Seorang Politisi dengan seorang ilmuan dari sisi moral (etis), - TopicsExpress



          

Seorang Politisi dengan seorang ilmuan dari sisi moral (etis), menurut Max Weber berbeda. Politisi menurutnya menganggap bahwa tujuan harus membenarkan cara dan cara harus menjadi efektif dalam perjuangan politik. Tujuan Politisi bersifat personal seperti menjadi ketua Partai, Gubernur, Menteri, Calon Legislatif atau Presiden sekalipun.. Semua argumen yang dibangun merupakan pembenaran dalam rangka mencapai tujuan personal tersebut, Sedangkan posisi etis dari ilmuan adalah menuntut objektifitas pengetahuan. Idealisme personal ilmuan dieliminasi melalui komitmen ilmiah dan tujuan seorang ilmuan adalah bersifat impersonal, karena hasil tersebut dapat diperdebatkan oleh siapa pun dalam kerangka berfikir ilmu.. Weber melihat bahwa dalam arena politik praktis, Politisi telah kehilangan pesona dunia (World View), Karena tujuan berpolitik hanya untuk kepentingan personal. Pandangan Weber itu sesungguhnya mewakili zamannya yaitu ketika politisi saat itu tidak lagi memiliki visi dan misi terhadap langkah yang diambilnya. Dalam pandangan Weber, seorang pemimpin politik seharusnya dapat memberikan jangkauan lebih besar pada peran ide-ide melawan tuntutan kehidupan sosial sehari hari yang rutin.. Pandangan Weber itu bila diamati sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Plato misalnya mengidealkan seorang yang dianggap pemimpin, manakala memiliki perpaduan antara cendikiawan dengan politisi. Rupanya di dunia modern seperti Negara Maju hal itu diterapkan yaitu memadukan pribadi seorang ulama dengan seorang politisi. Weber maupun Plato bukan tanpa alasan berpandangan demikian, Karena cendikiawan atau ilmuan menuntut objektifitas pengetahuan sedangkan pada arena politik lebih cenderung pada fenomena profan. Perpaduan keduanya barangkali yang akan menimbulkan kearifan ketika langkah politik akan diambil. Kondisi itu sesungguhnya telah diperlihatkan oleh para politisi Indonesia masa lalu atau pada pemimpin pemimpin negara negara dunia ketiga lainnya. Mereka mengawalinya dengan berangkat dari pandangan pandangan ilmiah dengan kerangka berfikir ilmu. Maka tidak mengherankan bila pada dataran itu pandangan dan tujuan aktifitas politiknya jelas terlihat pada produk tulisan yang dihasilkannya. Pandangan politik Soekarno misalnya dapat dirujuk pada tulisannya yang tersebar di berbagai media, demikian pula dengan Hatta, Syahrir, Roem, Natsir, Tan Malaka, Amir Syarifudin dan lain lain. Generasi yang lebih muda dapat dilihat pada Gus Dur, Amien Rais, Adi Sasono, Kwik Kian Gie maupun Hamzah Haz yang tulisannya tersebar luas sebelum mereka menjadi terkenal. Keadaan ini sesungguhnya yang perlu diperhatikan karena secara runtut akan dapat ditelusuri kemana langkah politik yang akan diambilnya dan perubahan orientasi politiknya setelah melalui beberapa fase pergulatan politik. Bagaimana mungkin seorang politisi setelah menjadi pimpinan dapat melakukan transformasi sosial bila pandangan politiknya saja susah dicerna. Barangkali benar apa yang dipikirkan Weber tentang perbedaan politisi dengan ilmuan. Disini sebetulnya yang menjadi tantangan terbesar para politisi yaitu memadukan antara wilayah ilmu pengetahuan dengan politik. Tidak berkiprah dalam politik tanpa ilmu pengetahuan memadai yang berakibat terserabutnya pesona dunia (World View) dari politik, karena politik hanya dijadikan arena yang sangat amat personal... Pertanyaannya Lalu bagaimanakah dengan kancah perpolitikan di Negeri kita pada saat ini.??.,
Posted on: Sun, 14 Jul 2013 14:26:07 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015