SENIN, 08 APRIL 2013 Kisah Spiritual, Mistis Petilasan Kramat - TopicsExpress



          

SENIN, 08 APRIL 2013 Kisah Spiritual, Mistis Petilasan Kramat Prabu Kian Santang Cahaya itu meleset dengan cepatnya mengarah kepada Mas Dikonthole yang saat itu tengah berdiri bersama kawan-kawannya dibawah pohon besar yang menjulang tinggi ke angkasa di belakang makam Prabu Kian Santang. Malam langit tak berbintang, hujan seperti enggan turun menggantung saja di angkasa, kadang turun, rintiknya hanya satu-satu jatuh ke bumi. Walaupun begitu, airnya tetap saja terasa dingin menembus kulit, saat tetesannya menerpa tubuh mereka. Hawa malam memang sedikit lembab membasah akibat hujan dari sore tadi. Pohon besar tersebut begitu kokoh dan angker sekali. Beberapa kali Mas Dikonthole memandangnya dan berusaha menembus keangkeran pohon itu. Entah ada hawa mistis apa, yang membuat dirinya selalu berpaling kearah pohon ini. Mata kesadarannya seperti berdenting setiap kali menengoknya. Ada bisikan inilah tanda pintu gerbang ghaib untuk memasuki Kerajaan Pajajaran. Ya, pohon itulah pertandanya. Di sekeliling tempat itu, sebatas mata memandang hanyalah kegelapan. Rupanya tempat itu berada diatas bukit tinggi yang dikelilingi lembah. Lebih jauh lagi disana dalam kesadaran, ada sebuah lembah lainnya, yang terpencil sendiri. Hawa ghaib meliputi penuh mistis keadaannya. Mas Dikonthole yakin sekali disanalah Kerajaan Pajajaran disembunyikan. Benar-benar tempat startegis untuk menyembunyikan kerajaan berikut dengan seluruh pasukannya. Lembah yang berada dan diapit berbukitan. Luar biasa tidak akan ada satupun orang yang akan mengira keberadaannya. Diam malam , bersama binatang yang seakan tak sanggup bersuara lagi. Keadaan begitu kosong. Hanya sunyi saja yang dirasakan. Juru kunci tepat berdiri disebelah kanan Mas Dikonthole. Dan rekan lainnya berdiri disebelah kirinya. Mereka sama-sama menghadap lurus ke lembah, jauh membuang mata di kedalaman sana.Mencoba menembus kegelapan malam. Suara air terdengar gemericik dari dasar lembah, harmoni sekali. Menambah suasana malam itu~menjadi benar-benar tak dapat diungkapkan keadaannya. Suara air berasal sumber mata air di sungai bawah lembah. Ada jalan setapak menuju kesana dari belakang makam. Sumber air kehidupan disebutnya, terasa hawanya menerpa terbawa angin malam . Pak Aryo seperti tengah waspada, menanti apakah yang bakal terjadi. Dalam pandangan ghaibnya alam benar-benar seperti tengah mempersiapkan sebuah prosesi besar. Akan ada kehadiran sosok yang sangat fenomenal. Sosok yang sangat dikagumi di tanah Pasundan ini. Hawanya sudah mulai terasa. Pak Aryo dalam mengamati itu . Terlihat disana tampak Mas Dikonthole sedang menggosokkan kedua tanggannya, seperti keluar asap dari kedubelah tanganya itu. Mulai perlahan, terus semakin cepat, semakin cepat lagi. Hingga kecepatannya mampu menembus batas kesadarannya. Membawanya ke dalam alam kesadaran lainnya. Dan tanpa disadari, seiring dengan gerak tangannya, mulutnya seperti melafad ayat kursi. Dan tiba-tiba.. Tiba-tiba, nampaklah cahaya putih itu, muncul dari arah lembah, mulai dari titik sebesar kunang-kunang. Kemudian terlihat membesar hingga terang menyilaukan. Datang dengan kecepatan sangat tinggi, mengarah ke tempat mereka berdiri. Pak Aryo terlihat berbinar, bertanya dalam hati kemanakah cahaya tersebut akan bermuara. Mendadak saja angin serasa diam, alam seper sekian detik udara dalam kesenyapan, seperti memasuki keadaan hampa udara. Lalu dengan cepat udara berganti lagi, sekrang udara disekitar dengan radius 7 tombak seperti ditindih kekuatan energy luar biasa. Membuat sesak di dada. Dan pada titik kulminasinya, tiba-tiba, WESS...RR...DESS..BLEGH...!. Cahaya tersebut seperti menghantam tubuh Mas Dikonthle dengan hebat, seketika tubuhnya nampak terlihat bergetaran, mengejang, seluruh syarafnya terstimulasi. Seakan listrik ribuan kilovolt menerpa tubuhnya. Raganya menggeletar bagai menahan sesuatu beban yangluar biasa. Kesadarannya tiba-tiba gelap sesaat. Blash..blash...!. Mas Dikonthole merasakan seperti ada sosok yang entitas yang kemudian mengambil alih kesadarannya. Pandangan mata Pak Aryo seperti nanar, saat mana cahaya menyilaukan tersebut menghantam tubuh Mas Dikonthole. Blarr...!. Matanya coba dikejapkan, dan sungguh dia terpana. Sebab Mas Dikonthole terlihat sudah berganti rupa. Perbawanya lain sekali. Berbeda antara bumi dan langit. Didepannya nampak sosok penuh wibawa, keanggunan seorang raja, jubah putih melambai, wajahnya tidaklah terlalu tua. Rambutnya tertata rapi. Paras putih bersih sekali, wajahnya kuat menandakan kesempurnaan dan kearifan manusia, welas asih namun tetap nampak sekali keangkerannya. Tergetar hati Pak Aryo melihatnya. Samar terdengar suara erangan seperti sauara lafadz menganggungkan asma Allah yang keluar dari mulut sosok tersebut. Sang juru kunci terlihat menunduk dengan rahsa takjub luar biasa. Terbata-bata dia menyapa, “Selamat datang Eyang..!.” Suara puja puji terdengar derainya dari mulut sang Juri Kunci. Suara itu menyadarkan semuanya, menjelaskan siapakah sosok yang berdiri dihadapannya. ‘Sang Prabu Kian Santang !.’ Huk !. benarkah itu ?. Itukah wujud sosok yang menjadi legenda tanah Pasundan ?. Dia bisa melihat sedekat ini. Sosok yang hanya dikenallnya melalui hikayat cerita rakyat. sosok yang konon hanya sebuah mitos atau legenda saja. tapi ternyata tidak !. Sosok tersebut sekarang terpampang nyata di depannya. Dia bertasbih, “Subahnalloh..!. Allah hu akbar !.” Pak Aryo takjim turut menyapa, mengucapkan salam dalam hatinya. Sementara itu, Mas Dikonthole lamat-lamat mendengar sapaan sang Juru Kunci, namun dirinya heran saja, mengapakah dirinya dipanggil Eyang. Dan juga tanpa disadarinya dia juga seperti mengiyakan saja bahkan dia malahan mengucapkan terima kasih kepada Juru Kunci yang sduah ikhlas merawat petilasan itu. Dirinya juga seperti masih sadar saat mencoba mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan sang Juru Kunci. saat itu dirinya, sama sekali tidak merasa bahwa raganya tengah digunakan oleh sosok yang tengah dicarinya ini. Dia hanya merasa aneh saja, megapakah sang Juru Kunci seakan-akan sangat segan dan menghormati dirinya dan selalu saja memanggilnya Eyang. “Ya, Eyang..ya Eyang..” Begitu sang juru kunci setiap kali menjawab perkataannya. Begitu selesai denganJuru Kunci. Tiba-tiba sosok itu berkata. “Mana cucuku..kesinilah..!” Maka mendekatlah sang Prabu. Prabu Kian Santang menengadahkan ke dua tangannya ke langit. Mengambil gulungan yang berada diatas pohon. Gulungan yang menjadi mantra disana. Tangannya yang sudah berhasil mengambil gulungan tersebut, dihujamkan ke dada sang Prabu. Terakhir kalinya dia mengambil lagi sesuatu yang entah apa dari langit, kemudian dipeluknya cucunya itu. Entah apa yang dikatakan, benar-benar Mas Dikonthole tidak mampu mengikuti. Dia hanya seperti mengatakan sepatah dua patah bahasa Indonesia, berupa wejangan dan nasehat serta lafadz ayat kursi saja kemudian mengusap badan sang Prabu beberapa kali. Selesai mengusap cucunya itu, Prabu Kian Santang mengalihkan pandangan kepada Juru Kunci lagi, mengusap beberapa kali. Kemudian dia menengadahkan tangannya ke angkasa berdoa, berpesan beberapa patah kata, yang intinya adalah agar menjaga tempat tersebut , menjauhkan manusia yang datang kesitu dari perbuatan sirik. Sang Prabu Kian Santang tidak menyukai itu. Selesai berpesan begitu, prabu Kian santang menengadahkan tangannya berdoa, bagi keselamatan semuanya. Dan kemudian dia berpamitan. Mas Dikonthole merasakan seperti aliran listrik yang dilolosi dari badannya, menuju ke leher, hingga seperti tercekik saja dan blas..!. kesadarannya hilang sepersekian detik. sebelum akhirnya dia tersadar kembali kepada jati dirinya. Kejadian yang tak lebih dari 15 menit benar-benar meruntuhkan sendi-sendi semuanya. Begitu tersadar, ada dorongan yang begitu kuat untuk segera meninggalkan tempat itu. Dalam mata batinya, setelah segel (gulungan) itu diambil maka sebentar lagi akan ada perubahan dimensi disini. Dan Prabu Kian santang tidak menghendaki saat perubahan tersebut mereka ada disini. Oleh karena sebab itulah, maka Mas Dikonthole bergegas mengambil bambu-bambu kecil yang memang sudah disiapkannya subuh tadi. Diisinya bambu-bambu tersebut dengan tanah disitu. Semua diminta bantuannya untu mengisi bambu tersebut, jumlahnya semua 7 batang ditambah 2 untuk cadangan. Bambu itulah yang diharapkan akan dapat untuk sementara waktu menggantikan paku bumi yang sudah tercabut. Bumi akan di paku dengan tanah Pasundan, begitulah wangsit yang didapatnya. Selesai dengan itu mereka semua antri membasuh tangan dari tong dibagian dalam makam, dengan dipandu oleh sang Juru Kunci. Masih sangat terasa residu sosok tersebut di raga Mas Dikonthole. Dia ingat selama perjalanan Spiritualnya baru kali ini dia mengalami seperti itu. Kekuatan sosok ini benar-benar luar biasa sekali mampu mengambil alih kesadarannya. Saat mana ketika dia berhadapan dengan orang-orang Majapahit tidak sampai demikian ini. Seperti saat dia bertemu dengan Ken Arok, bertemu dengan Sultan Agung, bertemu dengan Raja-raja Majapahit lainnya, bertemu hayam Wuruk, bertemu dengan bertemu dengan Dewi Lanjar yang dikenal dengan Ratu Pantai Utara. Dia masih mampu mempertahankan kesadarannya. Namun tidak di tempat petilasan Prabu Kian Santang ini. Kesadarannya benar-benar telah tercuri. “He eh bagaimana ini..?” Tanyanya dalam hati. Ternyata sang Prabu Kian santang tidak seperti yang dibayangkannya. Dia berhasil menerobos menguasai kesadarannya dan menggunakan raganya untuk bersapa dengan anak cucunya. Allah hu akbar !. Walaupun dia merasakan tetap dalam kesadarannya. walaupun dirinya merasakan seakan-akan tetap menggunakan bahasa Jawa yang dikuasainya bercampur dengan bahasa Indonesia. Namun faktanya rekan-rekannya bersaksi bahwa apa yang keluar dari mulutnya adalah Bahasa Sunda Kuno. Begitu juga sang Juru Kunci bersaksi untuk itu. Sementara itu sungguh Mas Dikonthole juga yakin sekali jikalau apa yang diucapkannya adalah bahasa yang dikuasainya itu, namun mengapakah faktanya yang keluar dari mulutnya adalah perkataan dalam Bahasa Sunda Kuno. Arg..Ugh..!. Dia takmengerti itu kenapakah bisa begitu. Sungguh kisah ini diceritakan dengan hak. Tidak sedikit sosok ghaib yang menggunakan raganya untuk berkomunikasi namun semuanya pasti dalam kendali Mas Dikonthole mereka harus menggunakan bahasa yang dikuasainya, sebab bila tidak Mas Dikonthole khawatir dirinya akan dianggap paranormal, dukun ataupun orang aneh lainnya. Dia tida mau itu, dan untuk itu dia akan bersitegang dengan sosok-sosok ghaib yang datang. Jangan ditanya bagaimana keadaannya. Bagaimana tidak menyulitkan keadaan itu ?!. Sosok yang datang kpeada dirinya bukanlah tokoh-tokoh sembarang. Hakekatnya di alam sana mereka adalah sosok yang sangat disegani seperti para raja dan kesatria, makanya tentu saja mereka tidak mau begitu saja mengikuti aturan Mas Dikonthole. Mereka ingin bisa langsung bersapa tanpa ada batasannya. Tentu saja akhirnya terjadilah debat di dalam sana, di raga Mas Dikonthole. Seringnya akan terjadi pertempuran di raganya. Nah pertarungan inlah yang selama ini akan selalu terasa dibadannya dan menyiksa sekali. Bagaimana melawan tokoh-tokoh sakti mandraguna pada jamannya. He eh. Lelah sangat lelah sekali jiwa raganya selama perjalanan spiritual ini. Maka dia akan selalu ber-serah (Islam). menjadi saksi pertempuran di dalam raganya. Mas Dikonthole sangat sadar atas apa yang menjadi keyakinannya ini. Dalam keyakinannya Aku Sejati yang akan bertanggung jawab atas apapun itu perbuatan sang raga. Aku sejati harus bertanggung jawab kepada Tuhannya. Sehingga oleh karena itu, apapun yang dilakukan siapapun sosok ghaib yang datang harus atas seijinnya. Aku sejatilah yang akan mempertanggung jawabkannya bukan mereka itu. Mas Dikonthole tidak mungkin meminta pertanggung jawaban mereka. Itulah yang dipahaminya. Mas Dikonthole tidak akan silau akan kesaktian-kesaktian mereka itu. Meskipun mereka semua sanggup mendatangkan harta benda, meskipun mereka semua mampu terbang secepat angin. Mas Dikonthole yakin bukan seperti itulah hakekat ber-Islam. Semua dalam dimensi dan ukurannya masing-masing. Semisal sebuah mobil yang dipercayakan kepada diri kita. Maka siapapun yang ingin mengendarai mobil tersebut pastilah harus atas ijin kita. Kita tidak mau jika terjadi apa-apa atas mobil yang telah dipercayakan tangung jawabnya kepada kita. Begitu halnya dengan raga ini. Maka sedapat mungkin Mas Dikonthole akan selalu tampil di depan meliputi mereka semua. Siapapun sosok yang ingin hadir dalam raganya. Oleh karena itu biasanya Mas Dikonthole selalu akan berinteraksi terlebih dahulu dengan mereka atas keyakinannya ini. Dan biasanya dengan berjalannya waktu mereka mau memahami perbedaan keyakinan ini. Mereka mau untuk hanya dibelakang dirinya saja. Sebab dunia ini bukanlah hak mereka. Alam nyata ini adalah hak manusia sebagai khalifahnya. Mas Dikonthole pun berusaha merunut kejadiannya. Mencoba mencari pijakan untuk pembelajaran selanjutnya. Mulai dijelajahi ingatannya. Sambil berjalan pulang menaiki ojek, ingatannya mengembang. Sementara duduk diatas ojek yang terus meliuk diantara kelokan jalan setapak itu. Sementara disisi kirinya lembah dan jurang yang nampak berbahaya. Menembus perbukitan yang gelap tanpa cahaya lampu. Ojek itu seperti tak peduli kekhawatiran itu. Sungguh jalan setapak dan licin berbahaya sekali. benar-benar medan uji nyali. Mulai diingatnya saat dirinya mulai dia datang. Tawaran untuk ditemani sang Juru Kunci ditolaknya. Dia merasa sangat yakin sekali bahwa dirinya bisa sendiri. Namun entah sebab apa, ada seorang Juru Kunci mengikuti, dan tanpa sungkan meladeni sebagimana seorang tamu. Memandu dan menunjukan jalan kepada mereka dengan ramah. Sesampainya di depan makam, memang ada perasaan enggan yang membuat dirinya tidak mau duduk bersimpuh disana. Dan benar saja, saat ketika dia berusaha melihat ke dalam di balik kelambu yang menutupi makam. Uhk..!. Dirinya terhenyak, betapa tindak di depannya persis ada kepla harimau putih sebesar rumah. Hanya kepalanya saja sebesar rumah yang melingkupi makam. Apalagi badannya. Heh..!. Kelihatannya harimau tersebut tenang-tenag saja menatap Mas Dikonthole, seperti bersahabat. Maka teanglah Mas Dikonthole. Rupanya ini yang membuat dia enggan bersimpuh. Dia tidak mau menhadap sosok harimau siluman. Akhirnya dia memutar ke arah belakang dan tak lupa mengajak Pak Aryo dan sang Prabu. Di belakang inilah mereka semua mulai bersimpuh. Sambil menunggu, dirinya mencoba sekali lagi bersemedi namun sekali lagi kepalanya selalu saja diarahkan ke belakang menengok samping kirinya. Seperti ada yang mentakan bahwa prosesi bukan di dalam makam ini, tapi ada diluar sana. Di coba lagi dan selalu begitu. Maka disudahinya sambil menunggu rekan-rekannya itu. Dalam suasana menunggu inilah, terbersit doa kepada Tuhannya, memohon diberikan bukti dan petunjuk bila memang benar perjalannya kali ini. Rupanya doa-doa nya inilah yang dikabulkan Allah. Maka kemudian saat diluar dia langsung dihantam kesadaran sang Prabu Kian Santang. Jikalau begini keadaannya, maka dia merasa lega. Jika itu memang atas doanya, dan Allah mengijabahi. “Hemm...lega rasanya..” Sebelumnya memang Mas Dikonthole merasa aneh saja, saat ketika dia mengajak Pak Aryo dan sang Prabu pindah tempat. Kok, Juru Kunci terus mengikuti, menghantarkan, melayani dengan sangat hormat. Seluruh pertanyaan Mas Dikonthole dijawab dengansantun. Begitu juga saat Mas Dikonthole menanyakan ruang-ruang disana. Dan menayakan juga ruang apa di belakang samping kiri. Katanya hanya tanah kosong belaka. Dan Mas Dikonthole meminta diantar kesana saja. “Wah ini bukan juru kunci biasa..” Batin Mas Dikonthole. Sambil berjalan memutar itulah Sang Juru Kunci bercerita bahwa Eyang Prabu Kian Santang yang menyuruhnya untuk menyambut mereka. Seharusnya bukan jadwal dia malam itu. Saat tawasulpun Eyang Prabu Kian Santang sendiri yang mengkhabarkan kepada Juru Kunci, bahwa rombong Mas Dikonthole bukan peziarah biasa, mereka adalah cucu-cucunya yang sengaja diundang. Degh..!. Hati Mas Dikonthole bergetar mendengar keterangan sang Juru Kunci ini. “Jadi benarkah semua ini..?” Ada perasan lega bahwasanya ada seseorang penyaksi lainnya, sehingga bukan dirinya sendirilah yang tahu perihal titisan sang Prabu Siliwangi ini. Sang Juru Kunci telah mengkhabarkannya sendiri. Alhamdulillah, telah dikisahkan diawal bahwa akhirnya Sang Prabu Kian Santang sendirilah yang datang, memberikan bukti atas keberadaan dirinya. Sang Prabu Kian santang bukanlah semisal mitos atau legenda saja. Dia nyata sekali. Rupanya itulah yang ingin ditunjukkan, agar Mas Dikonthole semakin yakin atas hal ghaib dari keyakinannya yang sudah ada itu. Beliau sendirilah yang mengambil gulungan tersebut, dan sekaligus memberikan restunya kepada anak keturunan Pajajaran untuk berkiprah mewujudkan nusantara baru. Sang Prabu Kian Santang dengan tangannya sendiri, memberikan gulungan mantra yang menjadi hak titisan Prabu Siliwangi (baca kisah sebelumnya Menelisik Titisan Prabu Siliwangi). Allah hu akbar. (Benarkah keadaannya ini ?. Maka semuanya kembali kepada dimensi keyakinan saja.) Dimensi waktu telah berimpit, bumi telah lelah menahan ulah manusia. Gejolak alam semakin terasa. Maka Mas Dikonthole bersegera meninggalkan wilayah itu. Semua bersandar di jok mobil, mengambil nafas. Saat mobil meluncur menuruni perbukitan, meninggalkan kesan yang sungguh tak terlupakan, kisah mistis petilasan kramat Sang Prabu Kian Santang. Dalam perjalan pulang, lelah terasa di badan. Angannya terus meluncur bersama mengikuti mobil Jazz yang juga berkelak kelok mengikuti jalan. Selepas Bundaran Suci, menuju arah Garut tiba-tiba hujan dan angin menghebat. Pandangan mata hanya mampu 2 meter ke depan saja. Angin dan hujan seperti memberikan pertanda alam lainnya. sebuah harap dan prosesi telah dilakoni. Mimpi kini terkembang , memasuki alam tidur yag panjang. Membiarkan sang Prabu menyetir sendirian. Mas Dikonthole memasuki tiwikrama, sebuah restu sudah didapatnya lagi. Dari sesepuh tanah Pasundan ini. Bungah dan kelegaan tiada taranya. Jiwa seperti membumbung ke angkasa. Terbayar sudah lelahnya seharian tadi. Dari pagi hari berangkat dan baru sampai di petilasan sehabis isya. Dan terbalas juga perjalanannya ribuan kilometer bertahun sebelumnya. Kelelahan terbayar. Sebuah laku telah ditetapi. Bersama memasuki mimpi lagi. Mimpi sebuah negri gemah rimpah roh jinawai. Sebuah nusantara yang terbebas dari angkara murka manusia. Dan masyarakatnya hidup tentram disana. Mas Dikonthole terus memasuki mimpinya, hingga dia tanpa sadar terlihat tersenyum sendiri dalam kelegaan yang tak terkira. Sebab kini telah dikantonginya restu dari Tanah Pasundan ini. "Benarkah nanti anak keturunan Pajajaran yang akan mengawal lahirnya nusantra baru. Sebab kejadiannya sepertinya anak-anak keturunan Pajajaran yang di restui alam." Mengapakah begitu. Mas Dikonthole semakin lelap memasuki mimpinya. Dia tidak berani berspekulasi. Karenanya dirinya membiarkan saja pernyataan ini sebagaimana adanya. Biarlah alam yang mengurusi urusannya sendiri perihal ini. Wolohualam salam
Posted on: Sun, 08 Sep 2013 04:40:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015