Stella Cerpen Kiriman: Erlina Wati “Buta ya?!” cerca Stella - TopicsExpress



          

Stella Cerpen Kiriman: Erlina Wati “Buta ya?!” cerca Stella seketika saat dirinya terhuyun ke belakang dan hampir ambruk. Untung nya sang penabrak segera menarik lengannya. Setengah berpelukan pun tidak terhindari. Stella menyadari tubuhnya sangat dekat dengan Angga. Ia bertahan sebentar pada posisi itu. Dan hampir menangis. Matanya sudah berat dan akan melinangkan beberapa airmata. Beberapa lama sejak hari itu, ia hampir tidak pernah berjumpa dengan Angga. Tapi setelah sadar dari keadaan ini Stella pun buru-buru melepas cegkraman tangan orang itu. Dengan gugup ia membenahi gestur tubuhnya. Sedikit mendongak untuk memasukkan kembali air matanya. “Ga Sengaja Stel, maaf” Jawab Angga dengan menyunggingkan sedikit senyum yang tulus. Senyum yang membuat Stella kepikiran siang dan malam ia merasa bahwa pagi ini ia terkutuk karena mendapati dirinya tertegun kembali melihat senyum itu. “Sori ya. buru-buru” kemudian Angga pun berlalu. Dan berjalan ke arah ynag berbeda darinya. Mungkin ia benar buru-buru, batin Stella yang tetap berdiri mematung. Setengah kesadaranya mungkin masih menempel di alam lain. Wajahnya terlihat melas. Setelah dia merasa yakin untuk bisa mengalihkan pandanganya, akhirnya ia pun meninggalkan tempat itu. Girang, sedih dan banyak hal lain menyatu. Ia sekuat tenaga menahan air matanya. Stella berjalan dengan cepat menuju ruang kelasnya, mungkin sedikit berlari. Sesampainya di kelas ia segera menghambur ke tempat duduknya. Entah sadar atau tidak, dia melempar tas saat ia belum berada tepat di bangkunya. Hatinya masih terasa panas. Nafasnya terdengar ngos-ngosan. Sedikit air mata meluncur dari pelupuk matanya. “Hhuh! Angga lagi! Arrgh!” ia menghantam bangku dengan genggaman tangannya. Suasana kelas yang masih sepi membuat suaranya terdengar sangat lantang dan keras. Menggema. Sendirian ia nostalgia tentang Angga. Ia menelungkupkan kepala di atas bangkunya. Angga yang sangat ia cintai dan rasa cintanya yang ternyata hanya bertepuk sebelah tangan, pacarnya yang ternyata “Arrghhhh!” semua pikiran itu membuatnya ia menghabiskan semua rasa cintanya. “hi, kayak orang utan aja kamu Stel.” Ejek Nadia tiba-tiba berada di sebelah Stella. Karena tanpa sepengetahuan Stella, ia tahu kejadian di koridor itu. Hening sesaat. Saat Nadia telah berada di dalam ruang kelas. Nadia memposisikan agar ia cukup dekat untuk mendengar penjelasan Stella. “Loh, Stel?” saat ia menyadari bahwa setetes air mata menghiasi pelupuk mata sahabatnya itu. Stella menceritakan apa yang telah ia alami di koridor barusan ini. dan Nadia cukup mengerti, ia juga menyaksikan kecanggungan Stella, dan ia tak harus mengeluarkan pertanyaan apapun. — Sepulang sekolah, Stella nunggu jemputan dari Sonny, abangnya. Dan saat ia menuggu itulah Angga menghampirinya. Mereka satu angkatan, namun berbeda kelas. “nunggu jemputan ya?” tanya Angga “maksudmu, aku?!” “hahaha… iya kamu lah. memang ada orang lain selain kita disini dan saat ini?” Stella pun melihat kanan-kirinya. Dan ternyata benar saja. Disini sepi. Hanya ada mereka berdua. Dengan sedikit malu ia pun menelan air ludahnya. “Bareng aku aja. Rumah kita kan cuma beda gang Stel. Yuk” “Kamu duluan aja” Stella pun memangsang wajah melengos ke arah sebaliknya. Agar matanya tak dapat memandang wajah Angga. Stella menghentak-hentakkan kakinya tanda ia mulai ragu untuk tetap menunggu kehadiran abangnya datang menjemput, dan menggerutu dalam hati. Lama di tunggu ternyata abangnya juga tak kunjung datang. Dan selama itu pula Angga berada disebelahnya. “Pulang sonoh, ngapain disini?!” tanyanya judes. Bukannya langsung pergi, angga malah menghentikan nyala sepeda motornya sembari tersenyum. “aku sudah pamitin ke abangmu. Katanya iya. Ayo buruan, udah sepi juga disini” “Sok tau!” Stella pun hening kembali. Dan sibuk dengan pikirannya sendiri. “Mau ga, kalo engga ya aku balik sendiri aja. Awas loh, rawan copet” gertak Angga. Akhirnya Angga mulai menyalakan mesin motornya, beberapa lama dia berfikir, akhirnya dia memutuskan untuk pulang bareng Angga. Karena Angga sudah berada beberapa meter dari tempatnya semula. Ia berlari-lari kecil untuk mencapai tempat Angga. Dalam perjalanan itu Angga tidak memacu sepeda motornya dengan kencang. Rasanya seperti kencan, batin Stella. Entah kenapa ia ingat Adi. Mantanya yang super duper ia kasihi itu mendadak pergi dan tak kembali. Terlalu cepat berpisah dengan cowok sebaik dia. Tapi Tuhan mungkin lebih merindukan ia di surga. Stella berusaha untuk menyadarkan kembali emosi alam bawah sadarnya dan setidaknya kenangan masa lalunya tidak harus selalu hadir di setiap kebersamaan selain Adi. Stella sadar bahwa rumah mereka cukup dekat. Hanya berbeda gang saja. Namun tidak sedekat mereka saat ini. Setelah sampai di rumah, Angga di persilahkan masuk oleh tante Tia, Mamanya Stella, namun karena Angga mengaku harus segera pergi ke tempat latihan basket, akhirnya Angga pamit “salam saja untuk abangmu” mereka pun tertawa bersama. Tak terkecuali Tante Tia. “Loh, loh, loh… Stella masik cantik gini kok malah milih Sonny, ngga.” Goda sang Mama. Tanpa sadar Stella tersipu malu oleh perkataan mamanya itu. Rasa kagumnya semakin bertambah. Apakah ia benar mulai menaruh hati padanya? Untung saja, ia cepat menutup kembali sunggingan senyumnya. Sebelum Angga dan mama melihat senyum indahnya. Kemudian Angga pun berlalu dari penglihatan mereka. “Emang abang kemana ma?” tanyanya saat memasuki pintu rumah “Itu di dalem. Badannya agak panas. Jadi dia ga bisa jemput kamu” Stella hanya mengangguk mendengar penjelasan mama tentang ke alpha.an abangnya. “Baru kali ini dia bisa sakit ya ma” sindir Stella. — Hari pun berganti. Karena Stella dan Angga berada di satu sekolah yang sama, akhirnya Angga berbaik hati untuk urusan antar jemput ke sekolah. Terhitung sejak 3 hari yang lalu. Angga selalu baik padanya. Hampir setiap malam sebuah pesan singkat selalu datang menghampiri ponselnya. Dari siapa lagi kalau bukan dari Angga. Kini Angga bisa membuat cintanya bangkit kembali. Barang sedetik saja Angga telat membalas pesannya, Stella bisa langsung berubah mood. Sepertinya dia mulai sangat mencintai Angga. Kadang mereka berbicara tentang cinta, atau mungkin hanya sekedar acara televisi yang mereka saksikan. Tapi walau hanya dari topik kecil ini, Stella semakin mengagumi Angga. Entah apa tujuan Angga menyempatkan untuk mengirimi Stella pesan, sesibuk apapun ia di sekolah. Kadang, Stella kerap mendapati bahwa Angga sedang mendribel bola di lapangan. Kadang juga ia mendapati bahwa ia sedang tekun mengikuti pelajaran di dalam kelas. “kapan ia sempat menulis sms ini padaku Nad?” tanyanya heran kepada Nadia. Nadia yang kadang merasa iri karena Angga yang bukan kekasihnya saja selalu berbaik hati meluangkan waktu untuk Stella. Sedangkan Gibran kekasihnya malah jarang sekali melakukan hal seperti itu. “Dia mungkin mulai suka padamu, Stel.” Hiburnya. Walau dalam hati ia ingin Gibran melakukan hal yang sama padanya. “ntar kalo bener jadian, aku yang di traktir duluan loh”. Sembari menyenggol bahu Stella. “Hahaha… kayaknya dia sudah punya pacar kok, Nad” kata Stella melas. Walau sesungguhnya ia tidak tahu pasti tentang kebenaran itu, tapi setidaknya ia ingin mengetahui status Angga. “kata siapa? Apa jangan-jangan kamu lihat status hubungannya dia di fesbuk ya?” selidik Nadia. “Ah.. ngarang! aku aja ga punya akun fesbuknya dia” beberapa ide muncul setelah percakapan tentang fesbuk barusan ini. Nadia mengusulkan agar fesbuk mereka berteman. Sehingga Stella bisa memantau gerak-gerik Angga di dunia maya. Stella yang menyetujui hal itu mulai memikirkan jalan untuk mendapat akun fesbuk sang pujaan hati. Nadia berceloteh kembali, “kamu minta langsung aja ke Angga.” Namun Stella menolak mentah-mentah. “Gengsi!” Mereka berfikir kembali. Bagaimana cara untuk mendekati Angga lewat jalur fesbuk. “Aha!” teriak mereka kompak. “Search lewat fesbuknya Sonny Hanif H!” ide mereka ternyata kompak! — “kamu kenapa dek?” tanya mama saat aku bergabung untuk menonton televisi. Disana telah terduduk santai mama, papa, dan Abangnya. Dan saat Stella bergabung mereka semua beralih pandang, tajam. Mungkin karena mama yang menegur dengan pertanyaan yang agak aneh itu. “ih, mama. Aku lagi punya misi ma. Tapi ga tau bisa berhasil atau engga.” Sembari melempar bantal duduk ke arah Sonny yang dari tadi nyengir. “hahaha..” kekeh papa. “misi apa? misi nyebunyiin nilai jelek ya, jadi bingung musti kasi tau mama atau engga?” “papa tu musti jail gitu.” Stella memeluk sang mama. Dan mamanya pun mendekap. Tapi papa dan abang malah saling bertatapan lalu tersenyum. Duh, seneng banget mereka itu kalau Stella menjadi bulan-bulanan mereka. “papa tuh ah,” bela tante Tia untuk Stella. “Misi apa memangnya dek?” tanya mama mulai selidik “rahasia!” aku mengecup pipi mama dan berlalu. “Dasar abg norak!” teriak abangnya dari kejauhan. “ih engga, abang tu yang norak. Sakit gitu doank aja sudah panggil mama… mama… mama.” Stella menujulurkan lidahnya. Dan tertawa terkekeh. Maklum saja, abangnya itu walau cuma sakit panas tapi manjanya dengan mama ga ketulungan. Stella lalu menghambur ke dapur. Membuka lalu menutup kembali pintu kulkas. Meraih beberapa makanan di dalamnya. lalu berpindah dari laci paling bawah ke paling atas. Saat telah berhasil merampas beberapa makanan ringan dan sebotol minuman dingin Stella kembali menuju kamarnya. Menyalakan laptop putih dan “Online”. sembari membuka tutup toples. Jemari yang lain lihai menuliskan alamat website yang ia tuju facebook klik. Beberapa saat kemudian Stella telah diarahkan pada halaman website sosial media yang cucok satu ini. setelah log in ia berlayar bebas. Tab sebelah untuk youtube, sebelahnya lagi untuk twitter. Dan berbagai laman yang lain. “Misi siap dimulai” pertama-tama ia menuju profil sebuah akun fesbuk target perantara. “Son-ny Ha-nif H.” Ia mulai mengetikkan abjad ynag terlafaz dari bibirnya. Klik! facebook sudah tertuju ke profil yang ia maksud. Beberapa status yang telah di unggah oleh abangnya membuatnya tersenyum simpul. Wallnya yang penuh dengan kiriman dari cewek-cewek yang sok imut, “Kalau kayak gini, apa dia masih bisa setia sama mba Kanaya?” Stella mengarahkan scrollnya ke bawah, “mana ya..” gerutunya sembari tetap fokus mencari sebuah foto kecil beserta nama akun sang target. “masak dia pakai nama alay? apa ii..”, tiba-tiba pintu kamarnya di ketuk dari luar kamar. Baru juga Stella menoleh, abangnya sudah ngeloyor masuk ke dalam. “bannng!” teriak Stella. badannya di paksa menyingkir dari bangku tempatnya semula duduk. Dan tetap berusaha untuk bertahan di kursinya. “pinjem bentar.” “ga!! serakah lo ni bang ah!” Stella menghalangi tangan abangnya untuk mendekat ke laptopnya. “laptop lo kan baru bang!” ia memukul punggung tangan abangnya itu. “bentar doank, beo!” sebaliknya, tangan Stella yang lebih kecil ketimbang abangnya, akhirnya kalah telak. Dan merelakan laptopnya bermain dengan abangnya. “beo gundulmu!” ia pun merengut. Walau setengah hati meninggalkan laptopnya di tangan abangnya, tapi pada akhirnya ia pun menjauhkan diri. Menyibukkan diri dengan permainan di smartphonenya. “hayo… ngapain kamu ngeliatin profil fesbuk ku?!” “ga sengaja. Cuma pengen liat doank. Kenapa memang? ga suka?” walau dalam hati Stella merasa sangat dag dig dug, tapi ia tidak boleh mengatakan pada abangnya. Tentang misi rahasia di antara ia dan Nadya. — Keesokan harinya saat Stella dan Nadya beristirahat di kantin sekolah, selayaknya siswa yang lain mereka juga curhat tentang kejadian yang mereka alami. Stella terus saja menceritakan tentang Angga, Angga. Dan Angga. Tentang misi mereka yang hampir diketahui oleh abangnya. Stella ingin ia berusaha tanpa bantuan abangnya. Karena ia yakin, mungkin Angga tidak bisa menolak Stella karena sungkan dengan abangnya. Jadi karena itulah, ia ingin hal ini hanya untuk ia dan Nadya, tanpa Sonny. Dan saat bel pulang sekolah telah berbunyi, Stella masih berada di dalam kelas. Hari ini adalah jadwal Angga latihan basket di sekolah. Ia ingin hadir, menyaksikan Angga. Stella sudah menyiapkan beberapa perbekalan yang sekiranya mampu mengusir rasa lapar yang ada. Nadya alpha menemaninya saat ini, Nadya berasalan ingin tidur siang. “Aneh lo, Nad. Sejak kapan lo doyan tidur siang?” itu omelan Stella tadi siang saat di kantin sekolah. Saat dirasa seluruh siswa telah meninggalkan kelas dan yang tersisa hanya ia dan beberapa siswa yang akan bersiap berlatih, ia berjalan menuju samping lapangan basket. Latihan pun di mulai. Stella duduk mematung, matanya liar mengikuti setiap gerak tubuh Angga. Sedikitpun hampir tidak ada yang terlewatkan. Mungkin ia akan sangat bangga jika Angga berlaga dan ia hadir sebagai kekasihnya. Mungkin Stella akan berteriak paling keras saat Angga berhasil memasukkan satu bola ke ring, dan akan mengutuk paling banyak saat Angga di dorong hingga terjatuh oleh pemain lawan. Ya, mungkin dia akan seperti itu. Tanpa sadar ia bertepuk tangan saat Angga berhasil melakukan aksi yang istimewa. Angga yang mendengar suara tepuk tangan pandanganya langsung beralih kearah Stella, Angga melambai dan menebarkan senyum kearahnya. Ia percaya penuh bahwa Angga juga mulai menaruh hati padanya. Namun kegiranganya tak berlangsung lama, sesaat setelah itu hendphonenya berdering. “Apa?… di sekolah… aku pulang sama Nadya, bang… Ah! ya sudah. Tunggu disitu”. Stella lalu bergegas meninggalkan tempat duduknya, karena Angga tak lagi menoleh kerahanya maka ia memutuskan untuk segera berlalu. — Sudah hampir 4 hari sejak misinya dimulai, tapi ia belum juga mendapatkan username akun fesbuk sang pujaan hatinya. Di saat yang bersamaan, Angga justru semakin setia menemani hari-harinya. Bahkan ia hampir tak pernah menolak permintaan tolong dari Stella. Kemanapun Stella meminta, Angga akan mengiyakannya. Menjemputnya, bahkan mengantarkan kembali sampai di rumah. Begitu pun dengan hari ini, Stella mengajukan permintaan untuk diantarkan ke rumah Tante Mega, untuk mengantarkan kue buatan mamanya. Mereka berangkat pukul 2 siang. Dan tiba disana sekitar pukul 3 Sore. “Oh.. mba Stella. Masuk mba, mama lagi di dapur.” Kata Bella, sepupunya. “bentar ya, duduk mba,” Setelah Bella berlalu, angga dan Stella duduk manis di atas sofa berwarna marun. “saudara dari mama?” tanya Angga disela-sela mereka menunggu. “iya. Adiknya mama yang paling bontot.” Kemudian, masuklah seorang wanita paruh baya, berpakaian sedikit rumahan namun wajahnya tetap terlihat segar. “Tante..” Stella berdiri dan memberi salam pada wanita itu. Angga hanya mengikuti gerak reflek dari Stella. “hallo… udah gede ya sekarang?” Wanita itu memeprhatikan Stella dari ujung kaki hingga ujung rambut. Dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi “makin cantik aja. Keluarga disana kabarnya gimana sayang?” dengan isyarat menyilahkan duduk, mereka bertiga pun duduk hampir bersamaan. Sebuah lirikan tertuju untuk Angga. Dan Stella sadar tentang hal itu. “oh… baik tante. Tante sekeluarga juga gimana punya kabar?” “tante. selalu baik. Begitu juga yang lain.” Sang tante pun melirik Angga kembali “Ah tante,” Stella tersipu malu. “ini Angga, Angga ini Tanteku.” Mereka pun berjabat tangan. Stella pamit untuk ke belakang. Saat ia keluar dari kamar mandi dan membuka pintu, ia melihat Bella. Sepupunya yang asih kelas 2 smp itu terlihat lebih gemuk di banding saat terakhir ia datang kesini. “Bella!” panggilnya. Bella pun menghampiri Stella. “kok ga pernah main ke rumah ku?” tanyanya tulus. “takut dijailin sama Sompret ya?” itu panggilan Bella untuk Abng Sonny-nya. “hahaha…” Bella berhenti sbentar dan tak meneruskan pembicaraanya. Pandanganya kosong. Seperti tersadar dari lamunan, ia meneruskan “malah aku kangen banget sama dia” jawabnya menggoda. “ahaha… ya dateng donk ke rumah.” Stella pun berlalu. Dan kembali bergabung bersama di ruang tamu. “oh, ini ada titipan dari mama” sembari memberikan sebuah bungkusan yang telah ia siapkan dari rumah. “Setelah gagal berulang kali, akhirnya sukses juga bikin kue yang tante ajarin.” Imbuhnya. “waduuhh” diterimalah bingkisan itu “dari dulu belajar, baru sekarang bisanya. Hahaha” Ia meletakkan bingkisan itu di atas meja kaca didepannya. “bilang makasih ya sama mamamu” Setelah menambah beberapa pembicaraan akhirnya tepat pada pukul setengah 5 sore Stella pamit pulang. Saat berada di depan pintu rumah dan Angga telah berada di atas punggung sepeda motornya sang tante berbisik “Sudah pacaran berapa lama? kok tante ga di beri kabar sih, kan tante juga seneng kalo kamu sudah punya pacar lagi, Stel” Stella tersipu, mencoba merangkai kata bahwa ia sudah sangat berharap bisa menjalin kasih dengan pria pujaannya itu. “tante nih, itu temenku kok” “Stella bohong sama tante, dia tadi sudah tante tanya, katanya dia, kalian pacaran kok” Tantenya tersenyum. Stella yang masih tak percaya namun sudah bahagia hanya membalas senyum tantenya itu. — Karena hari itu akan menjelang malam, Angga melajukan sepeda motornya dengan lebih cepat. Dalam remang senja yang hampir berganti malam, ia sangat berharap agar saat ini waktu dapat berhenti. Hanya ada ia dan Angga, tapi apakah perasaan ini akan terbalas oleh Angga? atau akan menjadi cinta rahasia yang tak akan terungkap? tapi siapa duluan yang akan mengatakan hal ini? Anggakah? Stella melihat jalanan didepannya dari balik punggung Angga. Berapa kali ia berharap agar ia masih bisa seperti ini selamanya. Jikapun cinta ini tak berbalas, setidaknya ia ingin agar kisah ini selalu abadi. Tapi sepertinya waktu berjalan dengan cepat. Perjalanan yang ia harap akan sangat lama ternyata lebih cepat dari dugaannya. Dengan menghembuskan nafas kesal ia turun dari sepeda motor Angga. “Makasih ya,” Ucapanya. “Hati-hati,“ ia melambaikan tangannya. Namun Angga meliriknya dan membuka kaca helmnya. “Stel,” Angga melepas helmnya. Stella tak bergeming. “Apakah ia akan mengatakan cinta padaku? apakah aku akan menjadi kekasihnya esok hari?” batin Stella. “Maaf ya, aku tadi keceplosan bilang ke tante mu kalau kita pacaran.” “maaf ya? keceplosan? maksudnya apa? apa dia benar suka juga kepadaku?” sesaat setelah bertanya pada diri sendiri dan tak ada jawaban, ia pun mengangguk. Entah untuk persetujuan yang mana. “Besok aku ada pertandingan. Sama sekolah tetangga. Kamu mau ikut?” pintanya pada Stella. Stella mengangguk lagi. “Oke. Aku jemput pukul 8. Daa” — Stella buru-buru menghambur ke kamarnya. dan tak menghiraukan suara Tante Rita yang berteriak untuk menyuruhnya memberi salam terlebih dahulu. Si Abang yang tak terlihat berada disana membuat telinganya sedikit nyaman tanpa mendengar celoteh jailnya. “MAMA i love you” teriaknya dari kejauhan. Sambil tetap terus menuju kamarnya. Sang Mama hanya geleng-geleng kepala melihat tindak tanduk putri bungsunya itu. Karena cukup panjang baca cerita penuhnya di: cerpenmu/cerpen-cinta/stella.html
Posted on: Wed, 19 Jun 2013 11:34:14 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015