Rindu Sejuta Mourinho Kemenangan milik bersama, kekalahan milik saya sendiri. Kalimat pendek yang keluar dari The Special One, menempel di otak, meneror terus. Apapun yang dilakukan Mourinho selalu menarik untuk diberitakan, tokoh antagonis yang membuat sepak bola menjadi begitu menarik, penuh kejutan dan misterius. Sebelas duabelas dengan Jokowi, sama-sama media darling. El Clasico baru saja lewat, tapi tensinya menurun drastis, publisitas pra dan pasca pertandingan biasa-biasa saja. Aura Neymar, kebintangan Bale ternyata belum maksimal menjual, persaingan Ronaldo Messi kehabisan point of view. Sementara Carlo Ancelotti dan Gerardo “Tata” Martino, dua-duanya terlalu santun, alim setipe kurang ekspresif. Komentarnya kurang sinis, kurang pedas dan provokatif, tidak lihai menciptakan drama. Beda jauh ketika aktor antagonis Mourinho masih tinggal di Madrid, penuh kontroversi tak terduga. Dibenci tapi dicinta media. Mulut Mou-pun berkata: “Daripada nonton El Clasico mendingan tidur.” The happy man hijrah ke Inggris, kembali ke pelukan Roman Abramovich. Mourinho tiada lawan yang mengimbangi dalam mengobarkan perang urat saraf, pasca menepinya Opa Ferguson. EPL terkesan datar, flat menjurus membosankan. Apalagi siaran langsung Liga Inggris di TV nasional juga malas- malasan. Ternyata sepakbola bukan sebatas mencetak gol, dan menang. Butuh intrik dan bumbu penyedap, penuh sensasi. Kemarin, Chelsea tersungkur kembali, selebrasi provokatif tak tersaji lagi. Mourinho sendirian menebar aksi, melakoni peran di panggung sepak bola agar lebih berwarna, terus menciptakan teka-teki dan tebakan, memancing emosi lawan. Sepakbola butuh pribadi- pribadi bengal. Maradona, Eric Cantona dan tentu Mou, pelatih plus-plus yang penuh passion bagi loyalis sejati. Mulai dari Drogba, Sneijder, Xabi Alonso sampai Ozil yang menganggap sosok dari portugal ini bukan sebatas pelatih mereka, tapi ayah. Jika Mourinho berubah, Media gagal menaikkan oplah. LIKE+KOMENTAR #ulil
Posted on: Mon, 04 Nov 2013 02:38:45 +0000
Trending Topics
Recently Viewed Topics
© 2015