Subhanallah, ini pemikiran yg belum mampu saya sampaikan kepada - TopicsExpress



          

Subhanallah, ini pemikiran yg belum mampu saya sampaikan kepada orang2 terdekat,,,, Berikut tulisan dari KH A Cholil Ridwan, Lc Ketua MUI Pusat, Pengasuh PP Husnayain Jakarta Sebagai seorang pengusaha mebel yang buta politik tetapi memiliki banyak uang, Jokowi berusaha merayu Ketua DPD PDIP Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo (mantan buruh PT Konimex di Sukoharjo, Jawa Tengah) yang memiliki massa banyak tetapi minim dana. Rayuan gombal tersebut berhasil dan Rudy bersedia berdampingan dengan Jokowi untuk bersama-sama maju menjadi kandidat pasangan Walikota dan Wakil Walikota Surakarta periode 2005-2010. Tanpa diduga keduanya berhasil menyisihkan ketiga kandidat lainnya termasuk incumbent Walikota Slamet Suryanto (mantan Ketua DPD PDIP Kota Surakarta yang digantikan FX Hadi Rudyatmo). Kiranya itulah awal karier politik Sarjana Kehutanan UGM Yogyakarta kelahiran 1960 tersebut. Sejak itu nama Jokowi selalu menghiasi media massa nasional bahkan internasional dan berhasil kembali memenangkan Pilkada Kota Surakarta dengan Rudy tetap sebagai Wakilnya (2010). Namun tanpa diduga, Jokowi nekat mengadu keberuntungan di DKI dengan maju sebagai Cagub yang berpasangan dengan Cawagub Kristen, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan terbukti mengulangi sukses di Solo (2012). Kalau di Kota Solo pasangan Jokowi yakni Rudy beragama Katolik, di Jakarta Ahok beragama Kristen Protestan, sehingga keduanya sama- sama orang Kafir. Barangkali itulah strategi politik para tokoh Kafir Kristen dan Katolik untuk merebut kepemimpinan daerah hingga nasional yang menjadi targetnya, dan tampaknya hal itu akan berhasil melalui tangan Jokowi yang dikenal sebagai orang Islam sekuler tersebut. Jika nanti Jokowi dipilih Ketua Umum DPP PDIP Megawati sebagai Capres, tidak mustahil akan dipasangkan dengan seorang tokoh Kristen atau Katolik sebagai Cawapresnya, sehingga kejadian di Kota Solo dan DKI Jakarta akan terulang kembali, sehingga pasangan Jokowi selalu tokoh Kristen atau Katolik. Sehingga sang wakil seperti Rudy akhirnya menjadi Walikota Solo dan Ahok nanti jadi Gubernur DKI Jakarta. Jika nantinya Jokowi berhasil memenangkan Pilres 2014 sebagaimana prediksi semua lembaga survey, maka Indonesia yang rakyatnya 88 persen beragama Islam akan membuka sejarah baru dengan memiliki Wakil Presiden yang beragama Kristen atau Katolik sebagai Wakil dari Presiden Ir Joko Widodo atau lebih akrab dipanggil Jokowi. Namun setelah Jokowi menjabat Presiden periode 2014-2019, maka diprediksi kekuasaannya akan dirongrong oleh kelompok China, Kristen dan Katolik fundamentalis yang selama ini menjadi pendukungnya agar supaya segera lengser dan digantikan Wapresnya. Maka babak sejarah nasional selanjutnya, NKRI akan diperintah oleh seorang Presiden yang beragama Kristen atau Katolik. Naudzubillah min dzalik. Berikut ini wawancara Tabloid Suara Islam dengan Ketua MUI Pusat, KH. A Cholil Ridwan, Lc., mengenai taktik dan strategi Jokowi untuk merebut kursi RI-1 dan masa depan umat Islam Indonesia dibawah Pemerintahan Presiden Jokowi. Juga bagaimana prediksi nasib politik Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. Sebab diprediksi Jokowi dari anak macan akan berubah menjadi macan dewasa yang siap menerkan tuannya sendiri. Mengapa sejak Pilkada DKI tahun lalu, sebagai ulama Anda selalu menentang pasangan Jokowi- Ahok ? Pilkada adalah bagian dari demokrasi dan peluang memenangkan partai politik. Berbicara Partai politik dan demokarsi, dimanapun selalu berbicara ideologi. Persaingan politik oleh partai dalam Pilkada atau Pilpres sebetulnya persaingan ideologi. Di Indonesia ada partai nasionalis Islam dan partai nasionalis sekuler. saya tidak setuju dengan dikotomi antara partai Islam dan partai nasionalis. Sebab hal itu berarti para tokoh Islam dianggap tidak nasionalis, jelas itu tidak betul. Sebab para pahlawan Islam sangatlah nasionalis seperti Mohammad Natsir yang sekarang sudah menjadi pahlawan nasional. Mohammad Natsir adalah nasionalis sejati dengan ideologi Islam. NKRI yang sekarang menjadi salah satu pilar kebangsaan adalah hasil perjuangan Mohammad Natsir dengan Mosi Integralnya. Diantara partai nasionalis sekuler ada yang sosialis, marhaenis bahkan dulu komunis. Jadi sesungguhnya pertarungan politik adalah pertarungan ideologi. Dalam Pilkada, ideologi tak bisa diabaikan, sehingga antara kekuatan Islam dan sekuler yang sama-sama nasionalis, dimana saat Pilkada dan Pilpres mereka saling berhadapan. Islam adalah agama bukan hanya ibadah atau ritual semata, tetapi Islam sangat lengkap termasuk masalah politik kenegaraan bahkan peperangan. Dengan demikian, umat Islam tidak akan ridho jika ada pemimpinnya yang berbeda agama atau kafir. Disitulah kelemahan umat yakni ketika berpolitik tidak membawa ideologi, padahal kelompok sekuler dan sosialis selalu membawa ideologinya. Kelompok Kristen pasti membawa ideologinya, siapa nanti yang mereka pilih ketika Pilkada dan Pilpres. Sedangkan umat Islam tidak, karena sudah termakan oleh doktrin sekularisme yang memisahkan agama dari politik. Pemilu, Pilkada dan Pilpres jangan membawa-bawa Islam, Islam ditinggal saja di masjid dan pesantren. Sedangan kelompok sekuler dan Kristen, justru ideologi menjadi yang utama dan menetukan. Ketika Pilkada DKI tahun lalu, umat Islam tidak berfikir kesitu, sehingga mereka memilih Jokowi yang sekuler dan Ahok yang Kristen. Padahal kelompok Kristen semuanya memilih Jokowi-Ahok, sebab Ahok Kristen. Sedangkan orang sekuler tidak mau memilih orang Islam yang Islamnya benar atau mereka sebut fundamentalis, mereka memilih yang sekuler juga. Memang semua tokoh politik agamanya Islam, meski ideologinya sekuler. Disinilah kelemahan umat Islam karena hanya menjadikan agamanya di masjid saja, sedangkan mayoritas umat Islam tidak ke masjid dan menganggap politik bukan bagian dari Islam. Maka kalahlah kita walaupun mayoritas. Kita tidak bisa menyalahkan orang lain tetapi diri kita sendiri. Mengapa memilihnya tidak memakai kacamata aqidah atau ideologi, tetapi hanya melihat popularitas di televisi saja. Seperti Pilkada di Kalbar, meski mayoritas pemilih Islam, tetapi yang terpilih Gubernur dan Wakilnya Katolik. Juga di Kalteng, Gubenurnya Kristen dan Wakilnya Islam. Justru Wagub itu membawa suara umat Islam, jadi bukan kemenangan umat Islam di Kalteng, tetapi suara umat Islam dihadiahkan kepada Gubernur Kristen, karena keduanya satu paket pemilihan. Gubernur Teras Narang diuntungkan dengan Wagubnya dari Islam. Kita umat Islam kalah taktik dan strategi, karena kita tidak menyadari kalau politik sebagian dari dakwah dan dakwah kewajiban umat Islam. Apakah itu sudah menjadi strategi Kristen dan Katolik di Indonesia, dengan memasangkan salah satunya ada Kristennya, seperti Jokowi dan Ahok. Apakah mereka juga akan mengincar RI-1 melalui RI-2 terlebih dahulu seperti dilakukan Harry Tanoe dengan Wiranto ? Dalam negara demokrasi mungkin saja. Kalau mereka ingin jadi Presiden dan Gubernur itu hak politik mereka. Tetapi masalahnya umat Islam sekarang tidak sadar akan politik Islam. Seperti Pilkada DKI memenangkan Jokowi-Ahok, ketika kabar ‘santer’ bahwa Jokowi akan dicalonkan menjadi Capres, maka orang- orang yang dulu memilih Jokowi- Ahok menyesal. Sebab jika Jokowi menjadi Presiden, maka otomatis Ahok Gubernur. Masyarakat Jakarta yang mayoritas Islam jelas tidak ingin dipimpin oleh Gubernur Kristen. Seperti kasus Lurah Lenteng Agung yang Kristen, Susan, tetapi oleh Ahok sengaja ditaruh di wilayah yang mayoritas Islam, jelas itu merupakan bom waktu yang diletakkan Jokowi-Ahok di Lenteng Agung. Dalam sejarah apa pernah ada Gubernur, Walikota, Bupati , Camat atau Lurah di Papua atau NTT yang Muslim, jelas tidak pernah ada. Memang hak dia untuk memilih Lurah beragama Kristen, tetapi itu menunjukkan dia tidak memiliki hati nurani, meski dengan dalih lelang jabatan sekalipun, padahal Jokowi orang Islam. Dia mabuk kepayang dengan menjadi Gubernur dan Wagub DKI. Saya ingin menasehati Jokowi, apapun yang Anda lakukan, nanti akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Padahal Al Qur’an telah melarang untuk memilih pemimpin non Muslim. Kalau Anda betul- betul orang Islam, nanti akan ditanyai di akhirat. Jokowi dari Walikota kota kecil Solo dengan penduduk hanya 500 ribu orang, kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta yang berpenduduk lebih dari 10 juta orang, terus ingin menjadi Presiden Indonesia yang berpenduduk lebih dari 240 juta orang. Penduduk DKI Jakarta lebih banyak dari Singapura, Brunei atau Kuwait. Jelas tindakan Jokowi Ahok itu tidak bijak. Jika Jokowi mencalonkan Presiden, apakah tidak melukai perasaan rakyat DKI Jakarta, sebab dalam setahun ini belum ada kinerjanya yang beres, kok sudah ingin menjadi Capres. Apakah itu tidak berarti “tinggal gelanggang colong playu” ? Sangat melukai, merendahkan dan meremehkan aspirasi umat Islam DKI Jakarta, terutama Betawi asli yang jelas Muslim. Mestinya Jokowi menyelesaikan masa tugasnya sebagai Gubernur 5 (lima) tahun atau satu periode, setelah itu kalau ingin jadi Presiden atau ingin mencalonkan Gubernur DKI lagi silahkan, tetapi habiskan dulu satu periode memimpin DKI Jakarta. Kalau menjadi Gubernur atau Walikota Bupati berarti siap untuk memimpin selama satu periode, tidak ditinggalkan begitu saja. Rakyat DKI seperti mendorong mobil mogok, setelah itu ditinggal. Dulu Jokowi dan Ahok ‘ngumbar’ janji dan sekarang belum dipenuhi, seperti mengatasi banjir, kemacetan, sampah dan kebersihan DKI Jakarta, dan itu tidak mungkin dipenuhinya selama setahun pemerintahannya. Jadi sesungguhnya Jokowi belum pantas menjadi calon Presiden. Saya kira Jokowi belum matang menjadi Presiden. Apakah memang pihak Kristen mendorong Jokowi agar menjadi Capres dan akhirnya nanti Ahok jadi Gubernur DKI ? Itu boleh saja, tetapi dalam politik ada etika. Sangat tidak bijak jika meninggalkan Jakarta dengan orang nomor satunya Kristen. Itu juga akan menjadi bom waktu. Waktu memilih Jokowi, masyarakat DKI ingin ada perubahan, tetapi nyatanya belum satu tahun sudah ditinggalkan Jokowi dan kursi Gubernur diserahkan ke Ahok. Sekarang dikabarkan Prabowo kecewa karena Jokowi akan jadi Capres PDIP. Padahal waktu Pilkada lalu, Prabowo mendukung Jokowi maju Pilgub. Apa ini berarti Prabowo memelihara anak macan sehingga setelah besar memakan dirinya sendiri ? Salah sendiri Prabowo, sekarang rasakan sendiri. Umat Islam kecewa dengan Gerindra, karena yang membawa Ahok juga Prabowo. Gara-gara Prabowo, Wagub dan nantinya Gubernur DKI Kristen. Padahal Sekjen Gerindra Ahmad Muzani, mantan tokoh GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia) dan PBB (Partai Bulan Bintang), juga Fadli Zon pernah di PBB. Mengapa kok sampai memilih Ahok mendampingi Jokowi. Apakah bisa terjadi Kristenisasi besar-besaran di DKI Jakarta, apalagi sekarang misa mulai diadakan di Balaikota ? Orang Kristen selalu mengambil kesempatan dalam kesempitan umat Islam, seperti membangun Gereja tanpa prosedur, Balaikota DKI dijadikan tempat misa yang sangat melukai hati umat Islam dan melukai norma-norma kerukunan umat beragama. Ini sebagai akibat tidak diterapkannya ideologi Islam dalam politik umat Islam. (bersambung)
Posted on: Tue, 24 Sep 2013 04:36:28 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015