SEJARAH PERSETERUAN SUPPORTER INDONESIA Berdirinya Armada 86 - TopicsExpress



          

SEJARAH PERSETERUAN SUPPORTER INDONESIA Berdirinya Armada 86 hingga berevolusi menjadi PS Arema pada tahun 1987 membuat konflik semakin memanas. Dalam kompetisi Perserikatan, Persema dan Persebaya sudah memanaskan suhu konflik antar-suporter di Jawa Timur. Dengan hadirnya Arema yang mengikuti kompetisi Galatama, suhu itu kian memanas dengan rivalitas Arema dan Niac Mitra Surabaya. Semifinal Galatama tahun 1992 yang mempertandingka�n PS Arema Malang melawan PS Semen Padang di stadion Tambaksari Surabaya menghadirkan awalan baru sejarah konflik Aremania-Bonek.� Arek Malang (saat itu belum bernama Aremania) membuat ulah di Stasiun Gubeng pasca kekalahan Arema Malang dari Semen Padang. Kapolda Jatim saat itu akhirnya mengangkut mereka dalam 6 gerbong kereta api untuk menghindari kerusuhan dengan Bonek. Kejadian di Stasiun Gubeng itu membuat panas Bonek yang ada di Surabaya. Tindakan balasan mereka lakukan dengan mencegat dan menyerang rombongan Aremania pada akhir tahun 1993 saat akan melawat ke Gresik. Peristiwa ini dibalas oleh Aremania pada tahun 1996 dengan melakukan lawatan ke Stadion Tambaksari dengan pengawalan ketat DANDIM. Keberanian Aremania untuk hadir di Stadion Tambaksari kala pertandingan Persebaya melawan Arema saat itu telah membuat Bonek tidak bisa berbuat apa-apa dan harus menahan amarah mereka dengan cara menghina Aremania lewat kata-kata saja. Hal ini karena pertandingan tersebut disaksikan oleh para petinggi PSSI dan gubernur Jawa Timur saat itu, serta pengawalan ketat DANDIM kota Malang terhadap Aremania. Bagi Aremania, hal ini sudah sangat mempermalukan Bonek dengan datang langsung ke jantung pertahanan lawan sembari menunjukkan kesantunan Aremania dalam mendukung tim kesayangan. Semenjak itulah tidak ada kata damai dari Bonek kepada Aremania, dan Aremania sendiri juga menyatakan siap untuk melayani Bonek dengan kekerasan sekalipun. Kejadian ini dibalas oleh Bonek di Jakarta pada tahun 1998. Tanggal 2 Mei 1998 dimana Aremania akan hadir dalam pertandingan Persikab Bandung vs Arema Malang, Aremania yang baru turun dari kereta di Stasiun Jakarta Pasarsenen diserang oleh puluhan Bonek. Ketika itu rombongan Aremania yang berjumlah puluhan orang menaiki bus AC yang sudah disiapkan oleh Korwil Aremania Batavia. Di tengah jalan, belum jauh dari Stasiun Pasarsenen tiba-tiba bus yang ditumpangi Aremania dihujani batuan oleh Bonek. Untuk menghindari jatuhnya korban, rombongan Aremania langsung turun dari bus untuk melawan Bonek yang menyerang mereka. Bahkan Aremania sampai mengejar-ngejar� Bonek yang ada di Stasiun Pasarsenen. Tindakan Aremania ini mendapat applaus dari warga setempat, sehingga Bonek harus mundur meninggalkan area Stasiun Pasarsenen. Kondisi rivalitas yang begitu panas antara Aremania dan Bonek membuat keduanya menandatangi nota kesepakatan bahwa masing-masing kelompok suporter tidak akan hadir ke kandang lawan dalam laga yang mempertemukan Arema dan Persebaya. Nota kesepakatan yang ditandatangani oleh Kapolda Jatim bersama kedua pemimpinkelompo�k suporter tersebut ditandatangani di Kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur pada tahun 1999. Semenjak tahun 1999, maka kedua elemen suporter ini tidak pernah saling tandang dalam pertandingan yang mempertemukan kedua klub kesayangan masing-masing. Tetapi nota kesepakatan itu tidak mampu meredam konflik keduanya. Tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulan Mei 2001 menunjukkan masih adanya permusuhan kedua elemen ini. Kala itu pertandingan antara tuan rumah Gelora Putra Delta (GPD) Sidoarjo melawan Arema Malang di Stadion Delta Sidoarjo dalam lanjutan Liga Indonesia VII. Karena dekatnya jarak Surabaya-Sidoar�jo membuat sejumlah Bonek hadir dalam pertandingan tersebut. Menjelang pertandingan dimulai, batu-batu berterbangan dari luar stadion menyerang tribun yang diduduki oleh Aremania. Kondisi ini membuat Arema meminta kepada panpel untuk mengamankan wilayah luar stadion. Karena lemparan batu belum berhenti membuat Aremania turun ke lapangan, sementara di luar stadion justru terjadi gesekan antara Bonek dengan aparat. Turunnya Aremania ke lapangan pertandingan membuat pertandingan dibatalkan. Terdesaknya aparat keamanan yang kewalahan menghadapi Bonek membuat Aremania membantu aparat dengan memberikan lemparan balasan ke arah Bonek. Aremania pun harus dievakuasi keluar stadion dengan truk-truk dari kepolisian. Setelah pertandingan Persebaya Vs Arema. Sempat mikir2 tentang sejarah rivalitas ke dua klub tersebut. Meski ada kesalahan mengenai pemain persebaya yg mengalami kebutaan. Pemain tersebut bernama Nurkiman.Diketa�pel waktu bis Persebaya menuju Malang, ketika Persebaya akan menghadapi Persema pada laga Divisi Utama Perserikatan pada tahun 90-an.Arema saat itu bermain di galatama. Mmg secara waktu “biologis�? Arema adalah adik Persema. Sementara Persebaya dibentuk th 1930, waktu jaman penjajahan Belanda.Dan termasuk salah satu pendiri PSSI (bersama Persija, Persib, Persis, PSIM dan PSM –bukan Persatuan Sepak Bola Makasar, tp Madiun). Jangan salahkan bonek!!! Sekali lagi kalau mau jujur, suporter mana sih di Indonesia ini yang enggak mengamuk saat timnya kalah. Jika mas anshor mengamati perkembangan supoter di Indonesia, mungkin hanya Aremania yang paling terorganisir dan terdidik secara kelompok. Meski kasus jelek kelakuan Aremania tiap jumpa Persebaya tak akan pernah lekang dari ingatan saya. Salah satu pemain Persebaya pernah mengalami kebutaan pada matanya akibat diketapel Aremania. Namun melihat pertandingan kemarin, Aremania oleh banyak kalangan pemerhati sepak bola sudah bisa tertib saat Persebaya main di Kanjuruhan Malang, meski lemparan botol minuman tetap ini. Ini yang saya paling tidak mau dianggap “sudah tertib�? jika masih ada lemparan botol minuman. Lemparan apa pun bendanya tetap bukan indikasi ketertiban suporter. Celakanya di Eropa pun masih ada yang seperti itu. Sampeyan tentu ingat saat Luis Figo pertama kali berbaju Real Madrid setelah pindah dari Barcelona. Begitu Madrid main di Camp Nou, ada lemparan kepala babi saat Figo mengambil sepak pojok. Tapi apa yang dilakukan otoritas La Liga, Barcelona dan suporternya dihukum. Pertandingan berikutnya, hanya siutan dan makian terhadap Figo. Tidak ada lagi lemparan kepala babi ke lapangan. Kembali ke Indonesia, semua suporter klub sepak bola Divisi Utama, kampungan. Bukan hanya bonek saja. Perbedaannya hanya pada militansi. Jika Sakerahmania (suporter Persekabpas Kabupaten Pasuruan) hanya berani bawa celurit di Stadion Pogar Bangil. Tapi di luar pasuruan cuma bisa teriak-teriak. Bonek tidak seperti itu. Justru penamaan Bonek menandakan mereka bukan jago kandang. Mereka berani ngluruk hingga Jakarta. Jika LA Mania (Suporter Persela Lamongan) berani main pentung kalau nonton di Stadion Surajaya Lamongan. Bonek bawa pentungan sepanjang jalan Surabaya, Gresik, hingga Lamongan. Mau tahu suporter di luar Jawa. Mac’z Man (kelompok suporter fanatik PSM) punya militansi yang hampir sama dengan Bonek. Mereka bawa ketapel berisi paku yang diracuni kala PSM main di Gelora Bung Karno di babak delapan besar musim lalu (2005). Tapi kalau sudah main di Stadion Mattoangin, jangankan kendaraan pribadi, bus yang membawa pemain tim lawan pun berani mereka bakar. Mau yang lebih gila lagi. Datanglah sekali waktu liat pertandingan Persiba Balikpapan di kandangnya. Pemain Arema punya pengalaman buruk dengan kelakukan supporter dan pengurus Persiba. Pernah pemain Arema disel di Poltabes Balikpapan gara-gara berselisih paham dengan penonton Persiba saat latihan. Gila kan? Mau tanding besok, hari ini disel. Ini belum kalau cerita soal wasit ditusuk di Wamena atau hujan batu yang dulu sering terjadi di Ternate. Kebrutalan suporter bukan monopoli tim dari Indonesia Timur saja. Sekali waktu, mas anshor juga boleh melihat langsung kelakuandua kelompok suporter besar PSMS Medan, Smeck (ini singkatan dari Suporter Medan Cinta Kinantan) dan Kampak (singkatan dari Kelompok Anak Medan Pecinta Ayam Kinantan). Mereka punya cerita yang agak unik. Jika PSMS bermain jelek, mereka sebenarnya cukup fair dengan memberi dukungan pada tim lawan. Tapi soal kelakuan anarkis, jangan heran kalau mereka sebenarnya sama saja dengan Bonek. Sepeda motor yang parkir di halaman Stadion Teladan, tak bakal aman jika PSMS kalah. Militansi mereka sama dengan Bonek. Polisi dianggap musuh yang selalu bertindak kasar pada suporter. Akibatnya, perang lempar batu kadang terjadi dengan polisi di luar stadion. Dan di Jawa, militansi anarkisme ala Bonek, bukan mutlak punya suporter asal Jawa Timur, provinsi yang menyumbang klub divisi utama paling banyak di Liga Indonesia. Bergeser ke Jawa Tengah, anda akan dapati permusuhan abadi antara suporter Panser Biru (PSIS) dengan suporter Persijap Jepara. Rivalitas Joglo Semar (Jogja, Solo, Semarang) jadi rivalitas, Panser Biru, Pasoepati (Solo) dan Brojomusti (PSIM). Cermati saja nama mereka. Nama-nama serem yang berhubungan dengan kosakata “PERANG�?. Jadi mas Anshor, saran saya, jangan nonton di Stadion Mandala Krida kalau PSIM lagi tanding lawan PSIS, terus anda dapat tiket di tribun terbuka. Kecuali kalau anda ingin merasakan dilempari batu. Jawa Barat, lain lagi ceritanya. Tapi kalau bicara bagaimana rasanya menonton di tribun terbuka Stadion Siliwangi, baru anda bisa tidak menyalahkan anarkisme Bonek semata dalam kasus kerusuhan di Tambaksari. Kalau cermat membaca berita olahraga, tentu ingat bagaimana Mayor Jendral (purn) I Gusti Kompyang Manila, mantan kepala sekolah STPDN Jatinangor yang juga mantan Manajer Persija Jakarta, kena lemparan (maaf) tahi manusia dibungkus plastik yang tepat pecah di kepala sang manajer. Bukan lagi batu, tapi tahi dan kotoran manusia pula. Siapa pula pelakunya kalau bukan suporter fanatik Persib. Meski di Siliwangi, ada tiga kelompok suporter dengan militansi yang berbeda-beda. Viking yang terkenal paling militan dan tetap menjaga permusuhan dengan suporter Persija (The Jakk) hingga saat ini, kemudian ada Robocop, akronim dari Rombongan Bobotoh Kopo (salah satu daerah di Bandung), Balad Persib, Jurig, Superman dan nama-nama lain yang bakal anda temui kalau duduk di tribun terbuka Stadion Siliwangi saat Persib bertanding. Selain kotoran manusia tadi, suporter Persib paling jago dalam soal lempar melempar air kencing (manusia tentunya). Jadi kalau takut terkena najis, ya jangan pernah nonton di Stadion Siliwangi. Bergeser ke Barat, Laskar Viola (suporter Persita Tangerang) sampai sekarang tak pernah mau akur dengan The Jakk. Jadi tiap kali Persita bertemu Persija, yah jalanan di sekitar Stadion Benteng siap-siap saja jadi ajang perang batu. Sekali lagi mas Anshor, kebrutalan suporter di Indonesia hampir mirip dengan korupsi. Terjadi dimana-mana. Mengapa bisa terjadi, karena regulator kompetisi macam PSSI dan Badan Liga Indonesia (BLI) memang memeliharanya. Sanksi dari Komisi Disiplin hanya biar mantes-mantesin� aja. Dendanya, tak pernah dilaporkan duitnya dipakai untuk apa dan disimpan di rekening siapa. Korupsi??? Nah ini yang mestinya dibongkar KPK, karena putaran nilai uang satu musim itu mencapai triliunan rupiah. Komisi Bandingnya? Mereka tak pernah bersidang. Yang menentukan justru staf PSSI di komisi banding. Akibatnya, setiap klub bisa melakukan negosiasi. Kesimpulannya, kerusuhan suporter justru dipelihara PSSI biar mereka punya kerjaan dan dapat penghasilan sampingan. Mas Anshor, bicara soal penggeledahan sebelum suporter masuk, ritual ini adalah janji polisi sebelum pertandingan dimulai. Ritual yang sama misalnya diucapkan berulang-ulang oleh jajaran Poltabes Medan tiap kali PSMS mau tanding di Stadion Teladan. Bahkan mereka melarang tiap minuman kemasan dalam bentuk botol masuk ke stadion. Tapi yah lemparan terus menerus terjadi. Kalau enggak pake minuman kemasan dalam bentuk gelas, yah serpihan dinding atau alas tembok stadion. Aparat ini kan menjaga sesuai dengan jatah uang PAM yang diberikan panpel. Yah maklumi saja keterbasan mereka jika di Stadion Tambaksari, beberapa di antaranya malah suka menjual karcis masuk yang sengaja tidak disobek. Tidak percaya? Mungkin bisa cross cek dengan wartawan olahraga asal Surabaya yang aktif di milis ini. Konvoi di Jalan Darmo yang dilakukan Bonek dan menerobos arus lalu lintas. Ini bukan monopoli suporter fanatik Persebaya. Coba sekali-kali anda liat Viking (yang motonya Persib ataoe Mati!) berkonvoi tiap kali Persib usai bertanding. Kalau menang konvoinya biasa-biasanya saja. Biasa dalam arti mereka melanggar lalu lintas tapi tidak merusak properti publik. Nah kalau kalah, pot kembang di Jalan Asia Afrika tempat kepala negara di Asia Afrika jalan-jalan waktu Konferensi Asia Afrika, rusak semua. Bonek selalu dapat tudingan kesalahan dengan eskalasi paling berat karena memang sejarah militansi mereka. Namun sekali lagi militansi suporter bukan semata milik Bonek. Seperti pemerintahan di negara ini, PSSI juga tak pernah punya kepastian hukum. Segalanya bisa ditawar. Jangan heran kalau masuk jadi pengurus PSSI itu rebutan. Pengurus yang tak kepake memaki pengurus yang masih aktif, demikian juga nanti kalau yang sekarang ga jadi pengurus, mereka juga gantian akan dimaki oleh mantan pengurus. Sampeyan bisa cermati omongannya Tondo Widodo (dia ini mantan Kabid Organisasi PSSI). Mana ada suara Tondo yang bagus tentang kepengurusan Nurdin Halid. Lah zaman Nurdin dulu masih jadi Manajer PSM, dia paling kenceng nuding PSSI disogok biar Bandung Raya juara Liga Indonesia. Di PSSI gaji enggak ada (kecuali karyawannya), tapi kalau arek suroboyo bilang, sripilannya gueeddeee rek! Dimana sripilan itu bisa didapat, yah dari memelihara kerusuhan suporter. Caranya, dengan tak pernah tegas menegakkan pedoman dasar PSSI atau merubah sana-sini aturan dasar berorganisasi. Cara lain, yah kongkalikong dengan manajer atau pengurus klub. Kembali ke suporter di Indonesia, beberapa kelompok sudah meninggalkan polah kampungan mereka. Aremania berada pada urutan pertama. Mereka terorganisir dengan baik dan punya unit usaha yang bisa dibanggakan oleh anggotanya. Kreativitas mereka nomor satu. Banyak kelompok suporter belajar dari Aremania. Tapi sekali lagi, Aremania bukan tanpa cacat. Main lempar botol minuman masih kerap dilakukan mereka jika Arema tanding lawan musuh bebuyutan seperti Persebaya atau tim tetangganya, Persema Malang. Satu lagi kisah nyata kebrutalan Aremania. Saat itu bertanding Persema vs Persebaya di Stadion Gajayana Malang pada ajang Piala Gubernur Jatim tahun 2005. Ada beberapa orang suporter Persebaya yang nekat datang ke Gajayana. Di tengah bertandingan, mereka yang tidak berulah ini, tiba-tiba ketahuan sebagai suporter Persebaya. Akibatnya, mereka hancur babak belur layaknya maling yang tertangkap basah di pasar. Padahal beberapa di antara mereka hanya murid SMP. Siapa pelakunya, mungkin bukan Aremania, tetapi yang jelas suporter asli Malang. Jadi Aremania sekali lagi bukan tanpa cacat. Setelah Aremania, dalam hal kreativitas dan berorganisasi, harus diacungi jempol adalah The Jakk, Viking, Pasoepati, Panser Biru, Persik Mania, Kampak hingga Bonek. Kreativitas dan cara mereka berorganisasi jempolan. Mirip organisasi kepemudaan. Tapi kalau bicara anarkisme, mereka masih tetap melakukannya. Level berikutnya mungkin Mac’z Man, Laskar Viola, Smeck, hingga suporter Sriwijaya FC, Semen Padang, atau Deli Serdang. Mereka kreatif juga, tetapi massanya tak terlalu banyak. Stadion Mattoangin bisa penuh oleh Mac’z Man tapi kalau bertandang, jarang ada suporter PSM ini yang mau ngikutin timnya. Yang levelnya paling parah ya suporter Persekabpas. Gimana ga parah kalau ke stadion bawa celurit. Bukan hanya tim lawan yang dilempari mereka, tapi juga wartawan foto yang meliput di pojok lapangan. Ngeri kan? Berada pada level ini juga LA Mania. Mereka ini suporter-suport�er dadakan yang timnya tiba-tiba berada pada tingkat paling elit kompetisi negeri ini. Nah karena pantauan saya juga terbatas, mungkin kelompok suporter di Indonesia Timur juga masuk ke level ini. Oh ya mas Anshor, jangan sinis begitu ke Bonek dengan mengatakan ga perlu bicara ilmiah dengan mereka. Saya toh bondho nekat juga, tapi mau kok membuka ruang diskusi dengan mas Anshor dan kawan-kawan milis ini. Rivalitas keduanya tidak hanya hadir lewat kerusuhan dan peperangan, tetapi juga dengan nyanyian-nyanyi�an saat mendukung tim kesayangannya. Bonekmania, di kala pertandingan Persebaya melawan tim manapun, pasti akan menyanyikan lagu-lagu yang menghina Arema dan Aremania. Lagu-lagu yang menyebutkan Arewaria, Arema Banci, Singo-ne dadi Kucing, dan beberapa lagu lain kerap mereka nyanyikan di Stadion Gelora 10 November Tambaksari Surabaya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Aremania, dimana lagu-lagu anti-Bonek,Arem�a bondo duit ora Bondo nekat, Bonek gembel2 Surabaya dsb juga mereka kumandangkan kala Arema menghadapi tim lain di Stadion Kanjuruhan. #VBKM_3327
Posted on: Sat, 06 Jul 2013 12:17:51 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015