Stupid Drama (2 of 7) 29 November 2012 pukul 19:47 STUPID - TopicsExpress



          

Stupid Drama (2 of 7) 29 November 2012 pukul 19:47 STUPID DRAMA A mild story by Andystar Vegantara PART2 Malamnya Raka tak bisa tidur. Pikirannya berat namun justru ia merasa senang. Khayalannya penuh terisi dengan bayangan- bayangan akan aktingnya dan Raihan dalam pentas yang akan dia lakoni. Dalam hati ia begitu senang, namun ada perasaan malu juga apabila kebersamaannya dengan Raihan harus diumbar di depan khalayak ramai. Tapi karena ia memainkan drama itu dengan Raihan, mau ditonton orang seluruh duniapun dia rela. Raka senyum- senyum sendiri sambil mendekap erat gulingnya. Ia bergulung- gulung di kasur kayak orang gila. Di samping tempat tidurnya, di atas nakas, naskah drama bikinan Reisha tergeletak di situ. Sedari sore ia begitu getol menghafalkannya, sampai matanya protes untuk dipejamkan sekitar pukul 11 malam. Raka tidur pulas malam itu. Ia memimpikan dirinya bersama Raihan berpelukan dan berciuman mesra, persis seperti apa yang ia bayangkan sebelum tidur. Terdapat senyuman menghiasi wajahnya dikala tidur nyenyaknya. ********** Esoknya ketiga sahabat itu latihan dialog di tempat favorit mereka lagi setelah jadwal remidial terakhir selesai. Karena masih amatir, Raka dan Raihan kewalahan menghafal dialog berikut gestur dan mimik mukanya. Reisha sendiri dengan tanpa lelahnya terus- terusan menuntut mereka agar bisa menjiwai karakter masing- masing. Lebih- lebih ke si Raihan yang malas- malasan buat menghafalkan bagian dialognya. Mereka masih berada di pinggir lapangan sekolah sampai waktu hampir merayap sore. “Haduuuh kalian ini payah banget siih. Ini kan setting dan temanya gak jauh- jauh amat dari kehidupan sehari- hari. Santai aja lagi, kayak kalian ngobrol biasa.” Damprat Reisha. Raka cuman manggut- manggut dan Raihan tetep pasang muka males. “Hei, Sha, aku pengen tau nih, kenapa kamu ngusung tema kayak gini??” Raihan masih kelihatan gak rela akan peran yang harus dijalaninya. “Yaa aku mau bikin sesuatu yang sensasional aja. Masalah?” Reisha sewot karena idenya ini terus- terusan dipertanyakan. “Lagian kenapa aku sama Raka sihh?? Apa kita keliatan punya tampang maho sih??” Protes Raihan. Mendengar ini Raka agak tertunduk, namun ia pura- pura tak mendengar dan menatap kosong pada naskah yang ia bawa. Reisha mawas akan gelagat Raka ini. “Trus aku harus minta tukang kebun buat jadi pemerannya gitu?? Hellooo, nyadar lah Han, kalian berdua itu sahabatku, nggak ada yang lebih kupercaya untuk membawakan karya masterpiece dariku ini.” Jawab Reisha iba. “Lagian kalian berdua cocok kok kalo bener jadi pasangan gay hahaha.” Reisha ngakak lebar sembari menutup mulutnya. “Iiih amit- amit daaah!! Jangan sembarangan kalo ngomong ya, ucapan adalah doa tau!” Raihan bergidik ngeri. Reisha melirik ke arah Raka yang terlihat makin murung. “Gimana Ka? Dari penilaianku, kamu udah hafal sebagian besar dialog dan adegan, cuman butuh latihan ekspresi dan gestur doang. Kamu udah hafalin di rumah ya?” tebak Reisha. Raihan noleh ke Raka yang terlihat agak gugup. “Iya, semalam kuhafalkan.” Aku Raka agak malu- malu. “Naaaah, itu baru namanya semangat, bener- bener menghargai sahabat. Nggak kayak kunyuk satu ini niiih, niatnya cuman setengah- setengah!” Reisha memencet hidung Raihan. “Adodododoooh! Sakit tauk, Sha!” Raihan meringis sambil mengelus- elus hidungnya yang merah. “Rasain! Yaudah, sekarang kalian akting adegan pelukan.” Perintah Reisha. Raka dan Raihan langsung kaget kayak abis nyenggol kabel listrik. “Ah nggak ada! Nggak nggak!” Raihan ngotot menentang defensif. “Malu dong Sha kalo di sini. Masih banyak yang lalu lalang.” Raka turut menyuarakan pendapatnya. “Trus di mana?? Di kuburan?? Duh kalian ini ada- ada aja deh. Kalo di sini aja malu gimana ntar kalo udah di atas panggung coba?” “Yaa namanya juga baru latihan kan… Setahap demi setahap.” “Oke deh, kalian remidial apa aja minggu ini??” tanya Reisha nggak nyambung. “Hah? Kenapa tiba- tiba nanya itu?” Raihan angkat bicara. “Udah jawab aja bawel amat!” “Aku sih ada remidial ntar hari kamis ama jum’at.” Jawab Raihan. “Aku cuman jum’at doang.” Jawab Raka. “Oke deh. Mulai ntar malem Raka tolong menginap di rumah Raihan yaa. Kalian mantepin deh dialog dan adegan kalian bareng- bareng biar privat.” “HAH??” Raka dan Raihan berseru nyaris bareng. “Katanya kalian butuh privasi lantaran masih malu- malu kaaan? Sekalian aja kalian praktek cuman berdua aja.” Reisha tersenyum lebar memandangi kedua sahabatnya yang kaku mematung di hadapannya. “Kamu gila ya?? Gimana kalo ayah ibuku tahu coba??” “Dikunci laah kamarnya, ribet amat sih. Lagian ini bukan kali pertama Raka nginep di tempatmu kan?” “Iya sih, Sha, tapi gak enak juga kalo tiap malem aku nginep di tempat Raihan.” Raka agak ragu dengan ide Reisha barusan. “Siapa bilang tiap malem?? Cukup ntar malem, jum’at malem, sabtu malem, ama minggu malem. Kamis ama jum’at malem kalian pake buat belajar buat remidial. Senin selasanya kita gladi bersih dan rabu kita pentas deh.” Segalanya begitu terdengar sempurna dan seakan bakal beres dan lancar- lancar saja kalau si Reisha yang bilang. Selalu begitu. Padahal di pikiran Raka dan Raihan hal itu sangatlah mustahil. Reisha seakan tak memperhitungkan efisiensi waktu, kapabilitas serta kualitas pemain dan durasi drama yang lumayan lama sehingga membutuhkan persiapan lebih dari seminggu. Belum lagi masalah properti dan setting. Reisha cuman bilang “serahkan padaku, nggak begitu ribet kok propertinya” dan kasus ditutup. Semoga saja emang begitu. Raka dan Raihan tak mau mati konyol ditertawakan seantero sekolah. “Hadeh, kamu bener- bener sinting Sha…” Raihan menyangga jidatnya yang terasa berat. Dia bener- bener stress. “Optimis dooong. Oke? Ntar malem kalian coba melakukan beberapa adegan ya. Mungkin awalnya bakal kikuk, tapi aku tahu kalian pasti bisa kok. Oh iya, sering- sering latihan adegan sulitnya ya.” “Yang mana?” Tanya Raka. “Tentu saja yang berpelukan dan berciuman laah” jawab Reisha enteng. Raka dan Raihan sampai tak bisa berkata- kata. Mereka mau protes tapi Reisha keburu nyerocos lagi tanpa memberi mereka kesempatan buat buka suara. “Sebagai sutradara yang professional, aku mau drama buatanku perfect. Aku nggak mau tahu yaa, pokoknya kalian harus latihan terus, gimanapun caranya. Buat kalian nyaman dengan peran kalian. Kan sama sahabat sendiri, kalian udah lebih dari setahun kenal. Harusnya untuk hal kayak gini gak bakal seberat kelihatannya. Oke? Sip. Udah sore nih, dari tadi kalian nggak nunjukin perkembangan yang berarti semenjak naskah kalian terima, bahkan hafalpun belum. Besok kita kumpul lagi di jam biasa, tapi tempatnya pindah ke tempat yang lebih sepi biar kalian lebih leluasa, oke? Ntar malem jangan lupa yang serius kalo latihan. Cao!” Sebelum Raka dan Raihan sempet buka mulut, Reisha keburu melenggang pergi meninggalkan mereka berdua. “Mati aku…” Raihan bergumam sambil menghempaskan tubuhnya ke rumput lapangan. Tak peduli baju seragamnya kotor apa nggak. “Gimana nih Han?” Tanya Raka ragu- ragu. “Hhh… mau gimana lagi? Ntar malem kamu nginep di rumahku ya…” pinta Raihan sembari menatap langit senja kala itu. “O.., Oke.. habis maghrib ntar aku ke rumahmu.” Mereka berdua terdiam, tak langsung pulang. Nampaknya mereka harus menenangkan pikiran dulu. ********** “Oke, mulai dari mana nih?” Tanya Raihan ke Raka. “Mungkin ke adegan satu, saat dimana kita bertemu.” Jawab Raka sembari melihat- lihat naskah yang ia bawa. “Hmm… yang diperpustakaan itu ya… Duh, klise banget sih. Dua orang cowok yang kenal di perpustakaan gara- gara tangannya bersentuhan saat mengambil buku yang sama di suatu rak… wueekkk, kalo pemerannya cowok cewek sih gak masalah, tapi ini… “ Raihan tak melanjutkan. Ia menghempaskan tubuhnya ke kasurnya dengan frustasi. Saat ini mereka berdua sedang berada di kamar Raihan, malam hari. Raka sudah izin menginap di tempat Raihan. Mereka berdua memulai untuk mempraktekan adegan- adegan janggal di naskah yang dibuat Reisha. “Yaudah, anggep aja ini buat pengalaman sekali seumur hidup. Buat nyenengin sahabat.” Kilah Raka. “Kamu kok kayaknya santai banget sih Ka ngadepin ini? Jangan- jangan kamu emang seneng lagi dapet peran kayak gini.” Tebak Raihan curiga. Raka lumayan tertegun, namun ia tak menampakkannya. “Yah terserah deh kamu mau mikir apa, aku cuman mau membuat Reisha bahagia, aku tak mau membuatnya kecewa. Kamu juga begitu kan?” jawab Raka cerdas. “Iyalah, aku nggak mau bikin dia down sebenarnya, apalagi niat dia sebenarnya bagus, buat sekolah juga. Tapi… entahlah, ada sesuatu dalam diriku yang seakan berontak buat nggak ngelakuin ini…” Aku Raihan. “Itu namanya ego sebagai seorang cowok… aku juga ngerasa gitu kok. Tapi kutahan…” Raka berbohong. Raihan terdiam mendengarnya. Ia mulai berpikir untuk mengikuti cara Raka, yaitu menahan egonya sebagai seorang lelaki. Kata- kata Raka tentang ‘hanya sekali seumur hidup’ juga sedikit banyak mempengaruhi pikiran Raihan. “Lagian sebenarnya kamu nggak tega kan melihat Reisha bersedih?” Raka menanyainya sembari duduk di sampingnya. Ia memandangi sahabatnya yang sedang tiduran di kasur empuknya itu dengan tatapan ingin… ingin memilikinya. Raihan cuman diam mendengarnya. Ia kembali bergelut dengan perasaannya, perasaan cintanya ke Reisha. “Kamu suka sama Reisha kan?” Tanya Raka tiba- tiba. Spontan Raihan langsung mengangkat kepalanya, ia memandang kaget ke Raka. “Ah… kamu ada- ada saja…” Balas Raihan gugup. “Udaaah ngaku aja…” Raka tersenyum pada sahabat straightnya itu. “…. keliatan banget ya??” akhirnya Raihan menyerah. Raka hanya memberinya anggukan ringan. Raihan mengambil posisi duduk dan mulai serius ngobrol dengan Raka. “Emm, sejak kapan kamu sadarnya?” “Sejak kita membentuk geng Triple-R. Dan setiap waktu kamu memandangnya. Tatapanmu beda Han, itu tatapan seorang cowok kepada seseorang yang ia suka…” “Ooh…. hehehe, jadi malu.” Kata Raihan sambil garuk- garuk kepalanya. “Kenapa nggak kamu tembak aja dia?” “Pengen sih… cuman aku masih kepikiran, kalau kita jadian, ntar persahabatan kita jadi gimanaa gitu…” Aku Raihan. Ia tak berani menatap Raka. Raka cuman tersenyum simpul. “Maksud kamu ntar aku jadi terlantar gitu? Sedangkan kalian berdua jadi makin dekat dan tak menghiraukanku?” tebak Raka. Raihan mengangguk pelan, masih enggan menatap sahabatnya itu. “Hahahaha, tenang aja kali Han, aku nggak apa- apa kok. Dan lagi, aku yakin kalian tak akan pernah nyuekin aku. Ya kan?” “Iyalah, kamu kan sahabatku.” Kini Raihan menatap Raka yang masih tersenyum. Ia balas senyumnya. “Trus, kenapa nggak nembak juga?” “Entahlah… aku takutnya cintaku cuman bertepuk sebelah tangan. Mana ada yang suka dengan cowok pas pasan macam aku ini.” Jawab Raihan melankolis. Aku suka kok sama kamu, batin Raka. “Hmmm… dari penglihatanku sih, si Reisha juga suka sama kamu…” “Serius? Yang bener???” Raihan melotot senang ke Raka. “Yakin deh 100%.” Kata Raka mantap. “Tapi… gimana ya… kayaknya dia agak jengkel denganku gara- gara aku males buat jalanin drama sinting buatannya ini…” “Yaudah, rebut hatinya dengan kesuksesan memerankan dramanya ini.” Raka menyemangatinya. “Aku akan membantumu melewati ini semua.” “Hahahaha, makasih Ka, kamu emang bener- bener sobatku.” Raihan terlihat sedikit bersemangat dan antusias. “No problem. Lagipula aku menganggap ini cuman tantangan doang sebenarnya. Nggak jauh beda sama yang sudah- sudah.” “Maksudnya?” “Inget kan kita pernah pelukan? Bahkan nggak cuma sekali dua kali. Malah kita pernah pelukan shirtless kan waktu kelas satu. Waktu itu abis pelajaran olahraga kita pelukan rame- rame lantaran seneng tim kita menang ngelawan kelas sebelah. Malah seingetku pas kita berdua pelukan itu cukup lama lho, pake unyek- unyek kepala segala.” Kenang Raka. “Ah iya juga ya. Dan waktu itu aku ngerasa seneng aja, nggak ada perasaan jijik atau apalah. Hmmm… mungkin aku bisa ngelakuinnya.” “Mau coba?” kata Raka kemudian. “Emm… yaudah deh aku coba…” Raka dan Raihan masih dalam posisi duduk di tepi kasur. Mereka memutar badan untuk menghadap ke arah lawan mainnya. Lalu Raihan yang mulai duluan. Ia mendekatkan badannya ke Raka dan merentangkan tangannya. Raka menerima tubuh seksi Raihan yang berbalut kaos santai. Mereka berpelukan. Tangan mereka masing- masing melingkari tubuh lawan mainnya, menyentuh punggung masing- masing. Kepala mereka bersisian, dengan dagu bertumpu di tengkuk lawan mainnya. Mereka bertahan di posisi ini beberapa detik. Jantung Raka berdebar- debar, namun ia tetap tenang. Dada mereka tidak bersentuhan, jadi Raka merasa aman- aman saja, detak jantungnya tak akan terasa oleh Raihan. Raka merasakan bahu Raihan berguncang. “Hahahahaha.” Raihan tertawa geli. Raka melepaskan pelukan mereka dan ikutan tertawa juga. “Rasanya aneh, suer. Ganjil. Tapi karena kamu yang kupeluk jadi aku nggak ngerasa apa- apa, biasa aja.” Raihan bercerita sambil memegangi perutnya yang kejang. Ia masih tak percaya barusan ia memeluk Raka. “Hahahaha, sama.” Lagi- lagi Raka berbohong untuk menutupi apa yang ia rasakan. “Ternyata nggak susah- susah amat ya. Karena cowok sama cowok jadi mati rasa dah.” “Bener banget, aku nggak ngerasa apa- apa, cuman pengen ketawa aja. Konyol banget tadi itu. Duh, moga- moga aku nggak akan meledak ketawa kayak tadi saat kita beneran pentas ntar.” “Hahahaha, semoga.” Setelah itu mereka terdiam, tak tahu apa yang akan mereka lakukan setelahnya. Raka yang merobek kepenatan itu. “Ehm, Han, mau coba yang lebih menantang?” tanya Raka dengan hati- hati. Raihan memandangnya dengan ling lung. “Kalo maksud lo….” ia tak menyelesaikan kalimatnya. Raka mengangguk pelan. Terdapat ekspresi ragu di raut mukanya, sama seperti Raihan. “Entahlah…. aku nggak tau….” Raihan mengalihkan pandangannya ke lantai kamarnya. “Hmm… aku juga nggak tau… tapi kayaknya kita nggak perlu sampe ciuman beneran deh. Toh ini cuman drama kan?? Penonton cukup tau aja kalo kita ciuman buat mengerti jalan ceritanya, nggak perlu sampe ciuman beneran. Kurasa nempelin bibir doang udah cukup.” Raka memegangi dagunya sambil mikir. “Nempelin bibir doang??” “Iya, cuman nempelin bibir beberapa detik aja. Nggak usah sampe lebih jauh. Penonton cukup tau aja dan biar mereka nyimpulin sendiri. Gimana ideku?” “Bagus juga sih, daripada harus ciuman beneran. Namanya juga drama, cuman pura- pura. Ah kenapa nggak kepikiran sebelumnya ya.” Dalam hati Raihan mulai bisa menerima kenyataan dan ia merasa telah mendapat jalan atas frustasinya selama ini. Drama cuman sandiwara. Tipu tipu. Bukanlah sesuatu yang nyata. Sebuah kepura- puraan. Just a drama, a stupid drama! “Yaudah, sekarang… emm, mau coba?” Tawar Raka. “Emm,… gimana ya… Cuman nempelin bibir doang kan?” Raka cuman mengangguk. “Oke… mari kita coba…” Raihan menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan- lahan. Raka terlihat kalem- kalem saja, namun jauh di lubuk hatinya ia sangat antusias. Akhirnya, ia akan merasakan bibirnya Raihan. Walau hanya sekejap, ia akan merasa senang sekali, seakan meminum seteguk air segar di tengah padang gurun tandus. “Siap ya…” Raihan memberi aba- aba. Raka mengangguk lagi. Perlahan, Raihan mendekatkan mukanya ke wajah Raka yang penuh antisipasi. Senti demi senti mulai tertutup diantara mereka. Mereka menutup mata dan sedikit memiringkan wajah. Hangat nafas mereka mulai terasa menerpa satu sama lain. Sedikit demi sedikit, rasa hangat itu kian mendekat. Degub jantung Raka tak karuan, menghentak- hentak rongga dadanya. Tertahan. Dan…
Posted on: Sat, 09 Nov 2013 13:35:24 +0000

Trending Topics



iv>

Recently Viewed Topics




© 2015