SKANDAL PRAKTEK EKSPOR-IMPOR MINYAK PETRAL GROUP Petral adalah - TopicsExpress



          

SKANDAL PRAKTEK EKSPOR-IMPOR MINYAK PETRAL GROUP Petral adalah anak perusahaan PT Pertamina yang mempunyai tugas melakukan ekspor dan impor minyak. Banyak analis menyebutkan Petral adalah perusahaan sarang korupsi. Praktek rent-seeking economy terjadi di dalam anak perusahaan Pertamina ini. Berbagai kontroversi juga menyeruak terkait kehadiran Petral khususnya ketika dihubungkan dengan praktek mafia minyak dan gas di Indonesia. Sejarah dan Perkembangan Petral Awalnya, Grup Perta didirikan pada tahun 1969 sebagai perusahaan patungan antara Pertamina dan kelompok usaha dengan kepentingan Amerika Serikat (AS). Grup Perta awalnya diselenggarakan untuk memasarkan minyak mentah Pertamina dan produk minyak di AS Grup Perta mulai beroperasi perdagangan pada tahun 1972. Struktur perusahaan terdiri dari Perta Oil Marketing Corporation Limited, sebuah perusahaan asal Bahama yang berkantor di Hong Kong, dan Perta Oil Marketing Corporation, sebuah perusahaan California, yang menangani sehari-hari kegiatan di Amerika Serikat. Sebagai hasil dari reorganisasi besar pada tahun 1978, perusahaan Bahama diganti dengan Perta Oil Marketing Limited yang berbasis di Hong Kong. Pada bulan September 1998, Pertamina mengakuisisi seluruh saham Perta Group dan menjadi pemilik tunggal dari perusahaan tersebut. Berdasarkan persetujuan pemegang saham pada Maret 2001, perusahaan secara resmi berubah nama menjadi Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Petral didirikan untuk menjadi tangan perdagangan Pertamina dan anak perusahaan untuk pemasaran Pertamina di pasar internasional. Langkah ini diambil sebagai kebijakan perusahaan Pertamina dalam meningkatkan perdagangan minyak di tingkat internasional. Bisnis utama Petral adalah untuk mengembangkan dan mempertahankan pasar untuk minyak mentah Indonesia dan produk minyak yang akan diberikan kepada Pertamina. Petral menguasai perdagangan minyak Indonesia serta minyak mentah dan produk minyak asing. Pasar Petral adalah sebagian besar di kawasan Asia Pasifik serta Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, Afrika dan wilayah lain. Kegiatan usaha Petral adalah fokus untuk membantu Pertamina untuk memenuhi tugasnya untuk menyediakan dan memenuhi permintaan minyak dan gas di Indonesia. Selanjutnya, Petral juga mulai melakukan bisnis dengan pihak ketiga. Kehadiran Petral di Singapura, Hong Kong dan Jakarta digunakan untuk mendukung cakupan bisnisnya. Petral mengasumsikan bahwa kehadiran Petral di dua negara, yakni Singapura dan Hongkong penting dalam menggalang informasi pasar internasional terkait minyak. Aktor dan Relasi antar Aktor Dilihat dari pendiriannya, pendirian Perta yang sekarang berubah menjadi Petral sebenarnya lebih berfungsi untuk kepentingan Amerika Serikat dalam memperoleh akses penjualan minyak bumi Indonesia. Di tahun pendirian Perta, tahun 1969, Indonesia mulai memasuki periode oil boom, di mana pendapatan negara bergantung dari penjualan minyak bumi dan gas. Pada tahun tersebut, di Indonesia terdapat hubungan yang sangat erat antara lingkaran dekat penguasa dengan bisnis strategis, termasuk bisnis yang dijalankan oleh militer. Politik luar negeri Amerika Serikat pada saat itu adalah memberikan pengaruh seluasnya kepada Indonesia agar tidak jatuh ke tangan komunisme dan menjaga kestabilan wilayah Asia Tenggara. AS menanamkan pengaruh dengan pemberian bantuan luar negeri dan juga investasi ke Indonesia. Selain itu, ilmuwan Indonesia banyak disekolahkan ke Amerika Serikat untuk menimba ilmu ekonomi dan teknologi. Amerika Serikat melihat Indonesia adalah ancaman besar jika jatuh ke tangan komunisme. Oleh karena itu, AS berusaha sekuat usaha membantu Indonesia, khususnya dalam pengembangan ekonomi ketika menghapi resesi ekonomi. Dalam bisnis ini, Petral dijalankan oleh pengusaha-pengusaha yang dekat dengan kalangan penguasa, salah satunya Bambang Trihatmodjo, anak dari Presiden RI yang kedua, Soeharto. Beberapa aktor bisnis yang bermain dalam usaha ini adalah Mansoor, warga Singapura, dan Mohammad Reza Chalid. Chalid yang sering dipanggil Mohre ini adalah seorang pengusaha Indonesia keturunan Arab. Keterlibatan Mansoor, warga negara Singapura ini, dalam sewa-menyewa kapal pengangkut minyak bemula ketika Pertamina memutuskan melakukan pembelian dengan cara FOB (Freight on Board). Untuk itu Petral harus menyewa kapal dari pelabuhan muat hingga pelabuhan bongkar. Maka praktik yang dilakukan adalah melalui spot charter dan time charter. Dengan kedua cara tersebut, Petral tidak langsung menyewa kepada owner atau disponet owner, melainkan melalui perusahaan broker kapal yaitu Dell Marine Service Ple.Ltd dan Acer Shipping Pte. Ltd. Kedua perusahaan itu adalah milik Mansoor, yang didirikan hanya untuk melayani Petral. Selain dua perusahaan tersebut, kata sumber tadi, Mansoor juga memiliki perusahaan lain bernama Tag Marine Services dan Prima Tangguh Indonesia. Perusahaan yang terakhir disebut merupakan perusahaan patungan antara Mansoor dengan salah seorang pejabat Petral. Nama lainnya yang berperan sebagai broker adalah Muhammad Reza Chalid. Reza disebut-sebut memiliki empat perusahaan trader minyak yakni Gold Manor, GT Energy, Global Energy Resources dan Verita Oil. Di kalangan pengusaha minyak, nama M. Reza cukup tersohor. Selain bergerak di bisnis perminyakan, ia juga juga pemilik tempat bermain anak-anak Kidzania yang berlokasi di Pacific Place, SCBD Jakarta Pusat. M. Reza , pria berusia 53 tahun, disebut sebagai penguasa abadi dalam bisnis impor minyak RI. Dulu dia akrab dengan Soeharto. Para perusahaan minyak dan broker minyak internasional mengakui kehebatan Riza sebagai ‘God Father’ bisnis impor minyak Indonesia. Di Singapura, M. Reza dijuluki “Gasoline God Father”. Lebih separoh impor minyak RI dikuasai oleh M. Reza. Untuk mendapatkan image bersih dari lingkungan sekitarnya, M Reza mendirikan sekolah Islam Internasional Al Jabr di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Sosok pria keturuan Arab ini memiliki beberapa rumah di kawasan Jakarta Selatan. Rumah mewah Jl Bango Raya No 14 Jakarta Selatan ditempati istri, ibu dan pembantu-pembantunya. Rumah keduanya di Jl. Bango Raya No. 16 Jakarta Selatan digunakan untuk fasilitas tempat tinggal para pimpinan sekolah dan guru Sekolah Islam Al-Jabr. Sedangkan rumah ketiganya terletak di Jl. Bango Raya No. 17. Sumber di DPR, menurut Majalah Forum Keadilan, menyebutkan, M. Reza memiliki kedekatan dengan Hatta Radjasa. Hatta Radjasa sendiri merupakan salah satu kepercayaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Relasi antara Hatta Radjasa dengan SBY ini terjalin lebih erat dalam koalisi pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu II hingga saat ini. Dalam menjalankan operasinya, bukan tidak mungkin jika M Reza memerlukan lobi politik ke Istana untuk memperlancar bisnisnya. Sosok M Reza dianggap sangat berpengaruh dalam kebijakan energi nasional. Bahkan, kabar beredar menyebutkan bahwa Mantan Direktur Pertamina, Arie Soemarno, dipecat karena berusaha memindahkan Petral dari Singapura ke Batam. Sebenarnya, iika Petral berkedudukan di Batam atau Indonesia tentu pemerintah dan masyarakat luas lebih mudah mengawasi pengoperasian Petral yang sangat rawan korupsi. Implikasi dari Operasi Petral Petral yang beroperasi sebagai importir minyak dengan jalur tender kepada Pertamina mempunyai berbagai isu manajemen maupun terkait kebijakan publik. Bagi publik, munculnya pertanyaan mengapa dibentuk anak perusahaan dan mengapa di Singapura itu saja sudah mengandung kecurigaan. Pertamina mungkin bisa membuktikan praktik di Petral sudah clean dengan tender internasional yang fair. Tim-tim auditor yang dikirim ke Singapura pun tidak menemui penyimpangan. Akan tetapi, menurut Dahlan Iskan, Menteri BUMN, Perusahaan BUMN memang tidak cukup dengan clean, tapi juga harus C & C, yakni clean and clear. Clean berurusan dengan good corporate governance yakni pengelolaan atau manajemen perusahaan. Clear berhubungan dengan public trust alias kepercayaan publik. Perusahaan yang tidak clear tidak melanggar aturan pengelolaan usaha. Tapi perusahaan yang tidak clear tidak akan dipercaya publik dan jika terkait dengan kebijakan publik maka akan disinggungkan juga dengan persoalan administrasi publik seperti korupsi, transparansi, atau keadilan (fairness). Karena BUMN adalah perusahaan milik publik, maka praktik C & C menjadi sangat penting. Sebagai perusahaan terbesar, posisi tawar Pertamina seharusnya cukup besar. Boleh dikata, dalam bisnis, Pertamina berhak mendikte, termasuk mendikte pemasok dan bahkan mendikte pembayaran. Sebagai perusahaan terbesar mengapa Pertamina belum bisa mendikte. Pertamina masih berhubungan dengan begitu banyak trader. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa tidak sepenuhnya melakukan pembelian langsung dari pemilik asal barang: membeli BBM langsung dari perusahaan kilang dan membeli crude (minyak mentah) langsung dari perusahaan penambang minyak ? Menurut Iwan Piliang, pengamat masalah sosial, terdapat banyak kerugian negara akibat praktek curang yang dilakukan Petra. Kerugian tersebut, selain mekanisme pasar yang dipaksa mengikuti harga internasional, indikasi kuat negara dan bangsa bobol juga masih terjadi. Diantaranya melalui, Tranfer Pricing (TP), baik dalam bentuk impor dan ekspor. Instrumen yang dipakai, bisa badan yang dibentuk seperti petral, timbulnya laku kolusi dengan indiksai merugikan negara mencapai Rp 100 Trilliun pertahun dari impor ekspor mencapai 900.000 barel BBM per hari. Menurut Iwan, penggelembungan cost recovery di lifting Migas yang terindikasi merugikan negara setara Rp 70 trilliun setahun. Referensi : Tanjung, Darman & Siregar, Zulkarmedi, Dua Broker Berpengaruh di Petral, Forum Keadilan No. 6 Tahun XXI/28 Mei – 3 Juni 2012 Lothrop Jr., James, Indonesia : A US Foreign Policy Dilemma, Research at the US Army War College Carlisle Barracks, Pennsylvania, 8 April 1966 Budi N, Danang, Peran Broker di Balik Krisis BBM, Harian Suara Merdeka 19 September 2005 PERTAMINA ENERGY TRADING LIMITED, pnatrade/pamphlet.htmlv
Posted on: Sat, 14 Sep 2013 05:25:25 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015