SUDAH TAKDIR ATAUKAH KEBETULAN SEMATA?... Bangsa Indonesia saat - TopicsExpress



          

SUDAH TAKDIR ATAUKAH KEBETULAN SEMATA?... Bangsa Indonesia saat ini sungguh sangat menyedihkan, dengan kondisi yang boleh dikatakan anarki. Aparat keamanan sama sekali tidak dianggap, tidak lagi mampu mengendalikan keadaan, tidak lagi merupakan lembaga yang kredibel bagi rakyat minta perlindungan. Di-kota-kota besar, juga dijalanan antar kota para preman dan kriminal berkeliaran mencari korban pemerasan tanpa rasa takut, setiap orang merasa was-was yang setiap saat bisa menjadi korban kriminalitas atau pun kekerasan dijalanan baik pada saat naik kendaraan maupun berjalan kaki. Kita mulai mempertanyakan apa yang telah dan sedang terjadi dengan bangsa Indonesia yang membanggakan dirinya sebagai bangsa yang ramah tamah dan banyak senyum ? Apa jawaban dari gejala pertanda zaman ini ? Mungkin kita bisa melakukan analisa dan mencoba mencari penyebabnya dan mungkin bisa menemukan obat mujarab untuk mengobati masyarakat bangsa Indonesia yang sedang sakit. Bahwa bangsa Jawa dengan warisan Budayanya pernah melukiskan suatu masa yang mirip dengan kondisi saat ini mungkin hanyalah suatu kebetulan ataukah suatu prediksi yang akurat bahwa kondisi seperti saat ini akan dialami oleh bangsa Jawa / Indonesia. ramalan yang terjadi pada empat abad terakhir tentang tanah Jawa adalah pada pupuh 256, tembang 44 s/d 47 sebagai berikut (yang merupakan bagian dari tujuh abad zaman Kalisangireki) : 1. Kaping pat aranipun, jaman Kalabendu werdinipun, estu Bebendu wahananeki, keh jalma saluyeng rembug, dumadya prang lair batos. 2. Ping lima aranipun, jaman Kalasuba tegesipun, jaman suka wahananira keh jalmi, antuk kabungahan estu, rena lejar sakehing wong. 3. Kaping nem aranipun, jaman Kalasumbaga puniku, werdi zaman Misuwur wahanineki, keh jalma gawe misuwur, mrih kasusra ing kalakon. 4. Kasapta aranipun, jaman Kalasurata rannipun, werdi jaman Alus wahananoreki, akeh jalma sabiyantu, ing budining karahayon. Jadi setelah bangsa Jawa/Indonesia melewati zaman Kalabendu akan mengalami tiga abad zaman keemasan dan kemahsyuran sampai dengan akhir zaman. Cuma kalau menurut perhitungan Jayabaya zaman Kalabendu adalah periode tahun 1800-1900, sedangkan sampai saat ini tanda-tanda zamannya masih seperti zaman Kalabendu (yang mungkin periode 1900-2000) dan setelah melewati tahun 2000 sampai dengan akhir zaman bangsa Jawa/Indonesia akan mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya pada pupuh 257, Jayabaya meramalkan akan ada tujuh kerajaan dimulai dari kerajaan Pejajaran di tanah Jawa dan setelah itu tanah Jawa tidak lagi ada kerajaan, yang terjadi pada saat zaman Kalabendu. Interpretasi tujuh kerajaan adalah: Pejajaran, Majapahit, Pajang, Demak, Mataram, Surakarta, Yogyakarta dan masa kemerdekaan yang tidak ada kerajaan lagi di Indonesia. Dalam Pupuh 257 tembang 23 tercermin peralihan dari zaman kerajaan sebagai berikut : Sirnaning kang, kadaton jalaranipun, wawan-wawan lawan, bangsa sabrang kulit kuning, Mawa Srana Tatunggul Turun Narendra. Yang bisa diterjemahkan bahwa kedatangan bangsa sebrang kulit kuning (Jepang) sebagai sarana tidak ada lagi kerajaan di Jawa / Indonesia. Ilustrasi apa yang terjadi pada masa Kalabendu sangat mirip dengan apa yang sedang terjadi pada bangsa Indonesia saat ini, oleh karena itu terbuka suatu interpretasi bahwa masa Kalabendu adalah periode yang akan berakhir pada tahun 2000. Pertanda zaman sama sekali belum terlihat tanda-tanda bahwa kita memasuki zaman Kalasuba yaitu suatu periode setelah zaman Kalabendu berakhir (seperti yang di prediksi oleh Jayabaya). Barangkali kita bisa mencoba melihat ilustrasi dari masa zaman Kalabendu yang dimulai dari tembang 28 s/d 44 pupuh 257 Serat Centhini jilid IV : 1. Wong agunge padha jail kurang tutur, marma jeng pamasa, tanpa paramarteng dasih, dene datan ana wahyu kang sanyata. Artinya: Para pemimpinnya berhati jahil, bicaranya ngawur, tidak bisa dipercaya dan tidak ada wahyu yang sejati. 2. Keh wahyuning eblis laknat kang tamurun, apangling kang jalma, dumrunuh salin sumalin, wong wadon kang sirna wiwirangira. Artinya : Wahyu yang turun adalah wahyu dari iblis dan sulit bagi kita untuk membedakannya, para wanitanya banyak yang kehilangan rasa malu. 3. Tanpa kangen mring mitra sadulur, tanna warta nyata, akeh wong mlarat mawarni, daya deye kalamun tyase nalangsa. Artinya : Rasa persaudaraan meluntur, tidak saling memberi berita dan banyak orang miskin ber-aneka macam yang sangat menyedihkan kehidupannya. 4. Krep paprangan, sujana kapontit nurut, durjana susila dadra andadi, akeh maling malandang marang ing marga. Artinya : Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat, kejahatan/perampokan dan pemerkosaan makin menjadi-jadi dan banyak pencuri malang melintang di jalan-jalan. 5. Bandhol tulus, mendhosol rinamu puguh, krep grahana surya, kalawan grahana sasi, jawah lindhu gelap cleret warsa. Artinya : Alam pun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana matahari dan bulan, hujan abu dan gempa bumi. 6. Prahara gung, salah mangsa dresing surur, agung prang rusuhan, mungsuhe boya katawis, tangeh lamun tentreming wardaya. Artinya: Angin ribut dan salah musim, banyak terjadi kerusuhan seperti perang yang tidak ketahuan mana musuhnya yang menyebabkan tidak mungkin ada rasa tenteram dihati. 7. Dalajading praja kawuryan wus suwung, lebur pangreh tata, karana tanpa palupi, pan wus tilar silastuti titi tata. Artinya : Kewibawaan negara tidak ada lagi, semua tata tertib, keamanan, dan aturan telah ditinggalkan. 8. Pra sujana, sarjana satemah kelu, klulun Kalathida, tidhem tandhaning dumadi, hardayengrat dening karoban rubeda. Artinya : Para penjahat maupun para pemimpin tidak sadar apa yang diperbuat dan selalu menimbulkan masalah / kesulitan. 9. Sitipati, nareprabu utamestu, papatih nindhita, pra nayaka tyas basuki, panekare becik-becik cakrak cakrak. Artinya : Para pemimpin mengatakan se-olah-olah bahwa semua berjalan dengan baik padahal hanya sekedar menutupi keadaan yang jelek. 10. Nging tan dadya, paliyasing Kalabendu, mandar sangking dadra, rubeda angrubedi, beda-beda hardaning wong sanagara. Artinya : Yang menjadi pertanda zaman Kalabendu, makin lama makin menjadi kesulitan yang sangat, dan ber-beda-beda tingkah laku / pendapat orang senegara. 11. Katatangi tangising mardawa-lagu, kwilet tays duhkita, kataman ring reh wirangi, dening angupaya sandi samurana. Artinya : Disertai dengan tangis dan kedukaan yang mendalam, walaupun kemungkinan dicemooh, mencoba untuk melihat tanda2 yang tersembunyi dalam peristiwa ini. (kelihatanya ini adalah ungkapan hati pembuat tembang ini). 12. Anaruwung, mangimur saniberike, menceng pangupaya, ing pamrih melok pakolih, temah suha ing karsa tanpa wiweka. Artinya : Berupaya tanpa pamrih. 13. Ing Paniti sastra wawarah, sung pemut, ing zaman musibat, wong ambeg jatmika kontit, kang mangkono yen niteni lamampahan. Artinya : Memberikan peringatan pada zaman yang kalut dengan bijaksana, begitu agar kejadiannya / yang akan terjadi bisa jadi peringatan (peringatan dari R.Ng. Ranggawarsita). 14. Nawung krida, kang menangi jaman gemblung, iya jaman edan, ewuh aya kang pambudi, yen meluwa edan yekti nora tahan. Artinya : Untuk dibuktikan, akan mengalami jaman gila, yaitu zaman edan, sulit untuk mengambil sikap, apabila ikut gila/edan tidak tahan. 15. Yen tan melu, anglakoni wus tartamtu, boya keduman, melik kalling donya iki, satemahe kaliren wekasane. Artinya : Apabila tidak ikut menjalani, tidak kebagian untuk memiliki harta benda, yang akhirnya bisa kelaparan. 16. Wus dilalah, karsane kang Among tuwuh, kang lali kabegjan, ananging sayektineki, luwih begja kang eling lawan waspada. Artinya : Sudah kepastian, atas kehendak Allah SWT, yang lupa untuk mengejar keberuntungan, tapi yang sebetulnya, lebih beruntung yang tetap ingat dan waspada (dalam perbuatan berbudi baik dan luhur). 17. Wektu iku, wus parek wekasanipun, jaman Kaladuka, sirnaning ratu amargi, wawan-wawan kalawan memaronira. Artinya : Pada saat itu sudah dekat berakhirnya zaman Kaladuka. Kalau kita perhatikan ilustrasi zaman Kalabendu adalah sangat mirip dengan ‘bebendu’ atau ‘kekalutan’ yang sedang terjadi saat ini yang kelihatannya tidak satupun pemimpin yang mampu mengatasi (baik yang formal yang sedang mejalankan roda pemerintahan maupun pimpinan informal diluar pemerintahan – bahkan pimpinan ABRI yang punya senjata pun tidak mampu mengatasi masalah – bahkan cenderung seperti orang bingung / linglung – yang se-mata-mata terpengaruh oleh perbawa zaman Kalabendu yang tidak mungkin bisa dihindari).
Posted on: Sat, 30 Nov 2013 17:37:59 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015