...Sebuah renungan bagi seluruh rakyat indonesia.. Garuda - TopicsExpress



          

...Sebuah renungan bagi seluruh rakyat indonesia.. Garuda Dikeroyok Kanguru dan Singa...... Posted on February 17th B. P. H. TAMBUNAN : ASHTHAQFIRULLAH ! Berbagai masalah yang menimpa beberapa orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Wanita (TKW) sebagai “korps pejuang devisa” yang bekerja di negara-negara tertentu, masih perlu dan harus di atasi. Di tengah berbagai masalah yang terkait keselamatan physik, martabat, dan jiwa para TKI dan TKW yang selalu terancam dari majikan-majikannya, beberapa hari lalu bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau “Garuda” mendapat “tantangan” pula dari negara tetangga terdekat di bagian Utara, Singapura alias “Singa”. Sebelumnya, tepatnya pada tanggal 9 Pebruari 2014 lalu, “Garuda” juga “ditantang” negara tetangga dekat di bagian Timur, Papua Niugini (PNG). Dan, jangan lupakan pula, baru dalam Desember 2013 lalu, “Garuda” dicoba “ditantang” negara tetangga dekat di bagian Selatan, Australia atau “Kanguru” Kapan pula bangsa dan NKRI atau “Garuda” akan “ditantang” negara-negara tetangga terdekat lainnya ? Seperti di bagian Timur, Timor Leste. Atau, di bagian Selatan juga, New Zealand (Selandia Baru). Atau, mungkin di bagian Timur lainnya, Fiji. Atau, yang berada di bagian-bagian Utara lainnya, yakni Philipina, Brunei Darussalam, Malaysia. Atau, barangkali negara tetangga dekat di bagian Baratdaya, Myanmar. Bahkan, dari bagian Barat, Srilangka. Mengingat kedudukan wilayah NKRI memang berada dalam “kepungan” negara-negara tersebut di atas, secara politik “Garuda” pasti akan selalu mendapat ancaman-ancaman. Jangan pernah bermimpi, “Garuda” akan senantiasa aman, alias tidak bakalan kerap mendapat tekanan, dan ancaman, atau di ancam negara-negara tetangga dekat. Apalagi dari negara-negara besar dan adidaya. Baik hanya berupa ancaman serius, tapi sampai ke bentuk invasi militer. Mau pun hanya ancaman ringan, alias gertak sambal saja. Kesadaran, betapa posisi “Garuda” akan sering “ditantang” negara-negara lain seperti digambarkan di atas, seyogianya rezim pemerintah semakin total, fokus dan konsisten bekerja untuk menyejahterakan bangsa dan NKRI. Kekuatan ke-3 (tiga) angkatan Tentara Nasional Indonesia (TNI), yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU) harus selalu disiap-siagakan guna menghadapi segala kemungkinan terburuk. Misalnya, melawan musuh yang menginvasi ke wilayah “Garuda” “Garuda” cinta perdamaian, tapi tetap lebih cinta kemerdekaan. Dalam percaturan politik sebagai usaha mempertahankan kepentingan global internal setiap bangsa dan negara, soal ancam mengancam negara lain, sudah merupakan hal biasa. Bukan hanya negara adidaya Amerika Serikat saja yang sering melakukannya. Korea Utara, Republik Rakyat China (RR Cina), Republik Islam Iran, dan Rusia juga kerap menerapkannya. Pada waktu lalu, Irak di bawah rezim pemerintah Saddam Hussein, dan Lybia dalam rezim pemerintah Muammar Khaddaffi juga gemar dan gencar melakukannya. Yang mereka ancam pun terkadang bukan negara-negara kecil. Tidak ingin tanggung-tanggung, justru negara “cowboy” Amerika Serikat. Masih segar dalam ingatan, pada tahun l978 Irak menginvasi Iran, sehingga kedua negara bertetangga sangat dekat itu terlibat peperangan panjang selama 8 (delapan) tahun, hingga 1986. Setelah itu, Irak menginvasi Kuwait. Pada titik ini Presiden Saddam Hussein mendapat petaka. JANGAN REMEHKAN TANTANGAN dari pihak “Kanguru” Australia yang hingga kini belum dapat dianggap selesai tuntas, berawal dari aksi penyadapan yang dilakukan Kedutaan Besar (Kedubes) negara “Kanguru” di Jakarta terhadap sistem komunikasi para petinggi penyelenggara NKRI. Antara lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, termasuk “first lady” Indonesia, Ibu Ani Yudhono. Memang, masalah yang dipicu sikap atau tingkah polah arogansi “Kanguru” itu tidak sampai berbuntut fatal, misalnya, berupa total pemutusan hubungan diplomatik. Beberapa program kerja-sa ma yang sudah dan akan berjalan, tetap dilanjutkan. Namun, interrelasi antara. “Garuda” dengan “Kanguru” tak urung menjadi kurang mesra. Apalagi, baru-baru ini sarang “Kanguru”, Canberra, juga menolak kedatangan sekelompok pengungsi yang masuk dari perairan “Garuda”. Ikhwal tantangan dari negara tetangga di bagian Timur, PNG, pada tanggal 6 Pebruari 2014 lalu itu, dipicu aksi sebanyak 24 orang aparatur militer PNG membakar dan atau menenggelamkan sebuah speadboat berawak sebanyak 10 orang nelayan. Rupanya, kapal bersama sebanyak 10 orang nelayan dari Papua, NKRI, itu terpergok sedang berlayar di sekitar perairan PNG, tak terlalu jauh dari tapal batas Papua, NKRI — PNG. Tepatnya, sekitar Kali Torasi. Sadisnya, aksi militer PNG, sebanyak 10 orang nelayan yang tertangkap tersebut, dipaksa berenang menuju Kali Torasi, sejauh 20 Km atau lebih kurang 15 mil laut. Cuaca saat itu sedang tidak bersahabat, hujan deras dan diselingi petir halilintar. Laut pun berombak dan bergelombang tinggi. Karena kedinginan, dan tidak kuat melawan ombak atau gelombang, sebanyak 5 nelayan dari Papua, NKRI, tenggelam ke dasar laut. Sisanya, sebanyak 5 orang nelayan lainnya, dengan susah payah berenang dan berhasil juga tiba di Kali Torasi. Menurut para nelayan dari Merauke, Papua, NKRI, aparatur militer PNG memang sudah kerap melakukan kasus kekerasan. Seolah-olah antara Papua, NKRI dan PNG tak ada hubungan khusus yang lebih membathin. Tingkah polah negara-negara tetangga di bagian Selatan, “Kanguru”, dan di bagian Timur itu, PNG, jangan sampai diremehkan. Meski di permukaan tingkah laku kedua negara tetangga dekat itu terlihat hanya sebagai urusan dalam negeri “Kanguru” dan PNG, tidak mustahil di baliknya telah dirancang aksi-aksi lebih sporadis terhadap “Garuda”. Soalnya, seperti hendak mengeroyok “Garuda”, baru-baru ini negara tetangga dekat di bagian Utara, “Singa”, juga tampak berani-beranian atau nekad-nekadan bangat hendak mencampuri urusan internal atau dalam-negeri “Garuda”. Negara pulau sekecil negara “Singa” yang sumber daya manusianya cuma kurang dari sebanyak 7 juta jiwa itu, mencoba-coba menguji nyali dengan menantang “Garuda” untuk mempertimbangkan kembali keputusannya menamakan sebuah kapal perang yang baru dibeli dari Inggris: Usman-Harun. Kapal itu sendiri baru akan memasuki perairan NKRI pada bulan Juni 2014 mendatang. Walau tidak lucu, tapi patut menjadi perhatian optimal kenapa “Singa” itu serta merta lantas mengaum mencoba menghardik “Garuda”, hanya lantaran “Garuda” menamai sebuah kapal perang barunya yang sepanjangnya 90 meter itu dengan Usman-Harun. Sampai-sampai “Singa” mengirimkan Menteri Luar Negeri (Menlu) K. Shanmugam bertandang ke sarang “Garuda” di Jakarta untuk mengajukan protes keras terkait hal itu. Bagi “Singa” bisa saja menganggap Usman dan Harun sebagai nama 2 (dua) orang anggota teroris yang pada 10 Maret 1965 menyusup ke jantung negara “Singa”, dan membom Gedung berlantai 10, Mac Donald House. Di Gedung Mac Donald House yang terletak di Orchad Road itu, beroperasi juga Hong Kong & Shang Hai Bank. Tapi, “Singa” seyogianya harus menghormati sikap dan tindakan “Garuda”, kalau Markas Besar (Mabes) TNI AL menamai kapal perang barunya dengan Usman-Harun. Bagi bangsa dan NKRI Usman-Harun, yang selengkapnya bernama Usman bin H. Ali Hasan, dan Harun bin Said, bukan orang-orang sembarangan. Usman dan Harun yang anggota Korps Komando Operasi (KKO) TNI AL, yang sekarang disebut Marinir, bagi bangsa dan NKRI adalah 2 (dua) orang Pahlawan yang tanpa pamrih telah rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk mensukseskan Dwi Komondo Rakyat (Dwikora) yang dideklarasikan Presiden Soekarno pada 3 Mei 1964. Sejarah mencatat, Presiden Soekarno mendeklarasikan dan mengerahkan kekuatan militer dan rakyat “Garuda” lewat Dwikora guna melawan neo-kolonialis, Inggris, yang pada 17 September 1963 membentuk negara Federasi Malaysia di bawah pemimpin Perdana Menter (PM) Malaysia saat itu, Tengku Abdurrachman. Pembentukan Negara Federasi Malaysia itu terdiri dari Malaysia, Singapura, Serawak, Brunei, dan Sabah. Presiden Soekarno melihat langkah-langkah Inggris dan Tengku Abdurrachman itu sebagai bentuk usaha politik untuk memberantakkan cita-cita revolusi bangsa dan NKRI. Di tengah menggeloranya konfrontasi terhadap Negara Federasi Malaysia itu Usman dan Harun menjalankan tugas membom Gedung Mac Donald House. Keduanya tewas sebagai pahlawan bangsa dan NKRI, tepat 3 (tiga) tahun setelah aksi heroik Usman dan Harun membom Gedung Mac Donald House, lewat sebuah eksekusi hukuman di tiang gantungan pada 17 Oktober 1968. Usman dan Harun, pahlawan muda belia dimakamkan Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. PELAJARAN PENTING LEBIH dari patut, seluruh rakyat di bumi Garuda megucapkan salut atas reaksi rezim pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono cq Menlu Marty Natalegawa dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamaman (Menko Polhukam) Djoko Suyanto. Termasuk Komandan Pangkalan Utama AL XI Merauke, Brigadir Jenderal (Brigjen) Mar, Buyung Lalana. Secepat kilat Brigjen Buyung Lalana telah berusaha memberi bantuan penuh terhadap para nelayan Papua, NKRI, yang mungkin gagal berenang ke Kali Torasi, sebagai perbatasan Papua, NKRI-PNG. Pada waktu nyaris bersamaan, Polisi Daerah (Polda) Papua telah meminta pihak PNG memeriksa 24 (duapuluh empat) anggota militernya yang melakukan kekerasan itu. Yang belum terdengar, reaksi Kedubes RI di Port Moresby, begitu pula Konsul RI di Vanimo, PNG, Jahar Gultom, kecuali baru pada tahap meminta penjelasan resmi pemerintah PNG per telepon. Meski belum memberi tanggapan pada tantangan lewat aksi 24 (duapuluh empat) orang anggota militer negara tetangga terdekat di bagian Timur, PNG, dalam menghadapi tantangan-tantangan negara-negara tetangga dekat, “Kanguru”, dan “Singa”, sikap “Garuda” kali ini tampak sangat jelas dan tegas. Menlu Marty Natalegawa menyebutkan tindakan “Kanguru” yang menolak kedatangan sejumlah pengungsi lewat perairan “Garuda” sebagai langkah melanggar hukum dan prinsip kemanusiaan. Juga, menabrak konvensi internasional. “Kita mencela, dan menentang kebijakan ‘roll back a boat’,” tandas Menlu Natalegawa. Di pihak lain, Menko Pulhukam juga tak kurang marah pada “Singa” yang coba-coba nekad mencampuri urusan dalam negeri “Garuda”, terkait penamaan Usman-Hasan pada kapal perang TNI AL yang tiba dari Inggris. “Indonesia memiliki tatanan, aturan, dan prosedur sendiri untuk menentukan seseorang mendapat kehormatan”, pungkas Menko Polhukam Djoko Suyanto. Dan, lagi, “Singa” seharusnya tidak pernah melupakan, ketika PM Lee Kuan Yew, dalam suatu kunjungan kenegaraan ke Jakarta pada tahun 1973 silam, menaburkan bunga di makam Usman dan Harun, patriot muda “Garuda”, yang pada 17 Oktober 1968, tewas dihukum gantungnya sendiri. Banyak pelajaran penting yang dapat ditarik dari tantangan-tantangan yang dicoba-coba ke 3 (tiga) tetangga dekat di bagian Timur atau PNG, di bagian Selatan, yakni “Kanguru”, dan di bagian Utara, yaitu” Singa” terhadap “Garuda” dalam kurun kurang dari 3 (tiga) bulan terkahir. Secara gamblang agaknya bisa dikedepankan, tidak hanya “Singa” yang sangat banyak tahu kebobrokan dan kelemahan-kelemahan kinerja rezim pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhonono. Melainkan Canberra dan Port Moresby juga tak sedikit tahu borok-borok di balik upaya pencitraan rezim pemerintahaan saat ini. Coba, lewat berbagai kerjasama bilateral dan multilateral, khususnya ekonomi terkait perdagangan dan investasi, Garuda kerap mengundang investor asing. Namun, secara diam-diam, cukup banyak para pengusaha nasional, bahkan di antaranya keluarga keluarga pemangku kekuasaan dalam struktur rezim pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudohoyono yang melarikan modal ke negara “Singa” itu. Investasi yang diincar, antara lain ialah sektor propertya. Seperti perumahan, resor, apartemen, peserta usaha atau saham. Berobat, dan atau berunding mengenai transaksi suap menyuap antar para pejabat dan pihak-pihak berkepentingan saja, harus terbang ke negara “Singa”. Tidak percaya ? Tanya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mohtar, Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, dan banyak lagi yang lainnya. Ke Canberra di “Kanguru”, dan Port Moresby, PNG, pun begitu pula. Perumahan mewah, apartemen, usaha-usaha tertentu di negara “Kanguru” dan PNG tak sedikit milik para orang-orang kaya dari bumi Garuda ini. Masih ingat seorang pengusaha kaya yang kabur ke Port Moresby, PNG ? Itu, hanya salah satu contoh saja. Jika sebuah negara sekecil negara “Singa”, dan negara dunia ketiga seperti PNG, termasuk negara “Kanguru” yang belum semaju negara-negara di kawasan Eropa berani unjuk “otot” pada “Garuda”, itu mungkin suatu indikasi, betapa banyak yang tidak beres di NKRI ini. “Garuda” memang negara besar, baik wilayah, mau pun dan sumber daya manusia, serta kaya raya berkat sumber daya alamnya. Tapi, “Garuda” tetap saja lemah. Tidak lain, karena banyak tikus pengerat yang terus menggerogotÍnya. Jadilah sang “Garuda” mulai dikeroyok. PNG, “Kanguru”, dan “Singa” !***
Posted on: Tue, 18 Feb 2014 10:52:25 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015