Tata Niaga Impor Pangan Digugat Jakarta (Bisnis Bali) – Harga - TopicsExpress



          

Tata Niaga Impor Pangan Digugat Jakarta (Bisnis Bali) – Harga pangan pada pertengahan tahun ini membubung tinggi sehingga akibatnya, pemerintah dinilai tidak mampu mengendalikan pasokan dan harga pangan. Tata niaga impor pangan pun akhirnya digugat. Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung menyarankan agar pemerintah mencabut sistem tata niaga yang selama ini diterapkan. "Kita minta tata niaga itu dicabut, perlindungan kepada petani diberikan dengan perlindungan tarif," katanya. Menurut Chairul Tanjung yang akrab dipanggil CT itu, sistem tata niaga selama ini telah terbukti tidak mampu menjaga kestabilan harga maupun menyejahterakan petani Indonesia. "Tata niaga itu pada prinsipnya tidak pernah dalam sejarah berhasil menyejahterakan petani dan menjaga harga stabil," kata CT yang juga dikenal sebagai “anak singkong”. Dia mengusulkan kepada pemerintah untuk mengganti sistem tata niaga dengan sistem pemberian tarif bagi komoditas pangan impor. Penerapan tarif akan meningkatkan harga komoditi pangan impor hingga memberikan perlindungan bagi petani lokal. Desakan agar pemerintah meninjau tata niaga pangan antara lain datang dari Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR, Marwan Jafar. Kenaikan harga sembako yang makin "liar", katanya, mengindikasikan ada yang salah dengan sistem tata niaga pangan di Tanah Air. "Terutama yang berkaitan dengan distribusi dan produksi kebutuhan pangan nasional. Karena kenaikan harga sembako sangat terkait erat dengan keadilan distribusi," katanya. Menurut dia, seharusnya pemerintah lebih matang sebelum mengubah sistem tata niaga. "Karena hal itu akan berdampak pada kesejahteraan petani kita. Kebijakan yang diambil harus sejalan dengan semangat UU nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengutamakan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan," katanya. Tentang kebijaksanaan impor yang selalu diambil pemerintah untuk memenuhi pasokan komoditas, Marwan mengingatkan bahwa kebijakan itu harus menjadi solusi terakhir bila pemerintah sudah melakukan hal yang maksimal namun masih tetap menemui jalan buntu. Kadin Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga minta kepada Menko Perekonomian Hatta Rajasa untuk merombak tata niaga impor pangan nasional itu. Menurut Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog Natsir Mansyur, dengan tata niaga impor saat ini ada ketidakseimbangan antara pasokan dengan permintaan sehingga rawan praktik spekulasi serta kartel. Menko Perekonomian diharapkan bisa merombak tata niaga pangan ke arah yang tepat, terutama komoditas pangan yang strategis seperti gula konsumsi/rafinasi yang memerlukan dibukanya pabrik-pabrik baru. "Juga komoditas strategis lain seperti kedelai, jagung, daging sapi, ayam, hingga bawang putih," katanya. Ketidakseimbangan antara pasokan dengan permintaan akhirnya membuat kebijaksanaan itu rawan spekulasi dan kartel. Berdasarkan catatan Kadin, potensi kartel dari enam komoditas strategis seperti daging sapi, daging ayam, gula, kedelai, jagung dan beras nilainya mencapai Rp11,34 triliun. "Nilai potensi kartel ini belum termasuk dengan komoditas lainnya yang juga berpengaruh pada tata niaga pangan," katanya. Daging sapi, misalnya. Dari kebutuhan yang mencapai 340.000 ton, nilai kartelnya diperkirakan Rp340 miliar. Sementara dari kebutuhan daging ayam sebesar 1,4 juta ton, nilai kartelnya diestimasi Rp1,4 triliun. Selain itu, gula 4,6 juta ton mencapai Rp4,6 triliun, kedelai 1,6 juta ton mencapai Rp1,6 triliun, jagung 2,2 juta ton mencapai Rp2,2 triliun dan beras impor 1,2 juta ton, diperkirakan Rp1,2 triliun. Menurut dia, gambaran seperti itu diakibatkan karena penataan manajemen pangan nasional yang sangat lemah dari aspek produksi, distribusi dan perdagangannya. Dari sisi pengelolaan kebijakan pangan oleh pemerintah dinilainya masih sangat sentralistik karena Kemendag, Kementan dan Kemenperin tidak menyerahkan kebijakan tata niaga pangan ke pemda yang, menurut Natsir Mansyur, lebih mengetahui kebutuhan pangan di daerahnya. "Kontrol DPR terhadap pangan ini juga lemah," kata Natsir yang juga Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti). Selain itu, kata dia, tidak adanya logistik pangan ikut menyebabkan persoalan pangan nasional sehingga setiap kebijakan yang dikeluarkan Kemendag dan Kementan cenderung spekulatif dan data pangan menjadi tidak tepat dan akurat. Berkaitan dengan importasi daging yang harganya bergolak menjelang Lebaran, hasil rapat koodinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian, Rabu (17/7), memutuskan proses perizinan "satu atap" untuk importasi daging sapi dan produk sapi yakni di Kementerian Perdagangan (Kemendag). Kebijaksanaan impor "satu pintu" ini sama dengan yang dilakukan selama ini terhadap importasi komoditas hortikultura. Kementerian Pertanian (Kementan) hanya memberi rekomendasi teknis saat penentuan kuota impor setahun. Aturan ini akan berlaku bagi semua komoditas pangan. Sebelumnya Kementan memegang hak penuh regulasi impor pangan, mulai dari menentukan kuota, memilih serta membagikan jatah kepada importer. Kemendag hanya mengurusi dan mengeluarkan surat izin impor. Dengan adanya penerapan impor pangan satu pintu, Kemendag akan mengambil alih fungsi yang dilakukan Kementan. Kementan hanya berhak memberikan rekomendasi kuota impor. Tata niaga impor pangan saat ini memang telah terbukti tidak mampu menjaga kestabilan harga. Kenaikan harga sembako yang makin liar mengindikasikan ada yang salah dengan sistem tata niaga pangan di Tanah Air. Karena itu, pemerintah sepertinya harus merevisi kebijaksanaan yang berlaku selama ini. *ant
Posted on: Fri, 26 Jul 2013 14:27:50 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015