu! pamitku, sedikit canggung. Entah mengapa rasanya, aku dan Elby sepertinya mendapati situasi percakapan kami sedikit berbeda. Aku antar kamu, tawar Elby tiba-tiba, membuka sabuk pengaman, berbarengan denganku. Aku nggak menolak saat itu. Kubiarkan Elby berjalan membuntutiku di belakang, hingga mencapai pintu depan. Masih berjalan dengan tertunduk, kubalikkan badan dan menatap Elby sambil tersenyum manis. Dia mendapatiku mencoba tersenyum dengannya. Dan dia pun tersenyum juga. Oke ... sampai jumpa. Met malem ...I salamku melambai padanya. Tunggu tahan Elby pelan. Aku masih bisa mendengarnya. Kubalikkan badan dan menatap Elby penuh arti. Kamu ... kamu masih babysitter-ku, kan? tanyanya tiba-tiba. Aku menggeleng. Emang kenapa? Alisku mengerut. Aku ... aku nggak jadi. Iiih ... kenapa, sih? Nggak apa-apa. Sori kalo ganggu. Kami berdua terdiam lagi, kemudian saling tersenyum manis. Aku melambai lagi, masuk ke rumah. Kututup pintu dengan pelan, dan dapat kulihat Elby masih berdiri di depan pintuku. Hm ... what an amazing night! Malam yang menegangkan sekaligus malam yang so sweet. Nggak pernah kusangka kalau yang namanya Dino tuh ternyata cakep banget! Tapi nggak pernah kusangka pula ternyata dia itu bajingan! Dasar brengsek. Huh, body masa kini ... kelaku-an, masa gitu?! Hiiiy ... malam yang menyeramkan tapi ingin kugarisbawahi pula malam ini sebagai malam yang manis. Elby, nggak kusangka membuntutiku, lalu menolongku ketika aku benar-benar dalam zona berbahaya. Alhamdulillah. Untungnya, masih ada orang yang bisa menolongku. Aku nggak tau lagi gimana nasibku selanjutnya seandainya Elby nggak ada di sana tadi. Mungkin aku ... udah jadi individu baru yang penuh dengan trauma hidup dan noda hitam menempel besar di benakku. Aku bergegas menuju dapur, menemukan mama masih membereskan piring-piring makan malam. Huh, kelihatannya banyak banget! Hai! Gimana nge-date-nya? goda mama, karena dia tau petang tadi aku hendak pergi kemana. Aku jujur sama mama kalau aku akan gathering dengan stranger dari Internet. Buruk. Dia berperangai buruk. Untungnya aku berhasil pergi dan ... kurasa nomor teleponnya akan kuhapus, atau kalau bisa kuganti nomor HP-ku dengan nomor yang baru. Setelah itu, sih ... aku jalan-jalan di BIP! jawabku dengan sedikit mengubah cerita. Mama tersenyum kecil, kembali menyibukkan diri dengan piring kotornya. Aku sempat heran mendapati piring kotor dalam jumlah yang banyak. Layaknya barusan ada. Banyak banget deh, Ma! Barusan siapa aja yang makan malam di sini? Orang-orang satu RT, ya Ma? Mama cekikikan. Bukan. Bukan siapa-siapa. Cuma, yah, saudara sepupumu berikutnya. Yuni, dan Eva. Dia datang tepat lima menit ketika kamu pergi. Biasa. Lagi-lagi mereka liburan ke sini. Hah? Sepupu lagi? Aduh, ya. Tinggal satu minggu menuju tahun ajaran baru, kenapa sih, saudara-saudaraku pada datang di minggu liburan terakhir seperti ini. Udah ada si Ardia ama si Ovie, masa sekarang ada Yuni dan Eva juga? Hiiih ... jangan-jangan aku tidur di kolong kasur malam ini. Tempat tidurku bakalan kelebihan muatan. Ya ampun ... dunia serasa sesak, terlalu penuh manusia di kamarku. Gdbuuug! Dugh! Dagh! Duuugh! Gdbuuug! Brak! Bruk! Huh, lagi-lagi suara orang jatuh dari tangga kudengar malam ini. Kalau bukan si Ovie, pasti satu dari tiga sepupuku yang lainnya. Aku berbalik perlahan dan bergegas menuju tangga. Tuh kan, nggak jauh lagi. Ovie yang jatuh-lagi-lagi-malam ini. Ya ampun ... sapa sih, yang naro tangga di sini? keluhnya, mengerang. Biasa aja, dong. Nggak usah lari-lari segala Ada apa, sih? Aku membungkuk, membantunya bangkit. Itu ... itu ... itu ...I Ovie tergagap-gagap menunjuk pintu depan. Itu kenapa? Ngngng ... itu! Ya ampun, deh ... ah-ah-ah ... auw! Muah-muah-muah ... cilukba! Apaan, sih? Jijik banget deh, ah! Itu! Di pintu itu! Pintu itu! seru Ovie sangat panik. Kenapa, sih? Aku berjalan ke pintu depan, lalu perlahan membuka pintunya. Dan .... Sama kagetnya dengan Ovie, aku menemukan Elby masih berdiri di depan pintu rumahku. Elby? Aku mengernyitkan dahi. Buuughl Ovie jatuh ke lantai ... pingsan. Aku berlari ke arah Ovie. Sapa sih yang naro Bison ... di sana? gumamnya kemudian. Pluuukl Tengkuknya jatuh ke lantai. Benar benar pingsan sekarang. Aduh, ya! Biasa aja deh, ah. Kayak yang ngelihat Justin Timberlake mampir ke rumah ini aja. Plis deh ... dia kan, cuma si Elby, Aku menarik Ovie untuk dibaringkan di sofa. Namun ... ughf Berat! Ya ampun ... aku tuh lagi narik orang atau mobil, sih? Pokoknya, kalau Ovie bangun, ingatkan aku untuk memintanya diet. Ih, meskipun aku tau dia cuma 48 kg, tapi tetep aja bo! Nih cewek massanya lebih berat dari massa planet Mars! Hop! Elby tiba-tiba berada di depanku, dan mengangkat Ovie dengan mudah ke atas sofa. Aku membuntutinya dan langsung mengibas-ibaskan tangan di depan mukanya. Vie ... bangun, Vie! Aku menggoyangkan goyangkan badannya, tapi dia nggak bangun. K ... kenapa dia? tanya Elby. Gara-gara kamu ada di sini, tau! Dia kan, suka sama kamu. Pantes aja pingsan juga. Kamunya sih, ada di sini! Aku kembali mengibaskan tangan, juga sempat menggoyangkan tubuhnya agar dia bangun. Vie ... halowww! Bangun, Vie! Kenapa, sih? Hey! Bangun! Aku menampar-nampar pipinya pelan, mengguncangkan bahunya, memijit legannya, menjambak rambutnya, menekan-nekan dadanya ... ya ampun! Diapa-apain aja kok, masih pingsan juga?! Aku menoleh ke belakang, dan ... hey! Elby hilangi Dia nggak ada lagi di sini. Ke mana dia? Dia pergi! Oh, cepat sekali dia hilang. Tapi ... hmh peduli amat, sih? Lima menit kemudian, setelah menempuh perjuangan yang mendebarkan, dengan keringat basah mengisi kesabaran, akhirnya ... si Ovie bangun juga! Aduh ... kenapa sih, sofanya warna putih? gumamnya pertama kali begitu membuka mata. Emang kenapa, sih? Sama aja, kan? Gue pengin yang kembang-kembang di sana! Udah deh, ah. Sini. Duduk. Kamu tuh aneh, pake pingsan segala! Tadi! Bison! Ada Bison di pintu! Nggak! Nggak ada apa-apa! Halusinasi kamu aja! ujarku berbohong, berusaha menjaganya nggak pingsan lagi. Karena kemungkinan, Ovie akan pingsan kalo kusebutkan nama Elby. Ovie duduk dan mencoba bernapas dengan tenang. Dia menatap karpet, dan kuusap-usap tengkuknya, menenangkannya. Yuni sama Eva-nya mana? tanyaku membuka pembicaraan. Ama Ardia. Luluran lagi di kamar mandi. Luluran lagi? Luluran pake apaan? Yaaa ... pake scrub yang kemaren dipake luluran juga! Yang botol pink itu! Aduh, ya! Berapa kali sih, harus kukatakan kalo tuh botol buat nyuci muka, bukan buat luluran! Kalo pengin luluran, kenapa nggak ke salon aja?! AKU menarik selimut menutupi dada, dan mencoba memejamkan mata. Pukul dua belas malam. Huh, gara-gara kedatangan saudara sepupu lagi, aku harus menemani mereka ngobrol ngomongin perjalanan mereka dari rumahnya ke sini. Eva, nggak lebih baik dari Ardia ataupun Ovie. Mirip Dora the Explorer ketika memakai ransel, dan mirip Putri Huan Zhu ketika berkebaya. Agak manja dan cara bicaranya dibuat-buat. Dia bukan Eva di sekolahku. Eva ini adalah saudara sepupuku, asal Garut. Yuni? Hm, apalagi ini, sama-sama nggak lebih baik untuk dibicarakan. Bermasalah dengan yang namanya buncit dan setiap orang di sekolah selalu mengingatkannya tentang sebuah kata, perut. Dia tinggal di Bale Endah. Satu sekolah denganku, tapi kami beda kelas dan kami nggak terlihat seperti saudara sepupu di sekolah. Yuni anggota OSIS, sehingga nggak punya geng yang mendominasi sekolah. Bahkan, OSIS sendiri mulai meredup, terinjak oleh Kompilasi, Mozon, Rebonding Galz, Jagad, dan Tweenies. Handphone-ku bergetar. Aku menyingkap selimutku dan bergegas meraih HP di meja. Bu Nira menelepon. Halo! sapaku. Oh, Geca ... taukah kamu Dede ada di mana? Katanya dia mau ketemu kamu sore tadi, tapi ng-gak kembali sampai sekarang. Saya cemas. Setiap diteiepon, seiaiu direject. Saya yakin HP-nya aktif, tapi dia seiaiu menolak untuk menerima panggilan saya, ujar Bu Nira cepat, terdengar sangat panik. Tadi sih, ada di sini. Tapi kalo nggak salah, dia udah pulang jam sepuluh tadi. Oh ... kira-kira ke mana, ya? Saya khawatir. Dede nyetir sendirian malam-malam gini. Saya akan mencoba mencarinya. Nggak usah, udah malem. Kamu tidur aja! Biar saya yang nelepon temen-temennya. Maaf udah ganggu. Makasih. Hubungan telepon pun terputus. Aku meletakkan lagi HP ke atas meja, dan berjalan pelan menuju kasur lipat. Hm ... Elby ke mana, ya? Terakhir aku nge-liatnya sih, pas Ovie pingsan tadi. Tapi, dia tiba-tiba ilang gitu. Lenyap. I thought its better for me to go sleeping. But .... Aku nggak bisa tidur. Elby kupikirkan terus menerus. Ya ampun, dia ke mana, ya? Dia nggak ketemu Doni terus ngehajarnya, kan? Dia nggak sakit hati karena aku usir dia, kan? Dia nggak nyoba buat bunuh diri, kan? Dia nggak kecelakaan mobil karena ngantuk, kan? Dia masih baik-baik aja, kan? Oh ... aku stres! Sepuluh menit menjelang tidur yang menyiksaku. Aku nggak bisa tidur dan mimpi indah kalo Elby terus-terusan ada di pikiranku. Oh, Elby. Di mana kamu? Tiba-tiba .... Kudengar entakan kaki berirama, sayup-sayup di bawah sana. Aku mengenal irama itu. Irama lagu yang dimainkan Elby melalui piano beberapa hari yang lalu. Aku menyingkap lagi selimutku dan menuruni tangga dengan cepat. Kutemukan mama tertidur di sofa, dengan keadaan teve menyala. Irama entakan kaki itu semakin jelas di bawah sini. Tapi di mana? Dari mana asalnya suara itu? Aku menoleh ke pintu depan yang ternyata belum terkunci dengan tirai yang menyingkap sedikit. Ya ampun mama, kok, bisa-bisanya lupa nutup pintu. Papa juga ke mana lagi? Akhir-akhir ini kok, jarang banget aku ketemu ama papa! Suara itu. Ya. Suara itu berasal dari luar. Seseorang mengentakkan kaki, menciptakan irama lembut itu. Aku bergegas keluar dan menemukan Elby sedang duduk di kursi teras depan. Elby? Aku melongo kaget, sedikit nggak percaya, sedikit heran, sedikit kesal, dan sisanya ngantuk. Elby menghentikan entakan kakinya, lalu me- noleh padaku. Dia tersenyum, bangkit dari du-duk dan menatapku dengan pandangan lain. Kamu ngapain di sini, Bi? Udah malem ... tadi mama nyariin kamu. Aku ... aku lagi, nungguin kamu! katanya sedikit tersipu. Apa? Boleh kan, aku nungguin kamu? Aku pengin ngajak kamu ke rumahku lagi. Ngasuh aku lagi. Kita bisa maen bareng lagi. Maen PS, maen piano, maen air. Aku janji bakalan nurut sama kamu dan mama sekarang, katanya lembut. Kamu? Aku mengembuskan napas. Elby. De-ngerin aku, ya! Kemaren aku di rumah kamu tuh, kerja. Bukan buat apa-apa lagi. Dan masa kerjaku udah habis. Jadi ... kamu harus ngerti dong, kalau sekarang ... kalau sekarang kita harus mulai jalanin hidup seperti biasanya. Kita sebaiknya musuhan lagi. Maksudku, kita seperti dulu lagi. Kamu ngejek aku. Dan aku pun ngejek kamu. Sekolah bakalan gempar kalo tau kita akur-akur aja. Itu tuh ... itu tuh bagaikan melanggar kodrat yang udah dibuat. Jadi ... nggak boleh, main sama musuhku? Elby Oke-oke aku ngerti, sela Elby, aku tau kamu nggak mau kita akur karena, karena aku kayak gini, kan? Yah, silakan aja. Aku ngerti, kok. Aku yang salah. Kamu nggak berhak aku kejar cuma buat aku ajak jadi temenku. Oke, sekarang aku ngerti, aku nggak mungkin buat temenan ama siapa pun juga. Aku nggak pantes buat temenan ama siapa pun .... Maksudku, tuh, El Iya-iya, udah. Nggak usah ngejelasin lagi. Aku udah cukup ngerti. Mana ada sih, cewek yang mau deket-deket ama cowok kayak aku? Cewek mana, sih? Oke, tiap cewek sekarang tergila-gila ama aku, tapi kan ... yakin deh, mereka jijik kalo tau aku kayak gimana. Nggak gitu, kok, Bi! Udahlah. Aku tau aku nggak pantes lagi buat hidup. Elby! Jaga bic Terus,kenapa kamu nggak mau temenan sama aku?! potong Elby membentak. Aku tau aku ini nggak normal. Aku tau aku ini aneh. Tapi kenapa sih, cuma minta jadi temen aja nggak boleh?! Haram, ya? Kenapa, sih? Kenapa sih, nggak ada yang ngerti kalo aku tuh lagi coba berubah! Kenapa sih, nggak ada yang mau ngedukung aku buat berubah! Aku menunduk, terisak karena mulai melihat Elby berkaca-kaca. Emosinya sedang keluar. Bahkan isakan sakit di dadanya, semakin lama semakin menyesakkan telinga yang mendengarnya. Aku ... aku tuh punya salah apa, sih? Sampe cuma buat punya temen cewek aja nggak boleh. Aku tuh semenjijikan apa, sih? Aku tuh nggak ngerti. Penjahat aja masih dikasihani, kok. Masih punya temen, kok. Kenapa aku nggak? Aku sadar aku tuh lain. Aku tuh childish, manja, jahil. Ya semuanya, semua yang buruk yang ada di pikiran kamu, sebutin aja, itu pasti aku. Aku emang nggak pernah jadi yang paling baik, nggak pernah jadi anak yang pinter, nggak pernah jadi anak yang rajin. Tapi, apa karena itu aku nggak boleh punya temen? Elby mulai menitikan air matanya. Aku melihatnya dengan jelas. Begitu aku mendongak, kulihat aura mukanya benar-benar menyedihkan. Elby marah padaku, aku yakin itu. Tapi kan, aku nggak bermaksud untuk menjadi seperti itu. Selama ini ... aku, selalu ngejauhin ama yang namanya cewek. Kamu pasti tau itu. Cewek-cewek yang nyoba buat ngedeketin aku, biasanya aku cuekin atau ... aku judesin. Kamu juga pernah, kan? Aku tau. Tapi ... kamu tau nggak sih, aku tuh gitu karena apa? Kenapa aku selama ini nggak pernah deket ama cewek? Aku tuh nggak mau nyakitin hati mereka. Aku tuh nggak mau mereka tiba-tiba nyesel waktu tau aku kayak gini! Aku menunduk, menatap lantai lagi. Dan ... kayaknya, aku yakin nggak akan ada cewek lagi, yang mau ... jalan bareng sama aku ... apalagi kamu. Kayaknya, huh, sia-sia ya ... aku mimpiin kamu? Aku ngelamunin kamu, ngeharepin kamu bisa jalan sama aku. Aku mendongak menatapnya. Heran. Dia bawa-bawa aku? Elby tersenyum meledek. Huh, aku emang cengeng, nggak jantan. Elby ..., lirihku. Elby mengucek matanya, kemudian merogoh sakunya mengambil kunci mobil seakan hendak pergi. Geca. Sori, ya! Aku udah ganggu kamu selama ini. Aku udah ngejailin kamu. Aku udah ngerepotin kamu. Aku, aku emang bukan cowok yang berguna. Elby Dia tersenyum. Aku ... aku pulang dulu. Sori udah ganggu kamu tidur. Selamat malam. Aku menatapnya dalam. Elby mundur perlahan-lahan, mulai meninggalkanku di teras depan. ELBY! teriakku. Dia menoleh, melambai riang padaku. Aku, aku pulang dulu, ya! Aku ngantuk. Eh, Ca ... kemaren aku bisa tidur sendiri lho, nggak usah ditemenin mama. Hebat, kan?! Aku juga mandinya dua kali kemaren. Aku makannya sendiri. Oh, iya ... harvest moon yang di PS udah tamat, Ca. Kuda-nya aku kasih nama kamu. Hahaha ... nggak apa-apa, kan?! serunya senang, berjalan ke arah mobil. ELBY! Tunggu! pekikku sangat keras. Akhirnya dia berhenti, namun diam nggak berbalik. Dari posisinya, dia mendengarkanku. Bi ... maafin aku, ya! Sori. Aku nggak maksud buat bikin kita harus musuhan. Aku justru pengin temenan ama kamu. Cuma ... kita butuh sedikit penyesuaian dulu di sekolah. Elby menatapku lama. Kemudian, dia mengangguk kecil, dan berbalik lagi menuju mobilnya. Aku berlari menghampiri dia. Elby! Kalo kamu ngantuk, tidur di sini aja! Bahaya nyetir malem-malem! Elby memutar kepala sekilas, namun hanya tersenyum. Kemudian, dia menekan alarm mobil. Tiba-tiba aku teringat kata-katanya Aku nggak pantes lagi buat hidup. Dan entah kenapa, aku jadi kepikiran kalo dia bakalan bunuh diri malam ini di jalanan. Hihihi sedikit klise dan ironis. Tapi kan, kemungkinan seperti itu sangat ada. Elby! Inget, ya! Aku harus masih bisa ngeliat muka kamu besok pagi! Maksudnya? Elby mengernyitkan dahi, membuka pintu mobil. Yaaa ... jangan coba-coba buat bunuh diri malam ini! Inget, kamu harus selamat sampe rumah. Aku harus masih bisa liat kamu besok. Kamu harus tetep hidup, jangan karena gara-gara tadi, kamu tiba-tiba bunuh diri. Sumpah, Bi. Aku nggak bermaksud buat bikin kita musuhan selamanya. Yaaa ... seenggaknya, nggak terlalu banyak yang tau kalo kita tuh temenan. Masalahnya .... Aku membungkuk dan berbisik, Aku nggak mau cewek-cewek seantero jagad raya tiba-tiba ngedeketin aku cuma buat minta dideketin ama kamu. Mudah-mudahan Elby tau maksudku selama ini. Kemudian, dia tersenyum dan ber-tanya dengan manisnya, Jadi ... kamu ... mau jadi temenku? Aku nyengir-nyengir, berpikir sebentar. Ngngng ... kayaknya nggak, deh. Hihihi ... karena aku bagusnya jadi babysitter kamu! Kami berdua tertawa kecil sekilas. Hingga Elby akhirnya masuk ke mobil dan menurunkan kacanya untuk melambai padaku. Ngomong-ngomong ... di mana ya, tempat di Bandung jam segini yang sepi banget dan enak buat bunuh diri? tanya Elby tiba-tiba. Eh-eh-eh! Enak aja! Hush, jangan ngomong yang nggak-nggak. Pokoknya, aku harus masih bisa ngeliat kamu besok! Inget! Kamu masih harus hidup. Hidup? Yang nentuin hidup itu Tuhan. Kita nggak tau kapan kita mati ... bisa aja besok aku ... mati. Iya-iya, aku ngerti. Aku menggeram kesal. Pokoknya, seandainya iya kamu mati besok, kamu cuma mati karena penyakit! Bukan karena kecelakaan akibat bunuh diri. Udah ah, jangan sompral! Inget, ya, jaga diri baik-baik. Jangan ngelakuin hal yang aneh-aneh. Penyakit? Oke, paling juga aku mati karena penyakit ... Cinta! Ih, dasar genit, Elby melambai lagi melajukan mobilnya meninggalkan rumahku. Aku nyengir heran sambil melambai. Setelah kutatap mobilnya hilang di belokan jalan, aku kembali ke dalam rumah. Elby ... hari ini kamu aneh! Dan kurasa aku ... mulai menyukaimu. Namun betapa kagetnya aku, menemukan ada lima orang lagi sibuk melakukan sesuatu di ruang tamu. Ada yang mengutak-atik monitor, ada yang menyiapkan kamera, ada yang menulis sesuatu, ada yang dandan, dan ada yang membereskan sesuatu. Layaknya sedang syuting. Hey! Kalian ngapain? Kita ... kita cuma ngerekam yang barusan aja! jawab Ovie, nyengir. Apa-apaan sih, pake ngerekam segala?! Ovie ngapain kamu bawa-bawa kameraku? Yuni, kamu nulis apa, sih? Eva ... kamu lagi ngeberesin apa dalem koperku? Mama? Mama lagi ngapain ama monitor komputerku? Ngapain juga sih, mama ada di sini? Dan Ardia ... kamu ngapain dandan di situ? Sudah kubilang kan, itu tuh maskara, bukan lipstik! Masa warnanya hitam?! Truth or Twist? AKU langsung masuk ke kamar Luna. Kutemukan dia sedang asyik ngobrol dengan Mila. Hey! Sori, angkotnya telat. Kulemparkan tasku ke atas meja dan bergabung bersama mereka. Mila menggeser sedikit posisi duduknya agar aku bisa duduk. Lalu dua detik kemudian, kami tenggelam dalam gosip-gosip baru. Luna dengan semangat menceritakan kencannya bareng Ryan, cowok playboy terakreditasi A. Aku kaget begitu mendengar Luna kencan bareng Ryan, tepat Sabtu malam minggu kemarin. Tapi dia payah. Luna tertawa kecil, mendelik genit. Kenapa? Kenapa? Mila nggak sabar mendengar cerita Luna berikutnya. Yeah, he is stupid so far. Dia nggak tau gimana caranya ngiris beefsteak pake pisau kecil, bahkan cara menyedot bubble menggunakan sedotan. And sometimes he got nothing with my English! Oya? Ryan seburuk itu? tanyaku, mengambil keripik di atas meja. Ya! Tapi .Luna menyeringai, The way he moves his motorcycle, keren banget! Ada deh, potongan Valentino Rossi di tangannya. Ya ampun, sempat kaget dan menegangkan juga. But that is amazing1. Elo mungkin nggak percaya kalo gue dibonceng ama dia di motornya, terus dia ... belok-nya, bo\ Miring ke samping, hampir nyentuh tanah. Kayak MotoGP gitu, deh. Padahal itu di jalan raya! Gileee ...! Seems sitting in roiiercoaster! Jantung gue berdebar-debar terus. Ya ampun, sempet sem-petnya coba, dia ngelepas stang motor padahal motor lagi cepet-cepetnya! Ih, kayak Fear Factor, deh ... screaming1. Hebat-hebat! Mila bertepuk tangan, lalu meraup segenggam keripik, Elo, gimana cerita tentang babymon-nya? Ceritain dong, da gue teh pengin tau keseharian elo dikarantina di sana selama seminggu ....
Posted on: Thu, 14 Nov 2013 03:41:39 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015