Pijat 2 Di dalam kamar, Dina hanya bisa merenung. Dirinya masih - TopicsExpress



          

Pijat 2 Di dalam kamar, Dina hanya bisa merenung. Dirinya masih tak percaya, kalau baru saja dirinya melakukan sesuatu yang sangat-sangat tidak dibenarkan sesungguhnya kalau menurut etika dan moralitas, namun dirinya tak berdaya dan tak kuasa lagi menolak dan mencegah semua itu. Tarikannya demikian kuat. Dina tak pernah merasakan dan mengalami gairah sehebat tadi. Bahkan selama berumah tangga dengan Ferry suaminya. Apakah ini selingkuh ? Entahlah. Namun dirinya tak bermaksud dan memang tak melakukan apa yang disebut selingkuh. Dirinya tak menduakan suaminya dengan lelaki lain, bahkan dengan lelaki yang baru saja melakukan percumbuan dengannya tadi itu. Dina berargumen, dirinya tak melakukan sesuatu yang secara hakikat disebut selingkuh. Tidak. Dirinya tak melakukan hal itu. Apa ini sebuah upaya pembenaran atas apa semua yang telah dilakukannya ? Mungkin. Tapi itu yang sesungguhnya. Semua itu terjadi dan berjalan begitu saja dan tanpa beban perasaan, dalam arti kata cinta. Semua hanya…biologis. Ya, hanya itu. Namun, secara etika dan moral, memang apa yang telah dilakukannya itu memang tidak dapat dibenarkan. Namun kembali, dirinya sungguh tak kuasa lagi menolak atau menghindarinya. Tarikannya demikian kuat dan hebatnya. Bahkan, sampai saat inipun, dirinya masih merasakan sisa-sisa kenikmatannya itu dengan kuat. Pada bagian organ kewanitaannya, masih merasakan denyutan-denyutan rasa nikmat. Bahkan rasanya, rongga kewanitaannya masih terasa seperti diganjal sesutau yang demikian nikmatnya. Suatu perasaan nikmat dan kepuasan yang belum pernah dirasakannya selama ini, bahkan setelah sekian lamanya mengarungi rumah tangga dengan suaminya itu. Atas semua ini, apakah dirinya bisa disalahkan sepenuhnya ? Rasa lelah dan kegundahan hatinya, membuat Dina akhirnya terlelap tanpa sadar, masih berbalut selembar kain yang tadi digunakannya. Hari telah cukup larut saat dirinya tersadar. Tak dijumpainya Ferry, suaminya. Dina langsung bangkit dan memutuskan untuk membersihkan tubuhnya. Selesai mandi, dikenakannya sebuah gaun dengan belahan dada yang agak rendah sehingga memperlihatkan belahan dadanya. Di bagian bawah, gaun itu hanya sebatas setengah pahanya, sehingga memperlihatkan sepasang paha indahnya. Dina bermaksud menemui suaminya dengan penuh kemesraan. Sikap mesra yang diberikannya sebagai sebuah ucapan terima kasih karena telah memberinya kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang amat menyenangkannya, walau tentu tak mungkin dia menceritakan sepenuhnya. Setidaknya dirinya dapat mengatakan kepada suaminya kalau dirinya berterima kasih karena diberi kesempatan dipijat oleh Darwis sehingga sekujur tubuhnya terasa fresh dan rileks. Ya, setidaknya untuk itu. “Sudah makan mas ?” sapanya saat menjumpai suaminya tengah duduk santai di ruang tamu sambil membaca sebuah majalah. “Belum” jawab Ferry singkat. “Lho khok belum sih ? Kenapa tak membangunkan aku ?” ujar Dina merasa bersalah sambil melirik ke jam dinding. Waktu menunjukkan pukul 8 malam lewat dua puluh menitan. “Habis, kayaknya kamu pulas dan nyaman sekali tidurnya” balas Ferry sambil melirik sejenak ke arah istrinya, lalu kembali mengarahkan pandangan matanya ke majalah yang masih dipegangnya itu. Sekilas Ferry melihat penampilan istrinya itu yang demikian sensualnya. Andai saja, kejadian tadi siang itu tak terjadi, pasti Ferry akan memburu istrinya itu dan mencumbunya. Namun kali ini, Ferry merasa ada sesuatu yang membuat dirinya agak enggan untuk melakukan hal itu. Masih terbayang jelas dimatanya saat menonton istrinya itu bergumul dengan lelaki pemijatnya itu. Dina istrinya terlihat demikian menggebu-gebu gairahnya dan demikian menikmatinya. Ada terselip kecemburuan dalam dirinya. Tapi kenapa ? Bukankah dirinya menikmati juga saat itu ? Dan secara tidak langsung, dirinya membiarkan semua itu terjadi, karena selain memberi kesempatan kepada istrinya untuk melakukan hal itu, juga dirinya tak mencegah, bahkan justru…menikmatinya. Salah siapa ? Atas semua yang terjadi, bisa dikatakan kalau hal itu adalah atas kehendak dan keinginan dirinya sendiri ? Mengapa harus menyalahkan istrinya ? Ferry menarik napas panjang, seakan hendak melepaskan beban berat dalam dirinya. Perhatiannya tak tertuju ke bacaannya, namun menerawang. Mengingat, membayangkan dan mempertimbangkan atas semua yang baru dialaminya dalam kehidupan rumah tangganya. Ferry coba kembali merenung, kejadian tadi siang itu, bukan saja hanya istrinya yang menikmati, namun juga dirinya. Ya, dirinya. Ferry diam-diam mengutuk dirinya sendiri. Diam-diam mengecam dirinya sendiri. Apakah aku ini suami yang normal, membiarkan, bahkan justru menonton istrinya sendiri bercumbu dengan lelaki lain ? Tak melakukan tindakan apa-apa. Tak mencegah, bahkan justru…menikmatinya. Ya, menikmatinya. Rasanya kini dirinya terbakar lagi demi membayangkan kejadian tadi siang. Dengan jelas sekali Ferry melihat istrinya yang berada dalam rengkuhan lelaki pemijatnya itu. Jelas sekali, istrinya sangat menikmati apa yang dilakukannya, hingga akhirnya istrinya itu melakukan sesuatu yang selama ini hanya dilakukan dengannya. Istrinya, Dina, dalam keadaan polos, menerima seluruh tindakan lelaki itu. Ya, seluruh tindakan. Sampai akhirnya, Dinapun menerima juga kehadiran lelaki itu. Hadir dalam kehidupan dan dunia pribadinya. Hadir dan datang sepenuhnya. Dina menyambutnya, dan akhirnya…istrinya itupun menerima semuanya. Masih terbayang di pelupuk mata Ferry, betapa istrinya sangat menikmati masukan lelaki itu. Setiap kali lelaki itu bergerak, Dina sampai merintih dan mengerang kenikmatan. Terlihat jelas betapa istrinya sangat menikmatinya, bukan hanya dari rintihan dan erangannya saja, namun juga tergambar pada ekspresi wajah dan gerakan tubuhnya. Dan semua itu, siang tadi, saat kejadian itu berlangsung, Ferry justru ikut menikmatinya, menyaksikan dalam keadaan polos istrinya dan lelaki itu saling memberi dan menerima kenikmatan birahi. Ferry sangat bergairah menyaksikan tubuh polos istrinya itu dalam cumbuan tubuh polos lelaki lain. Ferry sangat bergairah melihat betapa Dina istrinya sangat kenikmatan. Ferry terus menikmatinya, bukan….mencegahnya ! Jadi itu semua, salah siapa ? Istrinya ? Mungkin. Tapi yang pasti, dirinya sendiri. Dan Ferry tak memiliki alasan untuk menyalahkan Dina istrinya itu, apalagi memarahinya. Kekakuan akhirnya tak terelakkan. Suasana kaku yang hadir tanpa dapat dicegah. Entah bagaimana Ferry ingin bersikap, rasanya bingung. Keadaan batinnya tak bisa disingkirkan begitu saja, hingga terproyeksi dalam sikapnya. Sebaliknya, Dina sendiri, juga merasakan hal yang sama. Kejadian tadi siang membuat dirinya merasa bersalah. Ada terselip perasaan bersalah sekaligus takut kalau-kalau suaminya mencium gelagatnya. Apa yang dilakukannya saat ini untuk suaminya, terasa kaku dan canggung. Namun masing-masing tak sempat mempertanyakan dan memasalahkan sikap pasangannya, karena masing-masing dirinya tengah bergelut dengan perasaan batinnya sendiri. Sampai tiga hari berturut-turut, baik Ferry maupun Dina mencoba mengembalikan suasana. Dan upaya mereka, patut disukuri karena nampaknya berhasil. Namun tetap saja, bila masing-masing teringat akan kejadian itu, maka rasa canggung dan rikuh kembali menyergap. Dan selanjutnya, masing-masing coba secepatnya menyingkirkan semua itu. Setelah satu minggu lamanya, keadaan nampaknya telah kembali normal. Masing-masing seakan telah dapat menerima kejadian itu. Hanya celakanya, dengan sikap penerimaan itu, justru membawa ke tahap berikutnya. Antara sadar dan tidak, baik Ferry maupun Dina istrinya, terseret dengan perasaannya masing-masing, yang sejauh ini hanya dirinya sendiri yang mengetahuinya dan tak di ungkapkan ke masing-masingnya. Seakan semua itu menjadi rahasia sendiri-sendiri. Ya, Ferry merasakan sesuatu yang aneh dan sulit diterima oleh akalnya. Dirinya ingin kembali menyaksikan istrinya bergumul dengan lelaki lain. Ferry ingin menikmati saat-saat yang demikian menggairahkannya itu. Sebaliknya Dina. Kenangan betapa nikmatnya percumbuan itu, menghadirkan rasa rindu, apalagi sejak seminggu ini Ferry suaminya tak memberikannya. Dan memang Dinapun tak memintanya. Situasi yang tidak mendukung untuk itu. Namun kini, nampaknya siklus gairahnya telah kembali. Dan saat kembali, dirinya langsung teringat betapa seminggu yang lalu dirinya mendapatkan sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang hanya didapatkannya saat itu. Dan kini, dirinya ingin kembali merasakannya. Apakah hal itu bisa didapatkannya dari suaminya ? Berharap demikian. Namun rasanya sulit. Karena selain keadaan yang tengah menyelimuti kehidupan hubungan suami istrinya selama seminggu ini, juga rasanya tidak mungkin. Ini semua disebabkan oleh faktor psikologis. Dirinya tak akan merasakan ketegangan yang sama saat melakukannya dengan suaminya sendiri. Beda dengan saat melakukannya dengan Darwis seminggu lalu. Lelaki itu jelas lelaki asing. Secara norma hukum, etika dan moral, tidak dibenarkan. Namun justru disini letak misteri dan ketegangannya. Disinilah letak kelebihannya, yang tak didapatkannya dari suaminya. Mungkin secara pisik, tak ada perbedaan antara suaminya dengan lelaki pemijat itu, namun yang pasti…secara emosional. Walau dengan sembunyi-sembunyi, Dina dapat memastikan kalau sumber kenikmatan yang didapatkan dari lelaki itu, tak berbeda dengan yang dimiliki suaminya. Baik kualitas, kuantitas maupun durasinya. Tak banyak beda. Namun mengapa terasa demikian nikmatnya ? Dan semua itu, kini diam-diam dan tanpa diinginkannya, kembali hadir. Kembali ingin diraihnya dan dinikmatinya. Namun, tentu saja, itu semua tak mungkin untuk diutarakan dan dinyatakannya. Hanya sebuah keinginan yang nampaknya harus dipendamnya dan dibuangnya kemudian. Keinginan yang jauh panggang dari api. Momen dan kendali di tangan Ferry, sebagaimana awalnya dulu. Hanya Ferry sendiri yang dapat mengujudkan fantasi, fariasi dan sensasi itu hadir kembali. Dan Ferrypun tak kuasa membendung keinginannya. Hanya kali ini, Ferry berharap, dirinya tak hanya sekedar menonton semua keasikan dan kemeriahan acara itu, namun ikut terjun ke dalam arena. Bagaimana nanti bentuk permainan dan acaranya, biarlah waktu dan naluri yang membimbingnya. Dorongan yang kuat akhirnya membuat Ferry mengambil langkah dramatis. Skenario di susun, persiapan dilakukan. Suasana diciptakan dan lingkungan di sterilkan. Langkah pertama, “mengungsikan” anak-anak ke mertuanya. Dengan alasan ada hal yang perlu dibicarakan serius dengan ibunya, anak-anakpun mengerti. Diatur agar anak-anak mengatakan pada ibunya akan menginap kembali di rumah nenek, akhirnya tahap pertama berjalan mulus. Tahap kedua, mengubungi Darwis kembali. Membicarakan dengan lelaki itu secara terbuka. Walau mulanya lelaki itu terkejut karena kejadian beberapa hari yang lalu ternyata diketahuinya, namun karena Ferry sudah tidak mempersoalkannya, bahkan meminta lelaki itu untuk kembali memberi sesuatu yang diinginkan dirinya dan juga pasti diinginkan kembali oleh istrinya, maka akhirnya lelaki itu bersedia. Bahkan untuk babak ini, akan dilakukan sesuatu yang berbeda. Dan itu semua sudah diatur dan direncanakan dengan matang, tanpa diketahui Dina tentunya. Tahap ketiga, Ferry meminta ijin ke kantornya untuk libur tiga hari dengan alasan ada urusan keluarga. Selama tiga hari itu dipersiapkan dan direncanakan akan melakukan sebuah petualangan baru dalam kehidupan rumah tangganya. Tanpa kesulitan, Ferry dapat menghadirkan Darwis kembali. Alasannya enteng saja, sudah lebih dari satu minggu tak dipijat. Dinapun tak berkutik. Jam delapan pagi, Darwis datang. Disambut, walau Dina nampak terlihat kikuk, namun Ferry berpura-pura tak mengetahuinya. Untuk tak menimbulkan kecurigaan Dina, Ferrypun mendahului dipijat. Setelah itu, dengan sedikit memaksa, Dinapun akhirnya bersedia. Nampak sekali sikap kikuk dan canggung Dina, seperti saat dia pertama kali dipijat lelaki itu. Namun Ferry tahu apa yang menyebabkan istrinya sampai sekikuk dan secanggung itu. Dina sendiri, dengan berbagai perasaan, membiarkan dirinya mulai “disentuh” kembali lelaki itu. Dan “kerinduan” akan segala rasa minggu lalu kembali menyeruak ke dalam dirinya. Dengan sekuat tenaga berusaha dihapus dan disingkirkannya, namun sia-sia. Dan Dina merasa putus asa atas semua ini. Kedahagaannya, kerinduannya akan saat-saat yang berkesan minggu lalu kembali menekan dirinya. Namun dirinya tak tahu harus berbuat apa. Saat ini rasanya tak mungkin. Suaminya yang masih sepagi ini, nampak segar bugar dan tak akan ada kejadian seperti minggu lalu. Peluang itu nampak tertutup. Ah, apakah aku sudah gila ? Aku menginginkan kembali dekapan lelaki bukan suamiku ini ? Ini gila ! batin Dina dalam segala pertarungan batinnya. Ini tak boleh terjadi lagi. Satu kali sudah cukup. Tapi….akh. Mengapa keinginan ini demikian kuatnya ? Haruskah aku lari ? Oh mas Ferry, bantulah aku. Suruh lelaki ini pergi, dan selesaikanlah kedahagaanku, batinnya putus asa. Akan tetapi, tanpa diketahuinya, keadaan justru memojokkannya. Tiba-tiba suara HP suaminya berdering. Ferry langsung mengangkat teleponnya. Dan Dina, entah harus bersedih, takut ataukah justru…senang. Suaminya harus segera ke kantor ada sesuatu yang harus dikerjakannya saat ini juga. Dan tanpa bisa berbuat apa-apa, suaminya langsung bangkit dan meninggalkannya hanya berdua dengan lelaki yang masih memijatnya itu. “Sudah, kamu lanjutkan saja Wis, aku mau keluar dulu” pesan Ferry suaminya, lalu dengan bergegas beranjak pergi. Dina benar-benar bingung dan tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Detik demi detik berjalan terasa lambat dan semakin menegangkan. Dina hanya bisa diam. Dengan berhati-hati, Ferry memutar ke arah belakang, lalu di balik tembok yang memisahkan kamar tidurnya dengan sebidang sisa tanah yang dijadikannya taman kecil, Ferry duduk bersandar di bawah jendela kamarnya. Matanya sesaat mengamati sekeliling. Mengamati apakah situasi aman. Dan dari pengamatannya, dirinya merasa puas dan merasa sangat yakin, situasi sangat aman untuk dapat mengadakan “pesta” khususnya itu. Matanya masih menatap ke sekeliling. Di seberang taman kecil, disebelah Timur rumahnya, batas tanah miliknya dengan tanah sebelah dibatasi tembok yang cukup tinggi. Tembok yang dibuat oleh pemilik tanah sebelah itu untuk mengamankan lokasi tanah miliknya itu, justru membantu privasi rumah Ferry sendiri. Tak ada aktivitas di tanah yang dikelilingi tembok tinggi itu, dibiarkan saja kosong oleh pemiliknya, walau sudah dikuasainya beberapa tahun. Sementara di depan, di bagian Utara, walau pagar yang dibuatnya tak semewah tembok tanah sebelah, namun dengan sentuhan artistik, pagar rumahnya terlihat sangat alami. Tumbuhan rambat hampir menutup rapat pagar depan rumahnya. Sementara di seberangnya, setelah dipisahkan jalan selebar 6 meteran, ada sebuah lapangan rumput yang cukup luas yang sesekali biasa digunakan anak-anak kecil untuk bermain bola. Di bagian belakang, atau sebelah Selatan, dipisahkan oleh bangunan gudang yang cukup besar. Sementara di sebelah Barat, dipisahkan oleh tanah kosong yang seolah tak bertuan. Pagarnya tak semewah bidang tanah di sebelah Timur, namun tetap rapat, sebagian oleh tembok yang sudah termakan usia, sebagian lagi oleh rapatnya pohon-pohon besar yang tumbuh di areal tanah itu. Lokasi rumahnya memang masih jarang penghuninya, karena memang Ferry hanya mampu membeli di daerah yang seperti ini. Setelah memastikan semuanya aman, Ferry mulai berkonsentrasi mendengarkan suara-suara yang muncul dari balik kamar tidurnya. Untuk melihat ke dalam, itu tidak mungkin. Karena selain daun jendelanya tertutup rapat, juga tak ada celah untuk melihat ke dalam, kecuali dari lubang ventilasi atas, dan itupun tidak mungkin karena bayangan tubuhnya akan terlihat jelas di balik gordyn jendela kamar tidurnya. Belum ada suara terdengar. Ferry menunggu dengan sabar. Dirinya sangat yakin kalau rencana yang sudah disusunnya ini akan berhasil, dan akhirnya dirinya dan istrinya itu akan memulai babak baru dalam kehidupan seksual mereka selanjutnya. Di kamar, Dina sendiri masih terdiam, sementara Darwis terus memijatnya. Pergolakan batinnya meningkat, antara lanjut dan menghentikan semua ini sebelum terlambat, namun Dina merasa kesulitan untuk mengambil sikap. Setidaknya, saat ini. Ingin rasanya dia berucap, cukup. Cukup sampai disini saja. Tapi….akh, lidahnya terasa kelu, bibirnya terasa terkatup rapat. Batinnya bergolak, sementara suasana dan keadaan makin kritis. Dirinya berada di persimpangan jalan. Jalan mana yang harus diambilnya, dirinya tak mampu memutuskan. Sementara waktu terus berjalan dan keadaan semakin menyudutkannya. Dalam kebimbangannya, tekanan akan kerinduan dan memori satu minggu sebelumnya menyeruak perlahan namun pasti. Dina berusaha menekan dan menyingkirkannya, namun tak mampu. Dengan putus asa digigitnya bibirnya sendiri, berusaha keluar dari masalahnya saat ini. Sampai akhirnya, dengan terkesiap Dina merasakan kalau lelaki itu mulai melakukan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya tadi. Saat ini Darwis tak lagi memijat melainkan…membelai-belainya. Ingin rasanya dirinya berontak, namun kekuatannya terasa hilang. “Bu, tubuh ibu indah sekali” Deg ! Ukh gila. Lelaki ini benar-benar sudah terlihat keinginannya, batinnya. Ini tak boleh lagi. Tak boleh lagi terulang, batinnya berontak. Sementara di balik tembok kamar tidur, Ferry justru senang, sekaligus, tegang. Percakapan di dalam, sudah dapat menggambarkan apa yang sedang terjadi di dalam kamar tidurnya. “Terima kasih” Akh, kenapa harus itu yang keluar dari celah bibirnya ? Sudah tak waraskah dirinya ? Antara keinginan hati dan ucapannya tak sejalan ? Tapi apa iya ? Apa iya hatinya menginginkan untuk berontak dan tak ingin kejadian minggu lalu terulang lagi ? Apakah benar hatinya tak mau melakukannya lagi ? Apa benar hatinya sebersih itu ? Bukankah sebelumnya, justru hatinya menginginkan hal yang sebaliknya ? “Boleh buka kainnya bu, biar nggak kotor kena minyak” sambung lelaki itu. Oh, gila ! Ini gila ! Aku tak boleh melakukan hal itu ! Aku harus…., batin Dina bertempur. Berbeda dengan Ferry di luar. Dia justru berharap tak mendengar penolakan dari istrinya itu. Ferry berharap, Dina menyambutnya. Dina benar-benar bimbang dan ragu. Tak tahu harus bersikap bagaimana. Aaakhh, kenapa aku ? Kenapa aku tak menyatakan keberatanku ? Kenapa aku tak katakan, jangan. Biarkan saja. Tapi…tidak. Ini bukan salah hatiku dan ucapanku, ini salah….tubuhku. Ya, Dina seperti orang yang sudah kehilangan kesadarannya. Antara hatinya dan gerakan tubuhnya berbeda. Tadi bibirnya yang berucap lain dengan kehendak hatinya, kini…tubuhnya. Walau hatinya berusaha untuk mencegah, namun justru Dina merasakan gerakan tubuhnya sendiri yang memberi jalan kepada lelaki itu untuk melakukan apa yang diinginkannya. Dan dalam tempo hitungan detik saja, semuanya sia-sia sudah. Lelaki itu sudah merenggut kain penutup tubuhnya dan tinggal menyisakan satu pakaian dalamnya saja di bagian bawah tubuhnya. Dina putus asa sudah. Dina pasrah. Dan keputus asaan serta kepasrahannya itulah yang akhirnya memberi ruang pada rasa “kerinduannya” yang langsung mengisi seluruh ruang dalam pikiran dan hatinya. Rasa itu terus menyeruak dalam dan membelitnya dengan sangat kuat sampai akhirnya seluruh persyarafan di tubuhnya tergiring untuk bersiap atas segala sesuatunya, dan itu….Dina rasakan dengan jelas. Dengan berusaha menekan semuanya, dan berusaha kembali ke kesadarannya, Dina merasakan betapa setiap inci permukaan tubuhnya terasa sangat nikmat sekali disentuh lelaki itu. Apalagi saat lelaki itu mengarahkan gerakannya ke bagian depan tubuhnya, Dina akhirnya menyerah. Berontak sudah seluruh hasrat dan kedahagaannya. Tubuhnya menggeliat, merasakan betapa sentuhan tangan lelaki itu terasa sangat nikmat. Napasnya mulai memburu dan akhirnya pada bagian bawah tubuhnya terasa mulai basah. Dina….terbangkitkan. Maka saat lelaki itu bermaksud meraih dadanya, Dinapun mengangkat dadanya. Akhirnya, kembali lelaki itu mulai menjamah dirinya, dan inilah yang diinginkannya kembali. Dina hanya bisa merintih saat jari-jari tangan lelaki itu mempermainkan gundukan payudaranya yang sudah terbuka bebas. Dina benar-benar merasakan terbang ke awang-awang oleh permainan lelaki itu. Dengan lihainya, lelaki itu meremas, mengelus dan menggelitiki seluruh bagian kedua payudaranya sampai akhirnya berhasil memberi tekanan lebih dalam dengan mempermainkan kedua putingnya, membuat Dina semakin tenggelam dalam buaian kenikmatan birahinya. Dan lelaki itu memang sudah demikian terbakarnya, Dinapun sudah teramat “kepanasan.” Dengan satu gerakan tangan terus mempermainkan payudaranya, tangan yang lainnya menarik turun sisa pakaian yang melekat di tubuhnya, dan dirinya membiarkannya. Kini, untuk kedua kalinya dirinya polos. Kalau sudah begini, akhirnya dapat diterka. Tiba-tiba lelaki itu menghentikan segala sesuatunya. Dina menunggu dan bertanya dalam hati. Masih diam, tanpa sentuhan dan tindakan membuat dirinya terpancing untuk mengetahui apa yang terjadi. Dina menoleh dan ternyata… lelaki itu tengah melucuti pakaiannya sendiri. Masih sambil berbaring telungkup, dilihatnya lelaki itu dengan cepat melucuti pakaiannya sendiri sampai akhirnya…. Akh, untuk kedua kalinya dirinya melihat organ kejantanan lelaki itu yang langsung meloncat keluar saat celana dalamnya dia lepaskan. Batang kejantanan itu nampak sudah sangat tegangnya. Sekeliling batangnya terlihat guratan urat-urat besar yang melingkar tak beraturan, menambah penampilan akan kejantanannya. “Madep ke depan bu” ucap lelaki itu membuat Dina tersentak kaget dari keterpanaannya. Dan kali ini dengan gairah memuncak, dirinya menyambut permintaan lelaki itu. Dirinya membalikkan badan hingga telentang, berhadapan dengan lelaki itu yang sudah sama-sama polos seperti dirinya. Sementara Ferry coba menunggu kelanjutan dari ucapan Darwis atau istrinya di dalam. Ferry merasa kesal juga, hanya bisa mereka-reka apa yang tengah terjadi di dalam. Apakah istrinya dan Darwis sudah semakin maju, ataukah masih seperti semula. Ferry memang tak mengetahui kalau di dalam kamar tidurnya saat ini, istrinya Dina dan lelaki pemijatnya itu sudah sama-sama dalam keadaan tanpa busana sama sekali, saling berhadapan. Ferry juga tidak dapat mengetahui pasti kalau saat ini istrinya Dina tengah memandangi batang kejantanan pasangannya dengan tatapan penuh gairah yang meluap-luap. Ferry juga tidak tahu kalau saat ini istrinya Dina sudah tanpa ragu dan canggung lagi mempertontonkan seluruh bagian tubuh bugilnya ke lelaki itu, tanpa kecuali. Tak hanya mempertontonkan, namun juga menyilahkan lelaki pasangannya itu untuk memperlakukan apapun terhadap tubuh polosnya. Bahkan saat ini, Ferry tak mengetahui saat si lelaki sedang mempertontonkan juga kepolosan tubuhnya ke istrinya, tangan kiri lelaki itu membelai-belai selangkangan Dina istrinya. Di dalam kamar tidur, tanpa menunggu waktu, Darwis langsung menindih tubuh bugil Dina membuat Dina terkesiap merasakan penyatuan kembali tubuh bugilnya dengan tubuh bugil lelaki itu. Sesaat Dina terkesiap namun kemudian merasa terbang saat lelaki itu langsung menyergap puting payudaranya. Dihisapi, digelitik dan sesekali digigit-gigitnya membuat Dina benar-benar melayang tak kuasa. Perut lelaki itu menekan tulang pubisnya. Dina mengangkat pinggulnya hingga permukaan organ kewanitaannya bergesek dengan perut lelaki itu menghadirkan rasa nikmat yang makin menenggelamkan dirinya. Akhirnya apa yang diinginkannya, didapatkannya. Dirinya kembali dapat mereguk kenikmatan birahi dengan lelaki ini. Seluruh apa yang dirasakannya minggu lalu kembali hadir, bahkan kini dirinya lebih menerima. Suasanapun lebih mendukung. Kali ini dirinya hanya berdua saja dengan lelaki itu, dan ini semakin membakar gairahnya. “Sssshhh….mmmhhh….mmmhhh” tak segan-segan lagi Dina merintih dan mengerang untuk menyalurkan rasa nikmatnya. Apalagi saat lelaki itu mulai menggarap selangkangannya. Rintihan dan erangannya, walau sayup-sayup terdengar dari balik tembok kamar tidurnya, namun sudah membuat Ferry suaminya tersentak. Antara senang dan tegang, Ferry berusaha mempertajam pendengarannya. Dan setelah memastikan kalau istrinya itu sudah memperdengarkan erangan dan rintihannya, Ferry merasa lega sekaligus semakin tegang. Berhasil sudah. Hanya tinggal menunggu waktu saja, semuanya akan selesai. Sambil terus melahap payudaranya, Darwis mulai mengeksplorasi organ kewanitaan Dina. Dinapun membuka penuh kedua pahanya, memberi kebebasan. Maka untuk kedua kalinya setelah minggu lalu, lelaki itupun menjelajahi seluruh permukaan organ kewanitaannya. Dengan tekun dan lembut, Dina merasakan sapuan tangan lelaki itu di permukaan vaginanya. Satu dua sapuan untuk kemudian jari tangannya mulai bermain-main di clitorisnya. Memberi sapuan, gelitikan, tekanan dan pilinan yang membuat sukma Dina kian melayang. “Ssshhh…oookkhh….oookkkhh…..uuukkkhhh….” Dina amat menikmatinya. Pinggul bulatnya langsung berputar-putar. Gairahnya benar-benar sudah sangat memuncak, namun dirinya tak ingin segera menyelesaikannya. Ingin bermain-main dahulu. Ingin mengetahui sejauh mana kreasi dan imajinasi lelaki ini. Dan itu akhirnya didapatkan oleh Dina. Permainan jari tangan lelaki itu di clitorisnya hanya berlangsung beberapa saat saja, untuk kemudian Dina merasakan kalau lelaki itu akan bertindak lebih jauh lagi. Dengan cepat jari tangan lelaki itu bergerak turun dan akhirnya…. “Sssshhh…mmmhhhh” erang Dina saat Darwis menusuk liang kewanitaannya dengan jari tangannya. Terus menusuk semakin dalam dan sangat dalam. Bermain-main sebentar di dalamnya, menjelajahi sekeliling dinding liangnya yang sudah mengembang penuh dan sangat basah untuk kemudian… “Ssshhh….uuuukkkhhh” erang Dina tak kuasa ketika merasakan jari tangan yang kedua memasuki liang vaginanya. Tidak, tidak dua tapi…uuukkhh….tiga. Ya tiga ! Okh tidak, satu lagi….empat. Ya…empat ! Uuukkhh….Dina sampai melambungkan pinggul bulatnya tinggi-tinggi merasakan semua ini. “Oookhh…oookkhhh…oookkhhh….” lepas sudah semua yang menghalangi dirinya. Dina benar-benar tenggelam dalam permainan maut lelaki itu. Di payudaranya, Dina merasakan permainan jari tangan dan mulut lelaki itu, sementara di selangkangannya, di dalam rongga kewanitaannya, Dina merasakan korekan dan rojokan keempat jari tangan lelaki itu. Masih ditambah lagi dengan gelitikan, tekanan dan sentilan ibu jari tangan lelaki itu di clitorisnya, membuat Dina semakin kelabakan. Rintihan dan erangannya yang semakin jelas didengar oleh Ferry, justru membuat Ferry semakin tegang sekaligus bergairah. Tanpa melihat langsung, Ferry sudah dapat memastikan kalau babak pergumulan istrinya dengan lelaki pemijatnya itu sudah dimulai. Dia hanya harus bersabar menunggu sesaat. Menunggu moment yang tepat untuk kemudian masuk ke dalam, berpura-pura memergokinya dan akhirnya…bergabung. Ferry ingin mengambil moment yang tepat. Moment saat istrinya berada di puncak gairahnya, dan berada di tepi akhir kenikmatannya, maka dia akan muncul dan dapat dipastikan, bila moment ini tepat diambilnya, maka tak ada alasan dan kemampuan istrinya untuk berbalik lagi, namun terus berjalan maju melanjutkan seluruh petualangan birahinya itu. Kini Darwis mengarahkan cumbuan mulutnya ke bawah tubuh bugilnya. Dina, sebagai seorang wanita yang berpengalaman, tentu mengetahui apa yang akan dilakukan lelaki itu dan karenanya dirinya memberi ruang. “Sssshhh….mmmhhhh” hanya itu yang keluar dari celah bibirnya saat lidah lelaki itu mulai menyapu permukaan vaginanya. Rasanya sangat nikmat. Terasa berbeda dan terasa lebih nikmat dibandingkan bila yang melakukannya adalah suaminya sendiri. Pinggul bulatnya terangakat naik dan bergoyang tanpa sadar merasakan sejuta sensasi dan kenikmatannya. Napasnya langsung memburu, sementara kesadarannya makin tenggelam dalam lautan kenikmatan birahinya. Sapuan lidah lelaki itu terasa asing dan penuh misteri. Dina tak tahu apa yang akan dilakukan lelaki itu selanjutnya dengan gerakan lidah dan bibirnya di permukaan organ kewanitaannya. Dan nyatanya memang demikian. Dina sampai terpekik spontan saat lelaki melakukan sebuah gerakan tak terduga. Dengan tiba-tiba lelaki itu menjepit clitorisnya dengan kedua bibirnya kuat-kuat, lalu ditahannya beberapa saat untuk kemudian melakukan sebuah langkah yang membuat sekujur tubuh polos Dina bergetar tak kuat. Dengan ujung lidahnya lelaki itu menekan clitoris Dina kuat-kuat lalu diakhiri dengan gigitan kecil namun dengan tekanan yang terukur membuat Dina merasa seperti disengat arus yang sangat kuat, namun nikmatnya sulit sekali dilukiskannya. Gerakan selanjutnyapun tak kalah hebatnya. Clitorisnya langsung digelitik ujung lidah lelaki itu sambil terus memberi tekanan dengan kedua bibirnya. Gelitikannya sangat cepat dan kuat membuat tubuhnya bergetar hebat dengan sejuta kenikmatan yang sulit dilukiskannya. Kepalanya tertarik jauh ke belakang, sementara jari-jari tangannya mencengkeram kuat kain penutup tempat tidurnya. Tak cukup sampai disitu, lelaki itu menjulurkan kedua tangannya dan langsung menangkap kedua gundukan payudaranya. Meremasnya dan memilin-milin putting payudaranya hingga membuat Dina benar-benar terkapar tak kuasa. Gerakan itu diulanginya beberapa kali dengan kombinasi dan urutan yang berbeda sehingga sulit diterka, namun memberi efek kejutan yang luar biasa sampai akhirnya…. “Cu…cuk..kup. Cukup. Se…les…saik…kan sek…karang. Mas…sukkan sek…karang” susah payah Dina meminta. Tak kuat lagi dirinya berada dalam tekanan gairah yang sudah terasa di ubun-ubun dan siap meledak itu. Dirinya, ingin segera diselesaikan oleh organ kejantanan lelaki itu, bukan oleh organ tubuh lainnya. Di balik tembok, Ferry semakin tegang. Demikian juga di balik celananya. Rasanya sudah sakit sekali karena batang kejantanannya dipaksa tak bebas oleh balutan pakaian yang dikenakannya. Pendengarannya terus dipertajam, demikian pula dengan daya imajinasinya. Berusaha membayangkan dan menggambarkan dengan persis apa yang tengah terjadi di dalam kamar tidurnya. Apa yang tengah dilakukan istrinya dan lelaki pemijatnya itu. Dan saat lelaki itu bersiap, Dinapun menyambut. Kali ini dirinya tak lagi menutup mata, bahkan mengamati setiap gerakan lelaki itu. Kini terlihat lelaki itu duduk diantara kedua kakinya yang sudah terbuka lebar. Sesaat keduanya berpandangan, untuk kemudian keduanya bersiap melanjutnya. “Ssshhh…” saat lelaki itu menyapukan dahulu bagian kepala batangnya di permukaan organ kewanitaannya. Satu dua sapuan lalu…. “Sssshhh….mmmhhhh” erangannya terlontar. Matanya memejam meresapi setiap kenikmatan yang ditimbulkannya oleh pergesekan dinding batang kejantanan lelaki itu dengan dinding liang kewanitaannya.
Posted on: Sat, 03 Aug 2013 16:08:31 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015