Siapakah Buddha Gotama? Pertama-tama kita seharusnya mengerti - TopicsExpress



          

Siapakah Buddha Gotama? Pertama-tama kita seharusnya mengerti lebih dahulu siapakah Buddha Gotama. Untuk mengenal Buddha Gotama secara lebih dekat, marilah kita meneliti secara singkat berbagai sumber utama yang menjelaskan tentang siapakah sebenarnya Buddha itu dan seperti apakah kepribadian-Nya. Buddha adalah manusia yang telah mencapai penerangan sempurna dengan usaha sendiri tanpa bimbingan maupun bantuan orang lain [SN 56.11]. Bila seseorang mencapai pencerahan melalui bimbingan orang lain, maka ia umumnya disebut sebagai seorang Arahat dan tidak disebut sebagai seorang Buddha. Arahat adalah ia yang telah tercerahkan. Jadi seorang Buddha dapat juga disebut sebagai seorang Arahat, tetapi seorang Arahat belum tentu dapat disebut sebagai seorang Buddha. Walaupun demikian, pencerahan yang dicapai mereka adalah sama. Menurut tradisi tertua ajaran Buddha, hanya terdapat 2 jenis Buddha, yakni Sammâ-sambuddha dan Pacekka Buddha [MN 142]. Sammâ-sambuddha memiliki kualitas yang lebih mulia daripada Pacekka Buddha. Salah satu alasannya adalah karena Sammâ-sambuddha yang tergerak oleh rasa belas kasihan membabarkan Dhamma ini kepada para manusia dan dewa. Oleh karena jasa mulia inilah, Sammasambuddha dikatakan sebagai individu yang memiliki kualitas termulia, melebihi Pacekka Buddha yang tidak menurunkan ajaran/Dhamma ini [MN 142]. Alasan Pacekka Buddha tidak mengajarkan Dhamma ini adalah karena Dhamma ini bersifat melawan arus duniawi sehingga cukup sulit untuk diterima oleh makhluk biasa. Dhamma ajaran Sammâ-sambuddha ini dapat diperumpamakan sebagai sebuah rakit tua [MN 22]. Diperumpamakan sebagai rakit karena ajaran/Dhamma ini sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat untuk menyeberangi pantai seberang yang aman dan damai. Dikatakan tua karena ajaran Buddha bukanlah ajaran yang diciptakan oleh Buddha Gotama 2500 tahun yang lalu, akan tetapi apa yang diajarkan tersebut memang adalah kenyataan/kebenaran sejati yang tidak bersela waktu [SN 12.20]. Buddha Gotama menemukan kembali kenyataan ini, dan karena tergerak oleh rasa belas kasihanlah Buddha Gotama mengajari kita ajaran ini [SN6.1]. Ajaran ini bukan diajarkan untuk mendapat banyak pengikut, bukan untuk mendapat kemasyuran, dan seterusnya. Akan tetapi ajaran ini diajarkan atas rasa belas kasihan dan hanya diperuntukkan guna menyeberangi pantai seberang [MN 22]. Zaman kian berlalu dan perlahan-lahan figur Buddha berubah menjadi kian ‘mistik.’ Ajaran Buddha juga berubah menjadi kian ‘mistik’ dan ‘kompleks.’ Padahal sebenarnya petapa Gotama yang dilahirkan di Nepal sekitar 2500 tahun yang lalu adalah seorang manusia yang dengan tekad dan usahanya sendiri meraih penerangan sempurna (Buddha). Buddha Gotama selalu mengajarkan Dhamma dengan menggunakan kata-kata yang sederhana agar si pendengar dapat memahaminya dengan mudah [SN 12.20, AN 4.192, AN 11.18]. Begitu sederhananya Buddha Gotama mengajarkan ajaran-Nya sehingga suatu saat Bhikkhu Ânanda, pendamping setia-Nya, mengatakan kepada-Nya bahwa ia telah memahami Dhamma ini secara keseluruhan. Buddha Gotama mengatakan, “Oh, Ânanda, Dhamma ini bermakna sungguh dalam. Janganlah tergesa-gesa berkata demikian” [DN 15]. Ini menunjukan kepada kita bahwa Buddha Gotama selalu menyederhanakan Dhamma yang bermakna dalam ini, dan seseorang yang belum tercerahkan secara sempurna (Arahat) belum layak mengatakan bahwa ia telah memahami Dhamma ini secara keseluruhan. Catatan kuno menyebutkan bahwa Buddha Gotama adalah seorang petapa yang suka hidup menyendiri [MN4], yang menyukai jhâna (meditasi untuk meraih ketenangan batin yang tinggi) [DN29], yang menyukai keheningan dan tidak menyukai keributan [MN 67]. Malahan Buddha Gotama berada di dalam jhâna di saat terakhir hidup-Nya [DN 16], suatu bukti jelas betapa tingginya jhâna ini dihargai oleh-Nya. Buddha Gotama juga memiliki rasa belas kasihan yang luar biasa. Suatu hari seorang bhikkhu (petapa Buddhis) yang sedang diserang sejenis penyakit disentri ditinggalkan oleh para teman bhikkhu-nya. Bhikkhu tersebut diselimuti air tinja. Tak ada yang merawatnya. Tergerak oleh rasa belas kasihan yang luar biasa, Buddha Gotama dan pendamping setia-Nya, Bhikkhu Ânanda, datang dan membersihkan dan merawat bhikkhu ini. Kemudian Buddha Gotama berkata,“Oh, Bhikkhu, kalian telah pergi meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjadi seorang petapa Buddhis; sanak keluarga kalian tidak lagi mendampingi kalian. Oh, Bhikkhu, kerabat kalian sesama Bhikkhu lah sekarang yang menjadi sanak keluarga kalian. Siapapun yang merawat mereka yang sakit, ia, Kukatakan, merawat Buddha!” [Vinaya] Hal yang penting untuk diingat itu adalah Buddha Gotama selalu menyanjung ajaran yang sederhana [SN 12.20, AN 4.192, AN 11.18]. Beliau berkali-kali memuji Bhikkhu Sâriputta sebagai bhikkhu yang bijaksana, yang mampu menjelaskan ajaran yang sulit dimengerti (bermakna dalam) sehingga menjadi sederhana dan mudah dimengerti [MN141]. Begitulah sifat Buddha Gotama yang mulia yang menyukai kesederhanaan baik dalam ajaran-Nya maupun dalam menjalani hidup-Nya.
Posted on: Fri, 26 Jul 2013 15:08:18 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015