Tahukah Kawan?, seperti apa rasanya ketika di minggu pagi yang - TopicsExpress



          

Tahukah Kawan?, seperti apa rasanya ketika di minggu pagi yang layu, sebuah telepon bordering di handphone jadul saya, mengabarkan bahwa wanita yang menjadi malaikat saya itu tengah berbaring di ranjang rumah sakit, nun jauh di kuningan sana, sebuah kota kecil tempat saya dibesarkan. Seolah setiap inchi dunia berlomba mengenggelamkan saya dalam kecemasan dan kehawatiran yang sangat. Tanpa pikir ini dan itu, saya langsung berkemas, memaksa raga saya yang kurang sehat kala itu, untuk segera pulang kampung, membungkam rasa cemas dan hawatir saya yang seperti berteriak minta diikuti. Pantas saja semalaman saya tidak bisa tidur, insomnia dan gelisah!! Rupanya mungkin itu firasat, sesuatu terjadi pada malaikat saya itu. Sepanjang perjalanan, di antara sekian banyak penumpang dan teriakan pedagang asongan, juga kebut-kebutan sang supir angkutan, saya mengucap doa yang lirih dan pelan. Tuhan, Jika memang bisa, mohon tukarkan tempatku dengan tempat ibuku. Biarkan saya berbaring kesakitan di sana asal ibu saya sehat tanpa kurang. Atau, jika tidak bisa ditukar dengan diri saya, tukar saja dengan setiap impian yang saya pinta sepanjang waktu. Kau Boleh merenggut semua impian saya Tuhan, asal kau ganti dengan kesehatan ibu saya. Kau boleh merenggut semua yang pernah Kau beri, asal kau ganti dengan sehatnya ibu saya. Saya tidak tahan lagi, air mata kecil saya jatuh, namun tak satupun berhasil melihatnya karena disembunyikan oleh masker yang menutup lebih dari setengah wajah saya. Saya berbuka puasa di jalan, diantara tiga penumpang yang tersisa, seorang supir dan dua orang kondektur. Dan lagi-lagi dan ini sering terjadi, saya satu-satunya perempuan dalam bis itu. Alhamdulillah, seorang penumpang yang tampaknya sebaya saya sangat baik. Dia bersedia memberitahu saya dimana saya harus turun agar bisa sampai ke rumah sakit dengan cepat. Saya berterima kasih atas budi baiknya, juga tutur katanya yang santun dengan bahasa sunda yang apik dan terpilih. Saya yang orang sunda asli juga, belum tentu bisa berbahasa sunda sebaik dia. Dalam hati saya berpikir, mungkin dia adalah salah satu malaikat yang dikirim Tuhan untuk menolong saya yang tidak tahu daerah Kuningan dengan baik. Maklumlah kawan, saya memang jarang keliling Kuningan, atau sekedar jalan-jalan sekitar daerah itu. Anak kampung. Saya bersyukur tidak harus ketinggalan sholat maghrib. Selepas turun dari bis yang membawa saya dari Jakarta, saya menumpang sholat di sebuah warung pinggir jalan. Alhamdulillah dengan senang hati seorang teteh pemilik warung berkenan merelakan sepotong ruangan warungnya kepada saya, agar saya bisa menunaikan shalat maghrib di sana. Itulah keistimewaan orang sunda kawan, mereka terkenal ramah dan suka tolong menolong, apalagi dalam kebaikan. Hehehehe (Promosi uy). Saya tiba di rumah sakit menjelang isya, melempar dua tas yang memberati lengan saya sepanjang hari, dan langsung menghambur pada ibu saya yang terkulai di pembaringan. Wajah pucatnya tampak bersinar, saya peluk cium wanita ini, meluahkan rasa rindu dengan kecemasan yang menelisik saya sepanjang hari ini. “umi yang sehat yea, jangan sakit terus… jangan bikin ana hawatir” Pinta saya pada ibu, dibalas anggukannya. Lagi-lagi saya mengucap syukur, karena Allah masih memberikan kesempatan bagi saya untuk berada di dekatnya ketika dia sakit, bisa mengantarnya ke kamar mandi, menyuapinya, menyisir rambut berubannnya, mengupas dan memotong buah untuknya, atau sekedar merapikan selimutnya. Saya menemukan kebahagiaan yang lebih hebat ketika melakukan hal-hal sederhana ini. Lebih bahagia dari pada ketika saya mendapat beasiswa misalnya, atau menyelesaikan studi saya, atau ketika berkesempatan sekolah lagi, atau bahkan ketika bersama dengan “seseorang” yang saya kasihi. Diam-diam saya terus berharap, semoga Allah senantiasa merawat hati saya, agar tetap komitmen memegang amanah-Nya, Birrul Walidain. Semoga Allah senantiasa merawat hati saya, agar dapat melaksanakan semua titah-Nya kepada orang tua, dengan segenap keihlasan yang hanya dapat dinilai dan diketahui dalam pandanagn-Nya, bahkan saya pribadipun tidak sanggup menilai dan melihatnya. Terakhir, saya berharap semoga Allah meberikan kami KEMAMPUAN DAN KEMAUAN untuk terus menerus memuliakan kedua orang tua kami di dunia dan di akhirat. Karena mampu saja tidak cukup, harus mau. Dan karena mau saja tidak cukup,harus mampu!! Kuningan, 30 Juli 2013. Dalam pagi Djuanda yang menggigit. salam sukses dan mulia dari saya Biyah Djauhar.
Posted on: Mon, 29 Jul 2013 23:39:23 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015