Stupid Drama (5 of 7) 1 Desember 2012 pukul 7:09 STUPID - TopicsExpress



          

Stupid Drama (5 of 7) 1 Desember 2012 pukul 7:09 STUPID DRAMA A mild story by Andystar Vegantara PART5 From: ~ReiSh@~ Guys, maaf y, utk hari minggu ni Ak gk bsa tmenin klian lathn drama, Ak da acra kluarga, so maaf bgt. Qta lnsung ja ktmu bsok snin, gladi brsih, Ok? Klian ttp smangat lathn tar malem y! C U, :* Raihan hanya menghela nafas membaca sms dari Reisha di hari minggu pagi ini. Ia berharap ingin bertemu Reisha lagi dan memandangi paras manisnya untuk menghilangkan kegalauan gara- gara kejadian malam kemaren. Tapi ternyata takdir terlalu egois untuk tidak mempertemukan mereka hari ini. Raihan cuman merundung durja merutuki nasibnya. Ia kemudian mengetik sms untuk Raka. To: ~bestbro RaKa~ Ka, tar siang kmu k sni y, Qta lat sndri. Reisha da acra kluarga. Bsa kan? Tak lama kemudian Raka membalas. From: ~bestbro RaKa~ Ok. Tdi dia jg sms aq kok. Raihan tersenyum masam membaca sms dari Raka. ********** Sudah dari siang mereka latihan adegan keseluruhan dari drama bikinan Reisha. Lumayan, mereka telah menguasai semuanya. Ternyata prediksi Reisha benar, mereka mampu menghafal semuanya kurang dari seminggu. Namun tetap saja adegan ketemu- berpelukan- ciuman- itu selalu saja gagal mereka bawakan. Sampai tiba waktu malam menyelimuti sebagian wilayah bumi. Bulan di atas sana begitu muram menyerbakkan sinarnya yang temaram. Langit gelap tanpa bintang digelayuti awan abu- abu membentang diatas Raka dan Raihan waktu itu. Mereka ada di atas rumah Raihan, sebuah tempat datar yang dimanfaatkan keluarga Raihan untuk menempatkan tandon penampung air, antena dan menjemur pakaian. Terdapat beberapa pot- pot tanaman yang menjadi tempat hidup beberapa tanaman peliharaan ayah Raihan, seperti bonsai, kaktus, lidah buaya, beberapa tanaman bunga cantik, dan gelombang cinta yang dulu sempet nge-trend. Mereka berdua duduk bersisian di lantai beton sambil beristirahat sejenak. Yap, mereka barusaja menyelesaikan sesi latihan drama lagi. Hebatnya, mereka telah bisa menghafal seluruh dialog dan adegan drama itu tanpa meleset. Mereka melakukannya sama sekali tanpa melihat naskah. Selesai sudah, tinggal dimantapkan saat gladi bersih untuk penyesuaian lokasi dan properti. Namun, pada adegan ‘intim’ itu selalu mereka lakukan dengan ragu- ragu dan pada akhirnya dilewati untuk dilanjutkan ke adegan selanjutnya sampai tamat. Mereka kelihatan frustasi. “Masiih aja ya, adegan itu selalu saja gagal kita bawakan.” Raihan ngedumel lagi. Entah sudah kali keberapa kalimat itu terangkai dari mulutnya. “Iya, kita masih ragu- ragu sih. Kok bisa ya? Padahal malam minggu kemaren bisa dibilang lancar…” Raka diam sejenak. “Apa karena kita terlalu takut kalo akan menikmatinya ya?” “Entahlah… tapi emang kayaknya gitu…” “Hmmm…” Raka berpikir. Agak lama. Lalu tiba- tiba saja sosok Reisha muncul dalam benaknya. Reisha? Ya, dialah sumber kekacauan yang dialaminya kini. Ia membuat dirinya terombang ambing dalam mahligai percintaan yang indah namun fana bersama Raihan. Dia harus tanggung jawab… tanggung jawab? Hei, aku punya ide! Tiba- tiba Raka gembira. “Aku punya ide!” Raka berseru ke Raihan. “Apa?” Raihan menoleh ke Raka. “Gimana kalo saat kita melakukan adegan itu, kamu bayangkan kalo aku ini Reisha?” Raihan bengong sejenak, namun perlahan ide Raka jadi terdengar masuk akal. “Iya juga ya. Ok, yok coba!” Seru Raihan dengan semangat. Mereka bangkit dan mulai mereka adegan di bandara, sesuai dengan naskah. Mereka berdiri agak berjauhan. “Robert!!” Raihan berseru, memanggil Raka yang saat itu berstatus sebagai Robert. Raka menoleh dan bergumam lirih “Randy…” dengan mimik muka tak percaya akan apa yang ia lihat. Mereka berlari kecil dan berhenti tepat beberapa senti di hadapan masing- masing. Raut muka mereka bahagia, namun ditingkah keharuan. Dengan sigap Raihan menarik tubuh Raka dalam pelukannya yang hangat dan menentramkan. Raka terisak di dadanya yang kokoh dan bidang. Ia merangkulkan tangannya ke punggung Raihan dan mendekapnya erat, seakan tak mau melepasnya. Wajah mereka terceruk ke leher masing- masing lawan mainnya. Andaikan waktu itu seluruh benda di sekitarnya bisa ngomong dan berekspresi, pasti sudah pada bilang “oooooowh so sweet” yang memanjang. Tentunya bila benda- benda itu memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Raihan dan Raka saling pandang. Inilah saatnya, batin Raihan. Ia memandang Raka dengan saksama. Ia mulai melingkupi wajah Raka dengan ilusi wajah Reisha. Ia bayangkan bibir merah si Raka adalah bibir manis Reisha. Ia tipu otaknya sendiri sehingga merasakan tubuh Raka yang ia peluk adalah tubuh Reisha. Kemudin terjadilah. Bibir Raihan dengan lembut melingkupi bibir Raka. Mereka memejamkan mata, memindah indra penglihatan mereka ke mulut, merasakan setiap kuluman, sapuan, gigitan kecil dan hisapan lawan mainnya. Makin lama mereka makin menikmatinya. Tubuh mereka menyatu erat tak terpisahkan. Nafas mereka membaur, menciptakan kehangatan lokal di wajah mereka. Mereka tak sadar bahwa logika mereka telah tertutup seluruhnya, menyisakan hasrat yang terus terbakar di dada mereka. Kini bukan hanya bibir, lidah merekapun turut tampil dan menari nari dalam pentas hasrat mereka. Hati mereka terikat lewat bersatunya bibir dan lidah mereka. Bahkan sekarang mereka mulai mengerang kecil. Bagai petualang, mereka menjelajahi setiap sudut mulut lawan main mereka, menyapu bersih, bergelut, terhisap dalam permainan panas mereka sendiri. Tanpa sadar, tangan mereka mulai meraba, meneliti, meninjau lekuk tubuh partnernya. Waktu tak terasa bergulir mengitari mereka yang terpelanting dalam kenikmatan yang mereka ciptakan sendiri. Raka lemas, tak kuat bertumpu pada tungkai kakinya yang gemetar. Ia mau jatuh, dan Raihan menahan tubuhnya yang lebih kecil sedikit darinya. Mereka terduduk, tak kuasa mempertahankan diri, dan rubuh perlahan. Mulut mereka masih terkunci. Raihan merebahkan tubuh Raka rata ke lantai beton. Tak peduli kerasnya beton di bawahnya, Raka pasrah terlentang, meraba tubuh Raihan, menyentuh leher dan telinga Raihan yang sensitif, sesekali menjambak rambutnya yang runcing- runcing, ia tersihir. Raihan dengan tangannya yang kokoh memagari Raka di tiap sisinya, mempertahankan tubuhnya untuk ‘melayang’ bagai jembatan di atas tubuh Raka. Perlahan kakinya melewati tubuh Raka dan kini ia berada sempurna di atas tubuh Raka yang lemas tak berdaya. Selangkangan mereka bertemu, dipisah celana santai yang tipis. Perlahan tubuh Raihan direbahkan di atas tubuh Raka. Tubuh mereka bergesekan, menimbulkan percikan api yang perlahan melahap jiwa mereka. Makin ganas, liar. Mereka tanpa enggan mengeluarkan desahan panas di sela deru ciuman mereka. Liur mereka menyatu, seperti hati mereka. Entah seberapa lama mereka mengarungi lautan kesenangan yang hitam itu, namun pada akhirnya, Raihan memutuskan tali kasih semu yang sempat terjalin dengan janggal diantara mereka. Raihan bertahan pada posisi push up, berada mengawang di atas Raka yang masih berusaha meloloskan udara keluar masuk paru- parunya. Mereka tak tau apa yang terjadi, mereka tak mau tau… “Ma… maaf…” Raka memandang Raihan. Ia mendapati kehancuran di wajah pria yang ia sayangi itu. “Ini… nggak ada dalam skenario, Han.” “Hahahaha” Raihan tertawa masam. Ia masih mempertahankan posisinya untuk beberapa waktu. Ia pandangi wajah Raka secara saksama. Manis… Bayangan Reisha entah sejak kapan telah lenyap dari bayangannya sewaktu bibir mereka lama menyatu tadi. Yang ada tinggal Raka… sesosok Raka senyata- nyatanya. Ia tak bisa memungkiri itu… bahwa Raka lah, yang telah membakar dirinya. Raihan berdiri dan membantu Raka berdiri. Saat itu Raka takut Raihan bakal marah dan tak mau melanjutkan drama sialan itu. Ia melihat Raihan memandang langit yang kelam. “Ya Tuhan… apa yang telah kau perbuat pada kami…” Raihan bergumam pelan. “Maaf… Han… Harusnya aku bisa menghentikanmu tadi… tapi… aku tak bisa…” “Sudahlah… yang terjadi biarlah terjadi Ka…. maafin aku juga… aku lepas kontrol…” “Dari awal kayaknya emang membayangkan Reisha itu ide yang buruk… si Reisha… selalu saja bikin masalah, hahaha.” Mereka berdua terkikik geli, menertawakan mereka, menertawakan diri sendiri. Bodohnya… Raka mati- matian mencegah dirinya untuk mengaku pada Raihan. Sejauh ini Raihan baik- baik saja, karena ia terlalu terobsesi pada Reisha… ya, hanya Reisha… bukan seorang Raka. Raka yang pemalu, Raka yang minderan… Raka yang kosong dan terbuang…. Ia ingin menangis, air matanya sudah siap terjun dari tepi matanya. “Aku sayang kamu Ka… kau sahabat terbaikku…” gumam Raihan tanpa mengalihkan pandangannya ke langit. Raka mendongak melihatnya. Tak percaya akan apa yang barusan ia dengar…. Air matanya yang nakal mengalir sudah. Cengeng! Dasar cengeng! Ia merutuki dirinya sendiri. Isakannya mengundang perhatian Raihan. “Hey, I’m so sorry bro…” Kata Raihan. Ia mengangkat dagu Raka dan mengelap air matanya dengan ibu jarinya. “Aku bener- bener minta maaf… aku tak bermaksud…” “Nggak apa- apa…” Raka menggeleng kencang- kencang. Ia menyeka air matanya sendiri. “Demi Reisha kan… ini demi Reisha…” Ia tersenyum pada Raihan. “Iya… demi Reisha…” Raihan secara refleks membimbing Raka untuk bersandar di dadanya. Ia mengelus rambut Raka dengan lembut dan sabar. Ia murni melakukan itu karena sayang… sayang sebagai seorang sahabat… dan sebagai tanda maaf… ia tak tahu kalau apa yang ia perbuat tadi membuat Raka sampai menangis… ia merasa bertanggung jawab. “Yaudah yok tidur… biar besok pas gladi bersih kita tetep fit… kalo kelamaan di sini bisa masuk angin.” Raka mengangguk mengiyakan. Dan mereka turun ke bawah, menuju kamar Raihan. ********** Mereka tiduran di kasur Raihan. “Aku yakin, besok kita bisa demonstrasi secara sempurna di hadapan Reisha.” Ujar Raihan antusias. “Hmm? Yakin?” tanya Raka sambil menoleh ke Raihan yang memandang langit- langit kamarnya. “Yakin lah. Kalau tadi saja kita bisa sampai sejauh itu, besok pasti lebih gampang kalo cuman harus ciuman enteng hehehe.” “Hahaha, iya juga sih. Semoga.” Kata Raka yang sekarang ikutan memandang langit- langit kamar. “Ka… entah kamu mau mikir apa… tapi… tadi itu aku menikmatinya… entahlah… semoga kamu tidak membenciku habis ini…” Raka tersenyum. “Nggak lah, kamu akan tetap menjadi sahabatku selamanya… Aku tak akan pernah bisa membencimu. Aku tak kuasa…” Raihan tersenyum mendengarnya dan bergumam “terimakasih…” “Sama sama…” Dan mereka memejamkan mata untuk mulai mengarungi lautan mimpi, bersiap untuk gladi bersih besok.
Posted on: Sat, 09 Nov 2013 13:40:05 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015