SM Cetak - Ekonomi & Bisnis 14 Agustus 2013 Pengembang Perumahan - TopicsExpress



          

SM Cetak - Ekonomi & Bisnis 14 Agustus 2013 Pengembang Perumahan Terancam Sanksi Hindari Pajak Transaksi Properti JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan mengejar potensi kekurangan pembayaran pajak dari transaksi properti para pengembang perumahan. Penghindaran pajak dalam transaksi properti sudah menjadi fenomena umum dalam bisnis itu. Sanksi pun siap menanti para pengembang properti yang terbukti melakukan penghindaran pajak, bahkan hingga ke kategori penggelapan pajak. Menurut Kepala Seksi Hu bungan Eksternal Ditjen Pajak, Chan dra Budi mengatakan, tak ada alasan bagi pengembang un tuk menutup-nutupi atau tak mau bekerja sama terkait program pe meriksaan dokumen transaksi properti periode 2011-2012. Chan dra menegaskan, Ditjen Pajak memiliki payung hukum untuk melakukan pemeriksaan dokumen terkait perpajakan. ‘’Pemeriksaan itu wajib dan kita dilindungi undang-undang. Kalau hasil pemeriksaan ada kekurangan, maka lebih pada sanksi administrasi yakni membayar kekurangan dan sanksi, sanksi 2% sebulan dari kekurangan,’’ katanya. Chandra mengatakan, sanksi lebih keras akan berlaku bagi pengembang properti yang terbukti melakukan penggelapan pajak. Sanksi untuk penggelapan pajak berlaku hukum pidana. Seperti diketahui, potensi pe nerimaan pajak dari sektor properti berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat 2, yaitu penghasilan yang diterima penjual (developer, pengembang), karena melakukan transaksi jual beli tanah/bangunan sebesar 5%. Lalu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi barang kena pajak berupa tanah/bangunan yang bukan kategori rumah sangat sederhana sebesar 10%. Penelitian Awal Sedangkan pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah dalam transaksi properti adalah Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5%. Penelitian awal Ditjen Pajak, ada potential loss penerimaan pajak akibat tidak dilaporkan transaksi sebenarnya jual-beli tanah/bangunan termasuk properti, real estate, dan apartemen. Hal ini terjadi karena pajak yang dibayarkan menggunakan transaksi berbasis Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan bukan berbasis tran saksi sebenarnya atau riil. Asosiasi Pengembang Peru mahan dan Pemukiman (Apersi) mendukung langkah Ditjen Pajak memeriksa dokumen transaksi pembayaran pajak para pengembang properti. Selama ini pengembang properti disinyalir banyak melakukan pengurangan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh). ‘’Sebenarnya itu untuk me nertibkan pajak, ya bagus. Apersi mendukung itu,’’ kata Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo, Selasa. Eddy menjelaskan, selama ini belum ada pengawasan secara tegas terhadap pembayaran pajak di sektor properti, sehingga ba nyak merugikan pendapatan negara. ‘’Selama ini pengawasan belum sampai ke sana. Kita hanya bisa mengimbau bayarlah pajak dengan benar,’’ ujarnya. Dia mengakui, selama ini masih banyak sektor properti yang pembayaran pajaknya hanya melalui sistem NJOP, artinya pembayaran pajak dilakukan di bawah pembayaran yang seharusnya atau nilai riil. ‘’Selama ini banyak yang bayar pakai NJOP dan tidak riil. Ini di bawah nilai pajak jadi ketika harga tinggi justru pembayaran pajak tidak mengikuti kenaikan harga pasaran itu,’’ terangnya. Menurutnya, dari sistem pembayaran ini ada potensi pengurang an pajak dan memiliki nilai selisih yang besar. Namun, selisih pembayaran tersebut tidak bisa dipastikan berapa besarannya. Biasanya, banyaknya pembayaran pajak melalui acuan NJOP ini dilakukan pengembang yang memasarkan properti ko mersial bukan properti ber subsidi.(J10,dtc-79)
Posted on: Wed, 14 Aug 2013 02:25:17 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015