SAMBUTAN ALAS ROBAN 20 Desember 2012. Aku dan 3 temanku - TopicsExpress



          

SAMBUTAN ALAS ROBAN 20 Desember 2012. Aku dan 3 temanku berencana berlibur ke Jakarta. Berangkat dari Pekalongan, tepat jam 4 sore kami memulai perjalanan dengan menggunakan mobilku. Aku sengaja mengambil jalur utara, karena suasana menjelang pergantian tahun akan membuat kemacetan parah di jalur selatan. Walau aku tahu persis apa yang akan kuhadapi, Alas Roban. Pukul 21.30 aku masih menyetir mobil memasuki jalan arteri yang terletak persis di tepi jurang. Di bawahnya, hutan yang keangkerannya ampun-ampunan itu terhampar. Aku terpaksa berulang kali membunyikan klakson setiap melewati tikungan tajam, agar tidak bertabrakan dengan kendaraan dari arah berlawanan yg bisa saja tiba-tiba masuk. Danu, temanku terbangun. Joey, ada juga ya kampung di bawah sana? Rame juga, katanya sambil menunjuk ke hamparan hutan di bawah. Iya, rame, sahut Juki yg juga terbangun, sambil melirik padaku. Ya, kami tahu persis kampung yang dilihat Danu adlh halusinasinya. Namun kami tak mau membuatnya ketakutan. BRAAAKKKK!!! Bagian depan mobilku menabrak sesuatu, kepalaku terbentur keras karena mobil kurem mendadak. Danu, Juki, melihat ke sekeliling. Namun temanku yg satu lagi Ardo, masih tertidur. Danu bergegas hendak turun, namun kucegah. Nggak usah, Dan. Biar aku aja yang lihat. kataku. Aku pun turun dan lgsg melihat bagian depan mobil. Aneh, benturan tadi cukup keras, namun body depan mobilku sedikitpun tak tergores. Sejenak kualihkan pandangan ke sekeliling. Oh, aku tersadar bahwa tikungan tempat kami berhenti ini adlh tikungan paling rawan kecelakaan. Dengan tanjakan dan belokan ke arah kiri, mobil yg datang dari arah berlawanan bisa lgsg terjun bebas ke jurang di depan jika tidak pandai mengendalikan laju mobil. Tiba-tiba Danu turun. Dan, jangan! teriakku. Aku tahu Dani paling sensitif pda makhluk halus. Namun ia tetap turun dan menghampiriku di depan mobil. Aneh, apa yang kita tabrak tadi, Joey? katanya, seolah pertanyaan itu ditujukan pada dirinya sendiri. Kucing, kalik, sahut Juki dari dlm mobil. Ah ga mungkin, balas Danu. Ia merunduk untuk melihat kolong mobil. Pocoooong!! teriaknya, sambil berbalik dan lgsg masuk ke mobil. Aku yang panik, juga langsung naik dan bergegas melajukan mobilku. Suasana berubah mencekam. Danu yg ketakutan masih gemetaran, Juki yg berusaha terus menenangkannya. Tiba-tiba Ardo yg entah kapan kutahu ia terbangun, berbisik padaku dari belakang jok kemudi. Joey, di belakang kita ada yang ikut , katanya. Ia juga tak mau menambah ketakutan Danu dgn menceritakannya. Aku lekas melirik ke kaca spion. Oh Tuhan! Sesosok makhluk berbalut kafan lusuh melayang layang tepat mengekori mobil kami. Sekilas dapat kulihat raut wajah nya yang membusuk. Aku terus melantunkan zikir. Kami tiba di tikungan yang cukup tajam. Aku merasa lega stlh melihat ada sebuah warung makanan di sisi kanan jalan tepat di bawah pohon sengon. Ayo makan dulu, laper, ajakku stlh memakirkan mobil di depan warung itu. Wah masih buka, mbok? tegurku pada ibu yang sedang menggoreng ayam di warung itu. Iya, mas. Duduk deh, mau pesan apa? Kami pun memesan minuman dan makanan ringan. Juki yang turun belakangan kulihat hendak keluar, namun kakinya menyentuh pasak angka bernomor 13 di samping mobil. Sendirian saja, Bu? tanya Ardo yg duduk di sampingku. Nggak kok, sama Bapak, sahut suara berat dari belakang kami. Astaga, seorang pria paruh baya berdiri di depan pintu warung. Aku juga tak tahu sejak kapan dia ada di situ, karena letak pintu itu persis di belakang meja kami. Sempat kutatap wajahnya, namun aku merasa pernah melihatnya, entah di mana. 1 jam kemudian kami melanjutkan perjalanan. Hari mulai gerimis, kutahu saat itu pukul 12 malam. 3 temanku sudah tertidur. Jam 3 pagi kami pun memasuki gerbang tol Jakarta. Hanya 3 hari kami berada di sana, kami pulang kembali ke Pekalongan dgn jalur yang sama. Aku sengaja berangkat agak pagi, agar dapat melewati Alas Roban pada siang hari. Beberapa jam melaju, kami pun melewati KM 13. Sejenak kuhentikan mobilku. Pasak yang kemarin disenggol Juki masih ada. Namun kami tercengang saat mendapati kenyataan bahwa di belakang pohon sengon tua itu tidak ada warung apapun, selain hamparan jurang. Pohon sengon itu hanya dua meter dari bibir jurang yang sangat dalam. Jadi, warung yang kita singgahi... desis Ardo. Kami berhamburan masuk ke dalam mobil, langsung kutancap gas agar segera meninggalkan tempat itu. Tapi kyknya kemarin aku sempat beli ayam goreng dari warung itu, kok aku sampai lupa? sahut Juki sambil membongkar tasnya. Tak lama ia mengeluarkan bungkusan plastik hitam, dan membukanya. Bau busuk lgsg menghantam hidungku, sejenak kulirik apa yang ada di dalam plastik itu. Bangkai ayam yang membusuk. Juki lekas melemparkan bungkusan itu keluar mobil. Danu, Ardo tak henti-hentinya mengucap takbir, sementara aku merasakan mual saat mengira-ngira apa yang kami makan di warung-warungan itu. Sejenak terlintas wajah pria yang kemarin berdiri di pintu masuk warung gaib itu. Ya, aku baru ingat jika wajahnya persis dgn pocong yang sempat mengikuti mobil kami dari belakang.
Posted on: Mon, 04 Nov 2013 15:14:09 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015