Rosario Merah Itu......Oh Ibu... Jam di dinding telah menunjukkan - TopicsExpress



          

Rosario Merah Itu......Oh Ibu... Jam di dinding telah menunjukkan pukul 11 malam...aku mendesah panjang..dibalik keremangan kamar, aku memandangi wajah ibuku yang mulai menampakkan kerutan-kerutan ...rambutnya makin memutih, ia sedang tertidur pulas ditemani dengan berbagai alat penunjang pernafasan...ibuku terserang stroke 1 tahun yang lalu, meskipun beliau masih bisa berbicara, namun anggota tubuhnya, yaitu kedua kakinya lumpuh..aku membelai rambutnya yang sudah memutih itu,ibuku membuka matanya, tampak senyuman manis tersungging di bibirnya..ia berbisik..,”Isya sayang...kenapa tidak tidur? Sudah larut malam nak...nanti kamu sakit...”...tan gan keriput ibuku membelai wajahku...langsung aku meraih tangannya dan menciumnya....aku menangis...menyesal telah menyebabkan ibuku menjadi pesakitan, tersalib di ranjangnya...tak berdaya.... Masih teringat, 3 tahun yang lalu, ketika aku memutuskan bekerja di luar kota setelah aku lulus dari perguruan tinggi. Teringat pula aku akan ibuku yang berjualan kue di stasiun, dekat dengan rumahku...dengan menggendong bakul dan tampah penuh kue di atas kepalanya, ibu berjualan kue untuk menghidupi aku dan adikku yang kala itu masih bersekolah...dengan gigih ibuku berjualan demi kami berdua...papaku sudah minggat dari rumah ketika aku bersekolah di SD...menurut pamanku, ia sudah menikah lagi dengan seorang perempuan yang sering ia kunjungi pada saat ibu bekerja... Nah, kembali pada ceritaku, aku diterima di suatu perusahaan besar dan aku menduduki jabatan yang lumayan menurutku dan gaji yang kuterima cukup besar. Selang 3 tahun aku bekerja, ternyata ada seseorang yang sering memperhatikan aku disaat aku bekerja...Johan nama pria itu.. dan ia dengan memberanikan diri memperkenalkan dirinya...ia bekerja di perusahaan lain yang kebetulan gedungnya sama dengan gedung tempat aku bekerja. Entah kenapa, lama-lama berhubungan dengannya, membuatku jatuh cinta... Aku ini seorang wanita yang sangat memegang prinsip, terlebih bagi jodohku...aku mengingini jodohku seiman...Johan tidak seiman, ia berbeda keyakinan denganku...namun...entah kenapa (lagi) aku tidak menghiraukan hal itu..aku terlalu dimabuk cinta...hubungan kami semakin lengket saja, apalagi kami tinggal di kota tempat kami bekerja, maka makin bebaslah kami mengekspresikan ‘cinta’ kami...tak terasa hubungan kami sudah berjalan 2 bulan dan aku ngebet pingin nikah dengan Johan...karena menurutku Johan seorang laki-laki yang gentle, sangat sayang padaku, apapun yang kuminta, ia berusaha untuk memenuhinya...makin aku sayang padanya..bahkan beberapa kali ia suka ikut dalam ibadatku...makin aku melambung...serasa di awang- awang...akhirnya kami memutuskan untuk nikah...dan dengan perasaan berbunga-bunga, kami bedua pergi ke kotaku...ke rumahku dulu yang masih ditempati ibu serta adikku... Ibuku menyambutku dengan sukacita kedatanganku dan calonku..pada malam harinya aku memberitahu ibuku bahwa kami akan menikah...ibuku kaget..”Isya...Johan...tidakkah terlalu terburu-buru kalian memutuskan untuk menikah...bukankah lebih baik kalian mengenal kepribadian masing-masing dulu, apalagi kalian berbeda keyakinan...?” Buru-buru aku menanggapi bahwa kami sudah menimbangnya masak-masak...segala argumen ibuku aku patahkan...”Arg umen seorang ibu yang sederhana, seorang tukang kue keliling...yang pasti tidak selevel dengan kepintaranku”’ kataku dalam hati sombong...aku terus mendebat ibuku dengan ‘kepintaranku’ (tepatnya kesombonganku)..sampai akhirnya, karena kekesalanku yang memuncak, aku berkata setengah teriak...,”Suda hlah perempuan tua, tukang kue keliling...Isya sudah besar, sudah bisa menghidupi diri sendiri, aku berhak untuk menentukan hidupku sendiri...kan selama ini juga ibu dan Arman (adikku) hidup dari uangku...pokoknya kalian berdua tidak berhak sama sekali atas keputusanku ini...aku tidak mau mendengar lagi...titik...” Aku ingat pada saat itu ibuku menangis, menangis seperti anak kecil...di tengah tangisannya itu, ia berkata, “Kalau Keisya tidak mau mendengar perkataan ibu dan Arman, itu gak apa-apa, hanya, engkau jangan meninggalkan doa yang ibu sering ajarkan...doa rosario...pasti Bunda Maria akan menolong untuk membukakan mata hatimu...bahwa betapa bahayanya keputusan yang kau buat itu....” Aku tertawa mengejek mereka berdua...dan pada malam itu juga aku membereskan baju-bajuku semua...aku mau pergi dari rumah ibuku yang reyot itu...aku ingat, pada saat itu ibuku sampai berlutut memeluk kakiku untuk tidak pergi malam itu...namun aku mengebaskan kakiku sehingga ibu terhempas...aku pada saat itu benar-benar kesetanan...yang aku heran, Johan hanya diam saja melihat pemandangan neraka itu...setengah berteriak aku berkata kepada mereka berdua,”Saya tidak mau tahu lagi ya urusan kalian berdua, bantuan keuangan saya hentikan, karena kalian berdua juga menentang hubungan saya dengan Johan...nah...rasain kalian berdua...” Setelah berkata demikian, aku pergi bersama Johan, pulang ke kota tempat kami bekerja..pikiranku kacau... Sebulan setelah pertemuan dengan ibuku, kami memutuskan nikah, karena kondisi tidak memungkinkan, maka kami memutuskan menikah di luar negeri, dan pada saat kami hendak berangkat ke luar negeri, ibuku kembali menelponku untuk membujuk agar membatalkan pernikahan itu..namun aku hanya mendengus saja, setelah itu telfon ku tutup...Setiba di Australia, aku juga sangat terkejut karena ternyata Johan juga tidak mendapat restu dari orang tuanya, mereka ternyata sangat menentang mempunyai calon mantu yang berbeda keyakinan dengan mereka...kagok basah, akhirnya kami menikah tanpa restu kedua orang tua kami...namun sekali lagi kami buta oleh cinta...kami benar-benar dimabuk cinta..tidak peduli akan siapapun...yang penting kami bahagia...Selang satu tahun kemudian, anak kami lahir, seorang bayi laki-laki tampan..aku sangat mencintainya...namun ada yang berubah dalam perangai Johan...ia ternyata tidak seindah yang kuduga...sering pulang larut malam dan dari mulutnya tercium bau alkohol...gaji yang biasanya ia setor ke rekening bank ku sudah 6 bulan ini ia tidak setor....tabunganku selama aku bekerja, lambat laun menipis..Johan tidak membolehkan anakku dibaptis..padahal dulu janjinya ia mengizinkan anak kami ikut agamaku...maka mulailah pertengkaran demi pertengkaran dalam keluarga kami..puncaknya adalah Johan kabur membawa anak kami entah kemana..aku mencari-cari mereka...sampai ke Sumatra, tempat Johan dilahirkan, namun tetap tidak ketemu...putus asa, aku tenggelam dalam keterpurukanku...namun pada saat yang tidak terduga...ketika aku meratap pada tengah malam, tiba-tiba aku bergumam...”Ibu...ibu...tolong aku...aku takut...aku kesepian..”..se kelebat wajah ibuku tiba-tiba terpampang di wajahku...aku sangat merindukan ibuku...aku merasa sangat berdosa terhadapnya....pada malam itu juga aku bergegas ke kamarku...sewak tu kuraih travel bag yang kubawa dari rumah ibuku, tiba-tiba ada bungkusan kecil jatuh...segera kupungut bungkusan kecil itu dan kubuka...ternyata isinya adalah seuntai Rosario merah dan ada surat yang ditulis tangan, yang sangat aku hafal bentuk hurufnya...ya..itu tulisan ibuku, isinya begini,Isya tersayang, biarpun engkau tidak menganggap aku ibumu lagi...ibu sangat menyayangimu...jangan pernah lupa akan Bunda Maria dan Doa RosarioNya, karena tanpaNya, ibu tidak punya kekuatan ditinggalkan olehmu yang tersayang, ibu bertekad akan selalu berdoa Rosario dan hadir setiap hari dalam Misa Kudus untuk engkau ya, Keisya tersayang...”...kertas kecil itu terjatuh...aku tidak mempunyai kekuatan apapun untuk menggenggamnya..aku menangis...menangis...menangis dan menangis...Oh..betapa jahatnya aku terhadap ibuku sendiri...Ya Tuhan...aku hambaMu yang paling berdosa...kugen ggam Rosario merah itu dan dengan sesenggukan, aku memulai kembali Doa Rosario yang telah kutinggalkan sekitar 2 tahun yang lalu....tak terasa jam menunjukkan pukul 2 dinihari ketika aku selesai berdoa Rosario...sekitar 1 jam aku mendaraskan Doa Rosario itu, dan beban dipundakku sedikit demi sedikit terasa ringan, namun dalam hatiku yang paling dalam berbisik, bahwa aku harus pulang secepatnya untuk memohon maaf kepada ibuku....segera kuraih telfon dan aku menelfon taksi untuk mengantarkan aku pulang ke rumah ibuku....sesampainya di rumah ibuku, aku sungguh terkejut melihat kondisi ibuku...lemah tak berdaya...terbaring di tempat tidur...segera aku menghambur ke Ibuku, dan menciumi kakinya...meminta maaf dengan penyesalan yang amat sangat...namun aku kaget...kaki ibu begitu dingin...karena suara tangisan dan tindakan itu, membuat ibu terbangun...kata-kata yang pertama yang keluar dari mulutnya adalah,”Pujilah Tuhan dan Bunda Maria..doaku terkabul...dengan Kuasa KerahimanNya, akhirnya Isya tersayang pulang kembali ke rumah..Oh Tuhanku...betapa baiknya Engkau menghadirkan kembali anakku yang hilang ini....terima kasih ya Tuhan...terima kasih ya Bunda...Amin..” Segera aku menghambur ke pelukan ibuku yang terbaring lemah, aku menciumi pipinya yang basah oleh air mata...aku tidak peduli...rangkaian kata maaf begitu saja terhambur dari mulutku...dan pada saat itu Arman, adikku masuk kamar ibu, ia membisikkan sesuatu yang membuatku kaget...ibuku kena stroke karena terus menerus memikirkan aku...ya Tuhanku...betapa hina hambaMu ini...ya Tuhan...ya Tuhan...betapa hina hambaMu ini.... (based on true story)
Posted on: Sun, 25 Aug 2013 14:12:23 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015