Permasalahan kuburan Kami sangat terenyuh melihat perlakuan - TopicsExpress



          

Permasalahan kuburan Kami sangat terenyuh melihat perlakuan Ustadz Firanda terhadap Habib Munzir Al Musawa, salah satu umat Rasulullah yang masih “mendatangi” Rasulullah dengan cara atau sarana yang dikehendaki Allah Azza wa Jalla Ustadz Firanda telah melakukan apa yang telah dilakukan Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal kepadanya sebagaimana yang telah kita ketahui dari salafybpp/ categoryblog/97-dusta-firanda-ditengah- badai-fitnah-yang-sedang-melanda-bag1.html Ustad Firandaz dalam blognya pada firanda/index.php/artikel/ bantahan/183 Habib Munzir Berdusta Atas Nama Imam As- Syafii firanda/index.php/artikel/ bantahan/184 Habib Munzir Berdusta Atas Nama Imam Ibnu Hajar firanda/index.php/artikel/ bantahan/185 Habib Munzir Salah Menerjemahkan Perkataan Al-Baidhoowi rahimahullah Ketiga tulisan ustadz Firanda tersebut sebagai bantahan terhadap kitab Habib Munzir Al Musawa berjudul “Meniti Kesempurnaan Iman” khususnya permasalahan seputar “kuburan” Tidak ada yang salah atas apa yang telah disampaikan oleh Habib Munzir Al Musawa. Sebagaimana yang telah kami sampaikan dalam tulisan pada mutiarazuhud.wordpress/2011/09/21/ terjemahan-dan-makna/ bahwa ada kemungkinan terjadi perbedaan antara terjemahan dengan makna. Terjadi kesalahpahaman bagi Ustadz Firanda karena beliau memaknai sebagaimana terjemahannya atau yang kami katakan “metodologi terjemahkan saja” atau pemahaman secara dzahir atau pemahaman secara apa yang tertulis. Contohnya , hadits dari Suhail dari ayahnya Abu Hurairah, Rasulullah bersabda ”janganlah kamu jadikan rumah-rumah kamu seperti kuburan. Sesungguhnya rumah yang dibacakan surah Al Baqarah itu tidak akan dimasuki syaitan” Terjemahannya kuburan namun maknanya janganlah rumah-rumah kamu sepi/sunyi dari membaca Al Qur’an dan dalam hadits yang lain janganlah rumah-rumah kamu sepi/sunyi dari sholat sunnah Permasalahan seputar kuburan, kami pun telah menguraikannya dalam tulisan kami pada mutiarazuhud.wordpress/2011/05/01/20 11/06/09/kuburan-dan-masjid/ mutiarazuhud.wordpress/2011/05/01/ 2011/06/09/seputar-kuburan/ Perkataan Imam As Syafi’i, “Aku benci diagungkannya seorang makhluk hingga kuburannya akhirnya dijadikan masjid, kawatir fitnah kepadanya dan kepada masyarakat“. sama dengan perkataan Rasulullah “‘Allah melaknat kaum Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid’. Aisyah berkata, Kalau bukan karena itu, niscaya kuburan beliau dipertontonkan, padahal tindakan itu dikhawatirkan akan dijadikannya kuburan beliau sebagai masjid.” (HR Muslim 823) Sumber: indoquran/index.php? surano=6&ayatno=16&action=display&option= com_muslim Oleh karena hadits ini menguraikan tentang laknat Allah ta’ala terhadap kaum Yahudi dan Nashrani maka kata masjid tidak dapat dimaknai sebagai tempat sholat bagi kaum muslim namun kata masjid dikembalikan kepada asal katanya yakni sajada yang artinya tempat sujud. Jadi makna hadits tersebut yang terkait dengan kaum Yahudi dan Nasrani adalah larangan menyembah kuburan. Termasuk kebiasaan kaum Yahudi dan Nasrani membuat gambar- gambar atau patung-patung pada kuburan untuk penyembahan. Hal ini terurai pada hadits-hadits yang lain. Imam As Syafi’i rahimahullah, “benci diagungkannya seorang makhluk hingga kuburannya dijadikan masjid, khawatir fitnah kepadanya dan kepada masyarakat” maknanya janganlah bersujud pada kuburan Beliau untuk menghindari fitnah terhadap yang melakukannya walaupun di hati yang bersujud tidak meniatkan untuk menyembah beliau hanya sekedar penghormatan kepada Beliau. Begitupula apa yang dikatakan oleh Aisyah radiallahu anha “Kalau bukan karena itu, niscaya kuburan beliau dipertontonkan, padahal tindakan itu dikhawatirkan akan dijadikannya kuburan beliau sebagai masjid.” maknanya Kuburan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam tidak pertontonkan agar para peziarah tidak bersujud kepada kuburan Beliau menghindari fitnah terhadap yang bersujud maupun orang yang lain yang melihatnya walaupun di hati yang bersujud tersebut sekedar penghormatan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Begitu pula penetapan hukum perkara sebagaimana yang dikatakan Imam As Syafi’i “Makruh memuliakan seseorang hingga menjadikan makamnya sebagai masjid” maknanya “makruh jika seseorang bersujud pada makam walaupun diniatkan sekedar penghormatan untuk menghindari fitnah dari orang yang melihatnya” Jadi tidak ada kaitannya dengan kegiatan membangun masjid sebagai makna yang kita kenal pada masa sekarang. Begitupula dengan larangan mendirikan atau membangun masjid di atas kuburan adalah larangan mendirikan atau membangun masjid di atas kuburan sehingga kuburan tertutupi kecuali tidak diketahui bahwa di tanah tersebut pernah ada kuburan yang mana batas- batasnya sudah tidak dikenali. Oleh karenanya kuburan harus dengan mudah dikenali batas- batasnya. “Batas kuburan” atau batas tanah yang dinamakan kuburan Batas yang dinamakan kuburan adalah tegak lurus dari dalam liang lahad/kubur ke atas. Untuk membedakan tanah bukan kuburan dengan kuburan dengan cara membentuk undukan yang rata (ukuran sejengkal) tanpa membentuknya seperti menyerupai tubuh atau bentuk lainnya. Boleh meletakkan batu atau patok di sejajar posisi kepala ahli kubur. Undukan tanah ini untuk menjelaskan “batas kuburan”, menghindari terinjak atau duduk di atas kuburan (“batas kuburan”) Dari Jabir radhiallahu ‘anhu. “Bahwa Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam telah dibuatkan untuk beliau liang lahad dan diletakkan di atasnya batu serta ditinggikannya di atas tanah sekitar satu jengkal” (HR. Ibnu Hibban) Dari Sufyan at Tamar, dia berkata, “Aku melihat makam Nabi ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam dibuat gundukkan seperti punuk” (HR. al Bukhari III/198-199 dan al Baihaqi IV/3) Meratakan dalam bentuk undukkan yang rata namun jangan membentuknya seperti yang dilakukan orang-orang romawi 12.86/1608 Dan telah menceritakan kepadaku Abu Thahir Ahmad bin Amru Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Amru bin Harits - dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepadaku Harun bin Sa’id Al Aili telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah menceritakan kepadaku Amru bin Harits - sementara dalam riwayat Abu Thahir- bahwa Abu Ali Al Hamdani telah menceitakan kepadanya -sementara dalam riwayat Harun- bahwa Tsumamah bin Syufay telah menceritakan kepadanya, ia berkata; Kami pernah berada di negeri Romawi bersama Fadlalah bin Ubaid, tepatnya di Rudis. Lalu salah seorang dari sahabat kami meninggal dunia, maka Fadlalah bin Ubaid pun memerintahkan untuk menguburkannya dan meratakan kuburannya. Kemudian ia berkata; Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk meratakan kuburan.” (HR Muslim 1608) Sumber: indoquran/index.php? surano=12&ayatno=86&action=display&option =com_muslim Hal yang dilarang dilakukan di atas “batas kuburan” atau dikenal sebagai “kuburan” adalah Mengapurnya atau menghiasnya sehingga menimbulkan kesombongan, Membuat bangunan atau menutupi dengan bangunan/semen/lantai Membuat patung, bentuk, gambar-gambar di atasnya Duduk atau menginjak Mendirikan/menjadikannya masjid (tempat sujud) maksudnya menyembah kuburan atau bersujud kepada kuburan walaupun diniatkan sekedar penghormatan. Hukumnya makruh untuk menghindari fitnah yang melihatnya 12.88/1610. Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dari Ibnu Juraij dari Abu Zubair dari Jabir ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk dan membuat bangunan di atasnya. Dan telah menceritakan kepadaku Harun bin Abdullah Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Muhammad -dalam jalur lain- Dan telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Rafi’ Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq semuanya dari Ibnu Juraij ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata; Saya mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dengan hadits semisalnya. (HR Muslim 1610) indoquran/index.php? surano=12&ayatno=88&action=display&option =com_muslim Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: “Aku menginginkan kuburan itu tidak dibangun dan tidak dikapur (dicat), karena perbuatan seperti itu menyerupai hiasan atau kesombongan, sedangkan kematian bukanlah tempat salah satu di antara dua hal tersebut. Aku tidak pernah melihat kuburan Muhajirin dan Anshar dicat. Perawi berkata dari Thawus: ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kuburan dibangun atau dicat’.” 43.355/3584. Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Yahya dari Hisyam berkata, telah menceritakan kepadaku bapakku dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha; Bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menceritakan sebuah gereja yang mereka lihat di negeri Habasyah (Ethiopia), yang didalamnya ada gambar. Lalu keduanya menceritakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda: Sesungguhnya mereka, apabila ada orang shalih dari kalangan mereka yang meninggal dunia, mereka dirikan masjid (tempat sujud/menyembah kuburan) di atas kuburannya dan membuat patung dari orang yang meninggal itu. Mereka itulah seburuk- buruk makhluq disisi Allah pada hari qiyamat. (HR Bukhari 3584) indoquran/index.php? surano=43&ayatno=355&action=display& option=com_bukhari 12.90/1612. Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Jika salah seorang dari kalian duduk di atas bara api, lalu terbakar baju dan kulitnya adalah lebih baik baginya daripada ia harus duduk di atas kuburan. Dan telah menceritakannya kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Ad Darawardi -dalam jalur lain- Dan telah menceritakannya kepadaku Amru An Naqid Telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az Zubaidi Telah menceritakan kepada kami Sufyan keduanya dari Suhail dengan isnad ini, hadits yang semisalnya. (HR Muslim 1612) indoquran/index.php? surano=12&ayatno=90&action=display&option =com_muslim Di atas “batas kuburan” diperbolehkan atap bangunan sebagaimana kuburan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam didalam sebuah ruangan yang beratap. Diluar “batas kuburan” boleh kita duduk, menginjak atau mendirikan bangunan disekelilingnya sebagai tanda atau pembatas. Pesan guru kami, hakikat tidak boleh menutupi kuburan atau “batas kuburan” dengan bangunan/semen/lantai adalah diibaratkan tidak “menyulitkan” ahli kubur bangkit dari kuburnya di kemudian hari . Namun ingat ini hanya ibarat atau seolah-olah saja sedangkan bagaimana persisnya kejadian di kemudian hari hanya Allah ta’ala yang tahu. (Wallahu a’lam) Wassalam
Posted on: Fri, 12 Jul 2013 05:51:51 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015