Salam Bersatu & Peduli! Mengakhiri Budaya Korupsi Oleh : - TopicsExpress



          

Salam Bersatu & Peduli! Mengakhiri Budaya Korupsi Oleh : Aminuddin SUBURNYA praktik korupsi di Indonesia menjadi perhatian bagi kita semua. Semangat reformasi yang diusung oleh para aktivis, akademis, maupun para tokoh reformis lainnya seolah-olah hilang ditelan bumi. Praktik korupsi di era modern ini makin menggurita, berkembang dalam beragam jenis dengan berbagai modus. Budaya korupsi klasik sekarang ini sudah hampir tidak ada, tetapi telah mulai bermetamorfosis menjadi praktik yang lebih halus dan mencoba lewat jalan lain seperti mudus pencucian uang, penggelembungan anggaran, dan menggunakan sandi-sandi bahasa. Mengguritanya praktik korupsi di negeri ini menjadi masalah besar, seolah-olah belum ada vaksin ampuh untuk menetralkan kejahatan yang luar biasa ini (extraordinary crime). Berbagai wacana telah dilakukan oleh para penegak hukum kita, termasuk memiskinkan koruptor, bahkan memberi hukuman mati. Namun wacana tersebut tidak membuat jera para koruptor tersebut. Bahkan koruptor makin menningkat pesat di berbagai tingkatan. Mulai dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sudah bukan rahasia lagi bahwasanya praktik politik yang dijalankan oleh para elit politik dewasa ini mencerminkan ketidak dewasaan dalam berpolitik. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengaku sedih karena banyak terjadi korupsi barbagai lini pemerintahan. Pernyataan itu semakin kuat setelah Menteri Dalam Nergeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengeluarkan pernyataan mengeejutkan. Beberapa waktu lalu, pernyataan mengejutkan tersebut dikemukakan SBY ketika membuka "Orientasi Kepemimpinan dan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah bagi Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota " di kantor Badan Diklat Kemendagri baru-baru ini. SBY menyampaikan bahwa 291 kepala daerah dari 536 kabupaten/kota menjadi tersangka korupsi. Angka tersebut meningkat pesat bila dikaitkan dengan informasi yang disampaikan Direktur Pengawas Keuangan Daerah BPKP Kasminto bahwa ada 173 kepala daerah terlibat korupsi lewat 3.423 modus penyimpangan. Ironis, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan koruptor di negeri ini. Angka tersebut jelas fantastik dan fenomenal. Belum lagi ditambah dengan tersangka yang lari ke luar Negeri. Ini jelas menjadi cambuk bagi penegak hukum kita. Oleh karenanya, kita harus berikhtiar dalam memberantas korupsi. Semua pihak tentunya mempunyai kewajban untuk ikut andil memberntas kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) tersebut. Sebenarnya, masih banyak orang Indonesia yang mempunyai etika dan moral baik untuk memimpin negeri ini. Namun, yang menjadi problem adalah, ketidak adanya jembatan untuk menghubungkan mereka ke atas, sehingga mereka tidak punya kesempatan untuk berbicara lebih dan memimpin bangsa ini. Di sisi lain, sengaja disingkirkan oleh lawan politiknya demi melanggengkan kekuasaanya untuk mengeruk uang negara. Akibatnya, pelakunya korupsi sulit dibendung dan terus melakukan berbagai penyimpangan untuk memperkaya diri-sendiri dan memuaskan hawa nafsunya. Dan fenomena semacam inilah yang sudah menjadi wabah endemic bahkan sudah memenuhi angkasa bumi ini. Oleh karena itu, pentingnya dekontruksi praktik korupsi melalui sikap kritis dan akuntabilitas pada masyarakat sehingga tidak memberi ruang bagi lahirnya praktik korupsi. Para elit politik harus sadar bahwa kedudukannya sebagai wakil rakyat bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. Jangan sampai masyarakat beranggapan bahwa moral para wakil rakyat rendahan dan tidak punya etika dan hanya menyedot uang negara. Jika hal ini terjadi, maka bukan tidak mungkin rakyat akan bergerak dan tidak percaya lagi terhadap para wakilnya.
Posted on: Sat, 31 Aug 2013 03:01:44 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015