Pelajaran Dari Guru-guru Hebat Dalam Novel Anda sudah pernah - TopicsExpress



          

Pelajaran Dari Guru-guru Hebat Dalam Novel Anda sudah pernah membaca novel Andrea Hirata Laskar Pelangi? Novel karya anak negeri yang mendapatkan label International best seller, laris manis di 60 negara dan sudah diterjemahkan dalam 18 bahasa asing ini, dikenal secara internasional sebagai rujukan sastra tentang budaya tradisional Indonesia, yang dihadirkan melalui tokoh utama 11 anak sekolah dengan kesederhanaan, kejujuran, keceriaan, kejeniusan dan kegigihan mengejar mimpi. Padahal novel ini awalnya tidak diniatkan penulis untuk diterbitkan secara umum, melainkan hanya sebuah tulisan yang ingin didedikasikan Andrea untuk gurunya, Bu Muslimah. Ia teringat bahwa sewaktu kelas 5 SD saat ia melihat Ibu Muslimah melintas naik sepeda, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk suatu hari nanti menulis tentang perjuangan dan keikhlasan Ibu Muslimah menjadi guru di perkampungan Belitong. Bu Muslimah digambarkan Andrea hirata dalam Laskar Pelangi sebagai perempuan perkasa. Banyak kesulitan tak terkira yang harus dihadapinya agar sekolah tempatnya mengajar tetap berdiri, demi melanjutkan cita-cita ayahnya mengobarkan pendidikan agama dan budi pekerti. Karena kurangnya guru di sekolah tersebut, Bu Muslimah menjadi guru kelas dari anak-anak Laskar Pelangi sejak mereka duduk di kelas 1 SD hingga 3 SMP. Dan dengan upah hanya berupa beras 15 kg setiap bulan, Bu Muslimah harus melanjutkan bekerja menerima jahitan sampai jauh malam untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan adik-adiknya, setelah lelah seharian mengajar. Bu Muslimah juga adalah guru yang pandai, karismatik, dan visioner. Bu Muslimah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam membentuk karakter, memompa semangat dan menemukan kejeniusan murid-muridnya. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran budi pekerti, mengajarkan nilai-nilai universal tentang demokrasi, hukum, keadilan dan HAM sejak dini. Dan semua ajaran moral yang sederhana tersebut menjadi sangat efektif terpatri di hati murid-muridnya karena keteladanan guru dalam kejujuran, kesahajaan, dan kegigihan yang dilihat murid-muridnya setiap hari menjadi metode pembelajaran yang lebih sakti dibanding metode apapun. Dalam novel keduanya, Sang Pemimpi, yang merupakan bagian dari tetralogi Laskar Pelangi, Andrea Hirata lagi-lagi menyisipkan gambaran tentang orang-orang yang mewarnai dan menanamkan nilai-nilai kuat dalam perjalanan hidupnya. Seorang Guru yang menguapkan kelelahannya begitu sampai di sekolah, karena harus bekerja di dini hari hingga subuh demi meringankan beban orangtua membiayainya sekolah. Guru tersebut bernama Drs. Julian Ichsan Balia, Kepala sekolah sekaligus guru sastra di SMA tempatnya belajar. Pak Balia orang yang mencintai profesinya sebagai guru, karena itu beliau selalu tampil prima di depan murid-muridnya. Bijaksana, berwawasan luas dan cinta ilmu, kreatif, dan selalu memotivasi murid-muridnya. Gurunya ini tidak jarang menunjukkan gambar tentang Perancis, mozaik karya seniman dunia, membisikkan kata-kata motivasi tokoh dunia, dan mengilhami muridnya untuk bermimpi setinggi mungkin. Dari gurunya tersebut Andrea mulai berani bermimpi untuk sekolah di Perancis dan menjelajahi Eropa hingga Afrika meski tak tahu apa yang harus dilakukan untuk meraih mimpinya. Dalam novel ketiga tetralogi Laskar Pelangi, Andrea menceritakan dirinya akhirnya berhasil menjadi mahasiswa di universitas Sorbonne Paris, Perancis. Meski lebih banyak bercerita tentang pengalamannya di Paris dan petualangan berkelana di Eropa, Andrea menyisipkan dalam pengantar petualangannya tentang beberapa orang yang menjadi inspirasi perjalanan hidupnya, dan salah satunya, guru yang sangat dikagumi yang membuatnya berani bermimpi bersekolah di Perancis, pak Balia. Di tahun 2009, muncul novel best seller karya A.Fuadi, dengan spirit yang sama dengan Laskar Pelangi dan sang Pemimpi, tentang kesungguhan berusaha dan keberanian bermimpi dari pengalaman penulis selama belajar di sebuah pondok pesantren, berjudul Negeri 5 Menara. Dengan latar dan gaya bercerita yang sangat berbeda dengan Andrea Hirata, A.Fuadi menginspirasi banyak orang melalui novelnya tentang sistem PM (Pondok Modern) Madani dalam menanamkani karakter sungguh-sungguh, ikhlas, cinta ilmu, dan nilai-nilai universal lainnya kepada para santri, dan tentu saja dengan menyisipkan gambaran tentang beberapa guru/ustadz yang selalu menyuntikkan motivasi dan membuat murid-muridnya dahaga akan ilmu pengetahuan. Para guru inspiratif yang diceritakan dalam novel tersebut di antaranya, Kyai Rais, ustadz Salman, dan Ustadz Thoriq. Ustadz Rais dijuluki A Fuadi sebagai seorang Renaissance man, Kepala PM yang berpengetahuan dan pengalaman luas, kharismatik, dan sering memberikan petuah kepada para santrinya. Ustadz Salman adalah guru wali kelas yang ramah, selalu memberikan motivasi yang membakar semangat dan menanamkan nilai positif. Sementara Ustadz Thoriq, diceritakan sebagai ustad senior yang sangat disiplin dan memegang teguh aturan hukum tanpa tolerasi sehingga cukup ditakuti. Namun dari keseluruhan cerita dalam novel tersebut ada gambaran yang sama mengenai semua guru di PM Madani; ramah, berpengetahuan dan wawasan luas, tidak lelah memotivasi dan mengajak santrinya berfikir positif. Keihlasan, totalitas berusaha dan kecintaan menuntut ilmu terpancar dari sikap semua gurunya sehingga menjadi cara paling ampuh dalam penanaman karakter santri. Baik dalam Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, maupun Negeri 5 Menara, para penulis pada akhirnya berhasil menggapai mimpi-mimpinya. Menjadi orang-orang hebat, yang lahir dari para guru yang hebat. Cara kedua penulis menceritakan guru-gurunya menunjukkan sikap hormat penulis yang luar biasa. Ibu Muslimah, pak Balia, dan para ustadz PM Madani dengan segala ketulusannya, totalitasnya karena kecintaannya dalam mengajar, telah melahirkan murid-murid yang tidak saja berhasil menggapai cita-cita tetapi juga memiliki budi pekerti luhur. Ada berapa banyakkah guru seperti mereka di negara kita saat ini? Kemana bapak ibu guru ketika tawuran antar pelajar semakin meramaikan berita di media massa, dan globalisasi budaya menyergap anak-anak sekolah tanpa ampun, tidak hanya usia SMA, SMP tapi juga SD. Bahkan anak-anak remaja jaman sekarang tidak malu mengaku sebagai generasi alay, berfikir materialistis dan hedonis dengan kiblat artis-artis yang muncul di televisi. Jaman memang sudah jauh berubah. Guru-guru hebat dari dalam novel di atas, dengan segala kekurangan dan keterbatasan kondisi yang ada, mereka mampu melahirkan generasi-generasi yang hebat karena keteladanan yang mereka hadirkan. Guru di jaman sekarang, mempunyai tantangan yang luar biasa berat untuk menyelamatkan siswa-siswinya dari gempuran budaya yang tak terfilter. Namun, guru-guru yang cerdas, kreatif, mencintai profesinya, dan ikhlas, pasti bisa mengambil keuntungan dari kemudahan teknologi dalam mendidik siswa-siswinya, mau membuka diri terhadap kemajuan teknologi sehingga tidak ada guru yang dengan tanpa rasa bersalah mengatakan “murid sekarang lebih pintar dari gurunya”. Tidak bisa ditolerir, guru harus menjadi pembelajar tanpa kenal usia dan jaman. Guru harus jauh lebih berwawasan dan berpengalaman sehingga siswa bisa memuaskan rasa ingin tahunya dari guru. Bagaimana cara menghadirkan guru-guru yang cerdas, kreatif, pembelajar dan ikhlas? Sejak tahun 2007 Pemerintah menyelenggarakan sertifikasi guru untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas guru. Dalam pelaksanaannya dari tahun ke tahun sertifikasi guru terus diperbaiki untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Namun sejauh ini efektifkah sertifikasi guru untuk meningkatkan kompetensi pedagogic, professional, sosial serta kepribadian guru? Pendidikan dan Latihan Profesi Guru mungkin bisa meningkatkan kompetensi pedagogic, professional dan sosial, tapi efektifkah untuk meningkatkan kompetensi kepribadian guru? Lantas bagaimana cara efektif untuk meningkatkan kompetensi kepribadian guru, atau lebih spesifiknya, bagimana cara menuntaskan kompetensi keikhlasan guru? Guru yang ikhlas dan mencintai profesinya akan menjelma sebagai guru penuh keteladanan dan tak pernah berhenti sebagai pembelajar sejati, tanpa menghiraukan berapa upah yang harus diterima. Pada akhirnya jawaban itu kembali kepada diri kita masing-masing, karena tidak ada alat ukur apapun untuk keikhlasan dan ketulusan. Bisakah kita meneladani Ibu Muslimah, Pak Balia, dan para ustadz PM Madani? Tidak hanya bagi seorang guru, dalam menjalani profesi apapun, jika dilandasi dengan ketulusan, keikhlasan, dan kecintaan yang tinggi terhadap profesi pasti Indonesia akan secepatnya bebas dari budaya korupsi. Saya yakin sekali.
Posted on: Thu, 27 Jun 2013 06:43:03 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015