SATURDAY, JANUARY 5, 2013 MENGAPA INVESTASI KAYU - TopicsExpress



          

SATURDAY, JANUARY 5, 2013 MENGAPA INVESTASI KAYU SENGON? Keuntungan Besar: Kisah-kisah Sukses Menanam Sengon Sebagai salah satu komoditi perkebunan, sengon merupa-kan sebuah investasi yang sangat menguntungkan. Keuntungan menanam pohon sengon ini menjadi salah satu tema tu-lisan Majalah Trubus, sebuah majalah yang punya spesialisasi mengupas masalah flora. Berikut ini sekilas laporan kisah riil orang yang berhasil menanam sengon. Adalah H Undang Syaefudin yang sudah menanti lama untuk bisa memanen kayu sengon yang ditanamnya. Dia ada-lah Pekebun di Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Kemudian penanrian itu terbayar sudah. Pada Mei 2008 ia memanen 3 ha sengon setelah menunggu 5 tahun. Populasi setiap hekar 600 pohon yang menjulang 16-20 m dan berdia-meter 25 cm. Dia itu sumringah lantaran rekeningnya kian gemuk. la mengantongi Rp 211.750.000 dari penjualan kayu sengon. Nilai itu berasal dari penjualan 270 m3 kayu gelondong-an berdiameter minimal 19 cm. Harganya Rp 650.000 per m3. Pekebun berusia 46 tahun itu juga menjual 50 m3 palet dengan harga Rp725.000 per m3. Dengan biaya perawatan setiap tahun rata-rata Rpl.200.000 per ha, pupuk laba bersih Rpl93.750.000. Itulah sebabnya menjelang musim hujan ini. Itulah sepintas kisah keberhasilan Undang dalam mena-namkan uangnya di bisnis penanaman kayu sengon. Dia telah memetik hasilnya. Hal serupajuga dialami pekebun lain, teta-pi dengan cara berbeda. Namanya adalah Dian Hadiyanto. Dia tidak memanen semua pohon alias tebang habis. Dian Hadiyanto memilih menjarangkan. Pekebun di Kawalu, Ta-sikmalaya. Dia mengelola 4 ha masing-masing berpopulasi 600 pohon. PadaJuni 2008, ia menjarangkan 150 pohon per ha sehingga tersisa 450 pohon/ha. Pria 35 tahun itu memanen 250 m3 dari rata-rata tinggi pohon 19-20 m dan berdiameter 25 cm. Dengan harga jual Rp450.000 per m3, Dian mengan-tongiRpll2.500.000. Sisa pohon akan dipanen 2 tahun mendatang. Dian mem-prediksi memanen 300 m3 dari 450 pohon berumur 7 tahun pada 2010. Jika harga jual tetap, ia bakal memperoleh Rpl35-juta atau Rp540-juta dari lahan 4 ha. Di sentra sengon Pan-deglang, Provinsi Banten, ada Asep Halimi yang mewujud-kan impian menghajikan 11 kerabatnya berangkat ke Mekkah bersama. Pekebun di Citeureup, Kabupaten Pandeglang, itu mampu membiayai perjalanan haji mereka lantaran baru saja memanen 10 ha sengon senilai Rp322-juta. Kita simak lagi beberapa orang yang menjadi jutawan berkat sengon. Ini cerita nyata yang diangkat oleh Majalah Trubus. Para pelaku bisnis sengon ini awalnya bukan orang yang bergerak di bidang sengon. Tetapi kemudian mereka banting setir ke bisnis ini dan hasilnya sungguh luar biasa. Mari kita ikuti kisah mereka yang menakjubkan: Kisah Ikin Sodikin Jika harga cengkih tetap membaik dan pohon cengkih tak diterjang angin ribut, mereka mungkin tak pernah menjadi jutawan karena sengon. Satu per satu pohon cengkih di lahan 11 ha itu tumbang ketika ditangani oleh Ikin Sodikin. Pekebun di Desa Banjar-anyar, Kotamadya Banjar, Jawa Barat, itu geram ketika harga cengkih melorot tajam, cuma Rp 1.600 per kg. Padahal, beberapa bulan sebelumnya harga Syzygium aromaticum (cengkih) itu melambung hingga RplO.100 per kg. Namun, Badan Pemasaran dan Pehyangga Cengkih (BPPC) mengatur fataniaga si bunga harum itu, harga cengkih anjiok”. Maka pada 1990 ia mengganti cengkih dengan sengon. Total populasi cuma 800 bibit per ha. Rendahnya populasi itu lantaranjkondisi lahan curarri. Di lahan datar, pekebun da-pat menanam hingga 1.200 bibit. Ikin memilih Paraserianthes falcataria lantaran di Kabupaten Ciamis dan Kotamadya Ban-jar bermunculan industri penggergajian yang membutuhkan banyak kayu. Tujuh tahun berselang, Ikin membuktikan bahwa pilihan-nya tepat. Industri pengolahan ‘kayu di Ciamis memborong sengon dengan harga Rp 125.000 per m3. Panen perdana, pria kelahiran 11 Januari 1954 itu meniKai 2.000 ni3 dari total 5.500 potion. Rata-rata tinggi pohon 17 m dan berdiameter 30-40 cm. Di tengah badai krisis moneter itu Ikin mengan-tongi Rp250-juta hasil penjualan perdana kayu sengon. Menurut pria 54 tahun itu biaya investasi sengon relarif rendah. Sebagai gambaran, Ikin memperoleh benih secara gratis. Ikin hanya bermodal lahan 11 ha yang ia beli pada 1988 senilai total Rp22-juta. Harga tanah cuma Rp200 per m2 lantaran lokasinya di punggung bukit dan berkapur. Sedangkan biaya perawatan cuma Rp 1.000 per pohon per € tahun. Ikin hanya membersihkan gulma berupa sisik naga yang merambati pohon. Selebihnya, pohon mmbuh sendiri tanpa perawatan berarti. Artinya laba bersih Ikin Rp245-juta. ”Makanya tanam sengon, asal rajin pada 2 tahun pertama kita digaji oleh alam. Apalagi harga jual sengon terus meningkat,” kata Ikin. Ayah 4 anak itu memanfaatkan laba berkebun sengon untuk memperluas lahan hingga 50 ha. Lahan itu-11 ha di antaranya-ditanami sengon lagi pada 1998. Enam tahun kern udian, pada 2004 ia memanen kembali. Kakek 4 cuou itiii menuai 400 pohon atau 200 m3 per ha. Total volume panen ke-2 mencapai 2.200 m3 dari lahan II ha. Dengan harga jual Rp320.000 per m3, ia mengantongi Rp704-juta. Panen beri-kutnya, pada 2005 dari sengon yang tersisa pada penanaman 1990. Dengan harga Rp370.000 per m3 Ikin mendapat tam-bahan pendapatan Rpl 1.100.000 dari 50 pohon yang meng-hasilkan 30 m3. Pendapatan Ikin Sodikitt kian melambung lantaran ia juga menjadi perigepul sengon. la menerima sengon-sengon hasil perkebunan rakyat unEuk memasofc’4 perusahaan. Total pasokannya 1.’500 m3 sawntimber atau balok panjang berukuran 130 cm x 5,2 cm x 6 cm dan 600 m3 log alias gelondongan per bulan. Ikin mengurip laba bersih Rp50.000 per m3 sawntimber dan Rp20.000iper m3 log. bersih sebagai pengepul balok panjang mencapai Rp75-juta dari sawntimber dan Rpl2-juta dari log setiap bulan. Cucur-an keringat berkebun sengon juga tampak dari 6 truk dan 8 mobil keluarga. Kisah Mahrus Sholikhin Nasib Mahrus Sholikhin mirip Ikin Sodikin. Pekebun di Gondosuli, Kecamatan Puspo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, itu menaruh harapan besar pada kayu anggota famili Fabaceae itu. Saat ini ia mengelola 3.600 pohon berumur 7 tahun. Dari jumlah itu 1.600 pohon di antaranya ditawar Rp250-juta oleh sebuah perusahaan perkayuan di Surabaya, Jawa Timur. Mahrus menolak lanraran yakin harga kayu sengon pada Agustus 2008 bakal melonjak hingga Rp700.000; harga pada lull 2008, Rp650.000 per m3. Yang pasti, ia memanen se-ngon-sengon itu pada Agustus 2008. Jika prediksi harga mero-kct itu benar, Mahrus meraup omzet Rp840-juta. Dengan liarga saat ini, Rp650.000, ia bakal mengantongi Rp780-juta. Sebab, 3.600 pohon menghasilkan 1.200 m3. Pohon-pohon itu hasil penanaman di lahan 7 ha pada 2001. Sebelumnya ayah 4 anak itu memanen sengon pada Juni 1996. Ketika itu pohon berumur 7 tahun dan berdiame-ter 20-40 cm. Dari 30 pohon yang ia panen, total volume kayu mencapai 5 m3. Volume panen itu memang relatif ke-cil, idealnya 10 m3. Dengan harga Rp 100.000 per m3 total omzetnya Rp500.000. Sama dengan Ikin, Mahrus semula menggantungkan hidup pada cengkih. Dari lahan 1,5 ha ia menuai rata-raia 6 ton cengkih per tahun. Pada tahun 1990 angin puting be-liung meluluhlantakkan ratusan pohon cengkih berumur 15 tahun. Akhirnya, pekebun kelahiran 9 Februari 1954 itu menanam 2.000 bibit sengon di lahan bekas cengkih. Kebetul-an saat itu -tahun 1991- pemerintah menggulirkan program sengonisasi. Laba berkebun sengon itulah yang ia manfaatkan untuk menyekolahkan keempat anaknya hingga meraih gelar sarjana. Jika pohon cengkih di lahannya dulu tak tumbang, boieh jadi Mahrus Sholikhin tak menjadi jutawan sengon. Kisah H, Ismail Setelah menunggu selama lima tahun, petani asal Dusun Kombo, Kecamatan Tutur, melaksanakan Tebang Perdana Ta-naman Kayu Sengon Laut senilai Rp 200 -juta di hamparan la Kisah Boy Bisnis kayu albasia atau lebih dikenal dengan nama kayu sengon merupakan salah satu bisnis yang tak surut diterpa krisis, permintaan kayu lapis berbahan baku sengon, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, tetap stabil. Bahkan, untuk pasar ekspor, semakin banyak negara yang meminad kayu olahan dari sengon. Dulu, pembelinya seba-gian besar dari kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Kini, pasar baru bermunculan, seperti negara-negara Afrika, Timiir Tengah, dan Asia. Fenomena ku yang dirasakan Denny Wijaya, salah satu eksportir kayu olahan terbesar di Indonesia. ”Seiring krisis, ekspor kayu ke AS dan Eropa turun drastis. Padahal, selama ini sebagian besar kayu olahan kami diekspor ke sana. Kami lalu mencari pasar baru di Timur Tengah dan Afrika yang tidak terlalu terguncang krisis. Ternyata animo di sana besar,” kata Denny yang biasa disapa Boy. Masyarakat di Timur Tengah dan beberapa negara Afrika sangat menyukai produk kayu lapis berbahan baku sengon. Mereka menggunakannya untuk berbagai keperluan, dari untuk dudukan cor, furnitur, sampai instrumen desain interior untuk pelapis dinding dan plafon. Untuk meningkatkan nilai tambah dan variasi. Boy pun menyediakan papan-papan olahan sengon dalam berbagai bentuk, seperti plywood, lumber core, blackboard, fancy board, melamine board, dan laminating board. Alhasil, volume ekspor kayu olahan milik Boy tetap srabil di tengah krisis. Setiap bulan, ia masih bisa mengekspor kayu sengon 600 kontainer bernilai 15 juta dollar AS (sekirar Rp 150 miliar). Pemutusan hubungan kerja (PHK) pun bisa dihindari. Sekitar 7.000 karyawan akhirnya tetap bisa bekerja di pabrik-pabrik kayu lapis milik Boy, salah satunya Bina Kayu I ,estari di Tasikmalaya, Jawa Barat. , Ribuan petani sengon binaan Boy juga bisa bertahan. Se-jak awal berbisnis kayu sengon, Boy tidak menanam sendiri, irtapi bermitra dengan para petani. Sampai saat ini ia telah hcrmitra dengan 18.000 petani dalam 87 kelompok tani yang icrsebar di Tasik, Garut, Banjar, Kuningan, dan Ciamis dengan total lahan sekitar 8.000 hektar. Kayu lapis sengon dimi-nati karena harganya komperitif dan kualitasnya bersaing. Harga sengon relatiflebih murah karena mudah ditanam. Budidaya albasia (sengon) tergolong mudah dan cepat. Pohon ini relatif mudah beradaptasi dalam berbagai lingkung-an, baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Budidaya sengon dimulai saat penyemaian. Bibit sengon ditanam pada polybag, setelah berumur 3 bulan dipindahkan ke lahan ga-rapan. Umur pohon sengon relatif pendek, hanya lima tahun, dan sepanjang umur tersebut petani mengalami tiga kali masa panen,- yaitu dua kali penjarangan dan satu kali panen besar. Satu lagi kemudahan dalam perdagangan kayu sengon ada-lah tidak memerlukan surat izin dari Dinas Kehutanan seperti yang terjadi pada kayu jati. Selanjutnya kayu log dari petani diolah dalam berbagai bentuk. Umumnya, kayu sengon dijadikan lapisan pengisi dari papan, bisa dalam bentuk lapisan kayu, kulit, atau ser-buk. Selanjutnya, bagian luar papan dilapisi kayu berkualitas, seperti jati. Namun kata Boy, untuk menjadi eksportir kayu sengon yategsukses tidak cukup hanya kemampuan teknis mengolah kayu. ”Yang lebih penting adalah menjaga kepercayaan pe-langgan. Caranya, dengan pengiriman barang tepat waktu, suplai yang berkesinambungan, dan kualitas yang terjaga,” kata Boy. Dalam berbisnis, pengusaha jangan hanya berpikir untung, tetapi bagaimana usaha bisa langgeng dalam jangka panjang. Boy memulai bisnis kayu sejak usia 17 ta-hun. Awalnya ia hanya jual beli kayu untuk pa-sar sekitar. Kayu yang dijual pun tidak hanya sengon. Seiring waktu, Boy berkeinginan untuk fokus pada kayu sengon saja. Boy berpikir suatu saat kayu berkualitas tinggi akan habis, me-ngingat masa tanamnya lama. Penebangan pohon pun akan merusak . Selain itu, jika kayu sengon diolah secara inovatif dan mengombinasikannya dengan kayu berkualitas, produk yang dihasilkan tentu akan digemari orang. Oleh karena itulah, dari hanya sekadar berdagang kayu balok. Boy mulai melakukan inovasi membuat berbagai produk, seperti pintu dari sengon yang dilapisi kayu mahal, seperti jad. Usaha ini diminati pelanggan di Tasikmalaya dan se-kitarnya. Usaha Boy meningkat signifikan tatkala mendapat kredit dari Bank Negara Indonesia pada tahun 1998. BNI memberi pinjaman Rp 10 miliar, sebuah nilai yang awalnya Boy pesi-mistis bisa mendapatkannya. Dengan dana itu. Boy pun Ie- . luasa membangun pabrik pengolahan kayu. Dengan pabrik baru, kapasitas usaha dan kesinambungan pasokan bisa terjaga. Boy pun mulai memberanikan diri menjajal pasar ekspor. la mulai dengan mengekspor satu kontainer pintu dari kayu sengon ke Korea Selatan senilai 32.000 dollar AS. Sukses ekspor perdana tersebut membangkitkan semangat Boy untuk mengembangkan sayap keJepang, Eropa, AS, dan Asia Timur. Untuk meningkatkan semangat dan motivasi para petani sengon binaan. Boy selalu memberikan 100 bibit sengon cu-ma-cuma kepada petani yang telah panen. la juga sengon petani dengan harga baik. Saat ini, harga kayu sengon sekitar Rp 600.000 per merer kubik. Untuk memenuhi permintaan ekspor.
Posted on: Sat, 05 Oct 2013 02:50:14 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015