Renungan Ramadhan Sering kita mendengar sabda Rasulullah - TopicsExpress



          

Renungan Ramadhan Sering kita mendengar sabda Rasulullah Saw, لَوْ تَعْلَمُ أُمَّتِيْ مَا فِيْ رَمَضَانَ لَتَمَّنَوْا أَنْ تَكُوْنَ السَّنَةُ كُلُّهَا رَمَضَانَ “Seandainya umatku tahu keutamaan bulan ramadhan, tentu mereka akan meminta sepanjang tahun adalah Ramadhan.” ( HR. Ibnu Majah ) Sudahkah kita berharap bulan yang lain (11 bulan) itu semuanya menjadi bulan Ramadhan? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Kalau kita belum berharap agar seluruh bulan itu menjadi bulan Ramadhan, berarti karunia Allah yang dicurahkan dalam bulan suci tersebut belum semua kita rasakan. Persentase kenikmatan yang dirasakan bergantung dari keimanan dan kesungguhan (mujahadah) kita dalam mengisinya dengan berbagai ibadah. Ukuran kebahagiaan Cita-cita atau tujuan hidup manusia adalah menggapai kebahagiaan. Semua manusia baik yang taat maupun yang maksiat ingin hidupnya bahagia. Namun kebahagiaan yang diinginkan manusia dan Allah kehendaki itu berbeda nilai dan kedudukannya. Terlalu jauh untuk mengukur atau membandingkan kebahagiaan menurut manusia sebagai hamba dengan kebahagiaan menurut Allah sebagai Pencipta. Sebagai analog, bahagianya anak kecil berbeda dengan orang dewasa. Kalau anak kecil ngambek cukup diberikan balon, maka ia berhenti menangis. Anak kecil jika diberi mainan berupa boneka akan meluapkan ekspresi kebahagiaannya dengan berjingkrak-jin gkrak. Kebahagiaan anak kecil bisa diwujudkan dengan ‘sebuah balon’. Berbeda dengan orang dewasa, justru akan marah bila ia diberi balon kalau sedang ngambek. Ukuran kebahagiaan berdasarkan umur saja sudah berbeda-beda tingkatannya, belum dari sisi lainnya. Maka bagaimana apabila ukuran kebahagiaan itu Allah yang mempersembahkan nya? Adalah pantas jika Allah berikan nilai kebahagiaan berupa Mawahib (karunia tak terduga) pada siang malam di bulan Ramadhan tanpa kita sadari, di luar kemampuan kita dalam mengungkapkan kebahagiaan yang sebenarnya. Inilah karunia yang tak terhingga yang akan membuat kita terkagum-kagum, kaget, terperangah dengan wujud karunia yangAllah tampakkan di akhirat nanti. Betapa minim (kecil) pengetahuan kita tentang kebahagiaan. Allah saja yang menggenggam nilai kesempurnaan kebahagiaan yang hakiki dan tidak ada batasnya itu. 2 Jenis Pemberian Allah Ada 2 jenis pemberian Allah kepada orang yangberibadah puasa. Pertama, Mawahib yakni sesuatu karunia yang tidak diminta. Karunia ini Allah berikan siang dan malam. Allah turun ke langit dunia di sepertiga malam akhir untuk mendengar ratapan dan do’a hamba-hamba-Nya yang sedang bertahajjud di malam hari. Allah berikan karunia kepada mereka yang berpuasa berupa ‘sesuatu’ yang pantas (layak) menurut kehendak-Nya, bukan menurut ukuran pengetahuan manusia yang terbatas. Ketidakberdayaa n manusia dalam mencerna nilai kenikmatan (kebahagiaan) itu cukup disentuh dengan ungkapan, ‘maa laa’ainun ro-at wa laa udzunun sami’at wa laa khothoro ’alaa qolbi basyarin… -tiada mata yang pernah melihat, tiada telinga yang pernah mendengar, dan tiada terlintas dan terbayangkan oleh hati manusia- Pemberian kedua adalah ‘Athiyyah. Yakni karunia yang diberikan Allah berdasarkan permintaan kita. Pemberian Allah bisa terlihat tidak paralel dengan apa yang kita pinta. Yang terlihat baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Contohnya, seseorang menggerutu (kesal) karena perjalanan menuju bandara mengalami macet sehingga ia batal naik pesawat. Beberapa saat kemudian terdengar pengumuman bahwa pesawat yang tidak jadi ia naiki itu mengalami kecelakaan yang menyebabkan semua penumpangnya tewas (seperti kejadian Sukhoi). Bagaimana perasaannya ketika mendengar kabar tersebut? Ia akan mengungkapkan perasaaan syukurnya karena tidak jadi naik pesawat. Padahal sebelumnya ia kecewa bercampur marah. Tsa’labah meminta kepada Rasulullah Saw agar diberi kekayaan. Sedangkan Beliau Saw menghendaki agar Tsa’labah tetap bersabar, sebab dalam kondisi ketaatan walaupun miskinlebih baik baginya daripada apa yang diangankannya. Akhirnya, permintaan Tsa’labah itu tidak menambah ketaatannya, malah sebaliknya, ia semakin sibuk dan jauh dari ibadah kepada Allah. Pemberian yang Allah berikan kepada kita janganlan diukur dengan materi atau kekayaan dunia, pemberian-Nya adalah yang terbaik. Bisaberupa pikirannya menjadi tenang, jiwanya tentram, bertambah keimanan dan istiqamah dalam ibadahnya. Orang mukmin yang beribadah di bulan Ramadhan dengan penuh keyakinan akan mendapatkan pemberian yang sempurna dan tinggi nilainya di sisi Allah SWT. Oleh: Syekh M. Fathurahman, MAg
Posted on: Wed, 10 Jul 2013 09:52:01 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015