Teori filsafat Jiwa 0 Ajaran-ajaran yang ada dalam Tarekat - TopicsExpress



          

Teori filsafat Jiwa 0 Ajaran-ajaran yang ada dalam Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah selain dibangun atas landasan syari’at (Al Qur’an dan Al Hadits) juga diperkokoh dengan filsafat (metafisika) yang cukup mapan. Memang dalam TQN tidak disebutkan ada filsafat tetapi dalam mabadi ‘asyroh tarekat ini disebutkan. Istimdad tarekat ini adalah firman Allah swt, sabda Nbi saw,perkataan para ‘arifin. Sedangkan teori-teori filsafat mistik termasuk diantaranya ialah filsafat tentang kejadian manusia, itu tidak lain adalah perkataan dan rumusan pemikiran para ‘arifin tersebut. (baca al Futuhat al Rabbaniyah fi al Tariqat al Qodiriyah a al Naqsyabandiyah.Toha Putra 1994). Para Sufi dan mistikus besar mempunyai andil dalam perumusan teori filsafat dan ajaran-ajaran dalam tarekat ini antara lain : Syekh Abdul Qodir al Jaelani, Syekh Ismail bin Sa’id Muhammad Al Qodiri, Syekh Bahauddin al Naqsyabandy, Syekh Ahmad Faruqi al Sirhindi, Syekh Khatib Sambas sebagai pendirinya. Tampaknya dapat dimaklumi karena tarekat ini merupakan univikasi dari dua tarekat besar yang sudah barang tentu ada diantara para syekhnya seorang sufi yang mistikus besar. Mereka turut serta dalam memberikan andil dalam memperkokoh ajaran-ajarannya dengan teori-teori mistik atau filsafat tasauf yang cukup berpengaruh di dunia Islam. Diantara teori-teori filsafatnya itu adalah filsafat kejadian manusia, filsafat jiwa dan filsafat pendidikan. Kejadian manusia menurut pandangan tarekat ini adalah karena qudrat dan irodat Allah. Ia menjadikan manusia dari dua eksistensi yang berbeda, yaitu eksistensi dalam ‘alamu al amri, dan eksistensi dalam ‘alam al khalqi. Ada lima antitas yang berasal dari ‘alamu al amri yang disebut lathoif (jama dari lathifah) yang berarti kelembutan.Yaitu latifah al akhfa, latifah al khofi, latifah al sirri, latifah al ruhi, dan latifah al qolb. Sedangkan yang berasal dari ‘alamu khalqi ada lima antitas, yaitu satu latifah dan empat anashir (jamsa’ dari unsur), Kelima entitas ini adalah latifah al nafs, unsur api, unsur udara, unsur air, dan unsur tanah. Menurut Valiuddin, ternyata teori tersebut adalah termasuk diantara temuan besar Imam Robbani al Mujaddid alf al sani (Syekh Ahmad Faruqi al Sirhindi) seorang mursyid Tarekat Naqsyabandiyah di India (w1624M).Informasi tentang lima latifah tersebut belum pernah disampaikan oleh para sufi sebelumnya, demikian juga komposisi lengkap struktur tubuh (jasmani dan rohani) manusia. Dari teori ini juga ditemukan filsafat jiwa yang sederhana tetapi sangat gamblang, rasional dan progresif, dan belum pernah ditemukan dalam filsafat-filsafat jiwa dari filosof atau sufi, sebelumnya. Dalam pandangan Ahmad al Sirhindi bahwa ‘alamu al amri adalah bahwa dunia eksistensi yang diciptakan Allah secara langsung melalui perintahNya “kun” atau “jadilah “. Sementara ‘alam al khalqi (fisik) suatu yang diciptakan secara gradual melalui sistem evolusi. Kedua ‘alam tersebut (‘alamul amri dan ‘alamul khalqi) memiliki eksistensi di wilayah kekuasaan Allah yang disebut dengan dairatu al imkan atau wilayah yang mungkin bagi Allah. ‘Alam al amri berada diatas ‘arsy (singgasana Allah) yang merupakan garis tengah di ratu alimkan dan ‘alam al khalqi berada dibawah ‘arasy, termasuk didalamnya bumi ini. Kesepupuh entitas pembentuk diri manusia tersusun rapi berdasarkan nilai kepadatan dan kelembutannya sebagai berikut. Organ ruhaniah – Organ jasmaniah -Latifah al akhfa – Latifah al nafs -Latifah al khafi – Unsur api -Latifah al sirri – Unsur udara -Latifah al ruhi – Unsur air -Latifah al qalbi – Unsur tanah . Secara berurutan dari atas kebawah, seluruh latifah dan unsur memiliki nilai kepadanya yang semakin besar, dan semakin kasar. Berat jenis masing-masing unsur materi jelas ada satuan pengukurannya.Sedangkan untuk unsur-unsur non materi sulit untuk menemukan ukurannya. Tetapi dalam tradisi mistik Hindu ada angka-angka yang dipergunakan untuk menunjukkan nilai kepadatan dan tingiinya getaran unsur materi, jiwa dan ruh. Yaitu tanah =4, air=6, api=10, udara=12, eter=16,pikiran=96,dan ruh=960 Peter Rendel, Introduction to the Cakras (Pengetahuan tentang cakra dan cara-cara melatih tenaga dalam Jawa Timur Indah 1`979 ). Jika latifah dipandang sebagai sebuah kesadaran, maka kedalaman kesadaran ruhaniah manusia akan membentuk interiotitasi sebagai berikut ,latifah al akhfa berada didalam latifah al khafi, ia berada didalam latifatu al sirri, sedangkan latifatu al sirri berada didalam latifatu al ruhi dan latifat al-ruhi berada di dalam latifat al- qalbi, sedangkan latifat al-qolbi berada dalam unsur-unsur jasmaniah manusia, yaitu api, udara, air, dan tanah. Keempat insur tersebut semakin keluar juga semakin padat. Akan tetapi bertemunya antara latifat al-qolbi, sebagai unsur ruhaniyah dengan unsur jasmaniah tersebut diantarai oleh latifat al-nafs. Ia merupakan eksistensi barzakhiy, keadaan antara jasmaniyah dan ruhaniyah. Dari uraian diatas tampaknya konsep dari teori tersebut sejalan dengan hadits qudsi sebagai berikut ini : بَنَيْتُ فِى جَوْفِ ابْنِ آدَمَ قَصْرًا، وَفِى القَصْرِ صَدْرًا، وَفِى الصَّدْرِ قَلْبًا، وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادًا، وَفِى اْلفُؤَادِ شَقَافًا، وَفِى الشَقَافِ لُّبًا، وَفِ الُّلبِّ سِرًّان وَفِى السِّرِّ أَنَا. Artinya : Allah berfirman : “ Aku jadikan pada tubuh anak Adam (manusia), itu ada istana, di situ ada dada, di dalam dada ada al-qolbi, di dalam qolb ada fu’ad, di dalam fu’ad ada syaqof, di dalam syaqof ada lub, dan di dalam lub ada sirr, sedangkan di dalam sirr ada AKU”. Untuk memehami sistem interiorisasi dalam “diri” manusia dapat diperhatikan gambar berikut ini : 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 A B A. Struktur menurut hadits Nabi B. Struktur menurut TQN ( A. Shirhindi) 1. Qasrun 1. Unsur Jasmaniah 2. Sadrun 2. Latifat al-nafs (jiwa) 3. Qalbun 3. Latifat al-qalb (Ruhaniyah) 4. Fu’adun 4. Latifat al-ruh ( Ruhaniyah) 5. Syaqofun 5. Latifat al-sir (Ruhaniyah) 6. Lubbun 6. Latifat al-khafi (Ruhaniyah) 7. Sirrun 7. Latifat al-akhfa (Ruhaniyah) Pada dasarnya lathaif berasal dari alam al amri itu adalah al ruh yang bersifat imaterial. Sedangkan semua yang berasal dari alam al-khalqi bersifat material. Tetapi karena Qudrat dan Iradat Allah, ketika Allah telah menjadikan badan jasmaniyah manusia, selanjutnya Allah menitipkan kelima lathaif tersebut ke dalam badan jasmani manusia dengan keterikatan yang sangat kuat. Lathifah-lathifah itulah yang mengendalikan kehidupan bathiniah seseorang, maka sudah barang tentu tempatnya ada di dalam badan manusia. Walaupun pada hakikatnya penciptaan ruh manusia (lima lathaif), tidak melalui sistem evolusi, akan tetapi dalam pandangan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, ruh ditiupkan oleh Allah ke dalam jasad manusia melalui proses. Ketika jasad Adam telah tercipta dengan sempurna maka Allah memerintahkan ruh-Nya untuk memasuki jasad Adam, maka dengan enggan ia menerima perintah tersebut. Ia memasuki melalui ubun-ubun, kemudian turun sampai ke batas mata, selanjutnya sampai ke hidung, mulut, dan seterusnya sampai ke ujung jari kaki. Maka setiap anggota tubuh Adam yang dilalui ruh menjadi hidup, bergerak, berucap, bersin dan memuji Allah. Dari proses inilah muncul sejarah-sejarah mistis tentang karakter manusia, sejarah shalat (takbir, ruku’,dan sujud), dan bahkan filsafat mistik Kristen, Hindu, dan Budha, tentang struktur ruhaniyah manusia (ruh, jiwa, dan raga), tampaknya disusun berdasarkan teori penciptaan ini. Pada proses penciptaan anak Adam pun juga demikian, proses bersatunya ruh kedalam badan melalui tahapan. Ketika sperma berhasil bersatu dengan ovum dalam rahim seorang ibu, maka terjadilah zygot (sel calon janin yang diploid), Ketika Allah meniupkan sebagian dari ruhnya (QS. Al-Sajadah : 9), yaitu ruh al hayat. Pada tahapan selanjutnya Allah menambahkan ruhnya, yaitu ruh al-hayawan, maka jadilah ia potensi untuk bergerak dan berkembang, serta tumbuh yang memang sudah ada bersama dengan masuknya ruh al-hayat. Sedangkan tahapan selanjutnya adalah peniupan ruh yang terakhir adalah ketika proses penciptaan fisik manusia telah sempurna (bahkan mungkin setelah lahir), Allah meniupkan ruh al-insan (haqiqat Muhammadiyah). Maka dengan ini, manusia dapat merasa dan berpikir. Sehingga layak menerima Taklif syari’ dari Allah, dan menjadi khalifahnya. Itulah tiga jenis ruh dan nafs yang ada dalam diri manusia, dari segi ruh atau nafs sebagai potensi. Sebagaimana para sufi dan para madzhab tasawuf yang lain, segi pandang ruh dan nafs yang ini tidak menjadi bahan kajian dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Akan tetapi yang menjadi sisi pandang dan fokus pembahasan tentang ruh dan nafs sebagai lathaif atau kesabaran. Lima lathaif yang ada dalam diri manusia tersebut adalah tingkatan kelembutan kesadaran manusia. Sehingga yang dibahas bukan hakikatnya, karena hakikat adalah urusan Tuhan (QS. Al-Isra’ : 85), tetapi aktifitas dan karakteristiknya. Latifat al-qalbi, bukan qolb (jantung) jasmaniyah itu sendiri, tetapi suatu lathaif (kelembutan), atau kesadaran yang bersifat rubbaniyah dan ruhaniyyah. Walaupun demikian ia berada dalam qalb (jantung) manusia sebagai media bereksistensi. Bahkan menurut al-Gazali, di dalam jantung itulah memancarnya ruh manusia itu. Latifat inilah hakikatnya manusia itu, dialah yang mengetahui dia yang bertanggung jawab, dia yang akan disiksa dan diberi pahala. Latifat ini pula yang dimaksudkan oleh Sabda Nabi : اِنِّ اللّهُ لاَ يَنْظُرُ اِلَى صُوَارِكُمْ وَاَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنَّ اللهُ يَنْظُرُ اِلَى قُلُوْ بِكُمْ. “ Sesungguhnya Allah tidak akan memandang rupa dan hartamu, tetapi ia memandang hatimu”. Latifat al-qalbi bereksistensi di dalam jantung jasmani manusia, maka jantung fisik manusia ibaratnya sebagai pusat gelombang, sedangkan letaknya di bawah susu kiri jarak dua jari (yang dinyatakan sebagai letaknya latifat al-qalbi) adalah ibarat canelnya. Maka jika seseorang ingin berhubungan dengan latifat ini harus berkonsentrasi pada tempat ini. Latifat ini memiliki nur berwarna kuning yang tak terhinggakan. Dan berada di bawah pengendalian Nabi Adam a.s. Demikian juga dengan latifat al-ruhi, dia bukan ruh atau hakikat ruh itu sendiri. Tetapi latifat al-ruhi adalah suatu entitas yang lebih dalam dari latifat al-qalbi. Dia tidak dapat diketahui hakikatnya, tetapi yang dapat dirasakan adanya, dan diketahui gejala dan karakteristiknya. Latifat ini terletak di bawah susu kanan jarak dua jari dan condong ke arah kanan. Warna cahayanya merah yang tak terhinggakan, dan ia berada di bawah kaki wilayah Nabi Nuh a.s. dan Nabi Ibrahim a.s. Selain tempatnya sifat-sifat baik, dalam latifat ini bersemayam sifat bathiniyah atau sifat binatang jinak. Dengan latifat ini pula seorang salik akan merasakan fana’ al-sifat (hanya sifat Allah saja yang kekal), dan tampak pada pandangan batinnya. Latifat al-sirri. Bagi para sufi terdahulu, latifat al-siri merupakan latifat yang paling dalam. Tetapi dalam temuan imam al-Rabbani al-Mujaddid, latifat ini belum merupakan latifat yang terdalam. Ia masih berada di tengah-tengah latifat al- ruhaniyat manusia. Tampaknya inilah sebabnya sehingga al-Mujaddid dapat merasakan pengalaman spiritual yang lebih tinggi dari para sufi sebelumnya, seperti Abu Yazid al-Bustami, al-hallaj, dan Ibn Arabiy. Setelah ia mengalami “ittihad” dengan Tuhan, ia masih mengalami berbagai pengalaman ruhaniyah, sehingga pada tataran tertinggi manusia ia merasakan sepenuhnya, bahwa abid dan ma’bud adalah berbeda, manusia adalah hamba, sedangkan Allah adalah Tuhan. Yang diketahui dari latifat ini adalah, ia memiliki nur yang berwarna putih berkilauan. Terletak diatas susu kiri jarak sekitar dua jari, berhubungan dengan hati jasmaniyah (hepar), dan di bawah qidam pengendalian wilayat Nabi Musa as. Selain latifat ini merupakan manifestasi sifat-sifat baik ia juga merupakan sarangnya sifat sabuiyyah atau sifat binatang buas. Dan dengan latifat ini seorang salik akan dapat merasakan fana’ fi al-dzat, dzat Allah saja yang tanpak dalam pandangan batinnya. Latifat al-khafi adalah latifat al-rabbaniyah al- ruhaniyah yang terletak lebih dalam dari latifat al-sirri. Hakikatnya merupakan rahasia ilahiyyat. Tetapi bagi para sufi, atau para mistikus, keberadaannya merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Cahayanya berwarna hitam, letaknya berada diatas susu sebelah kanan jarak dua jari condong ke kanan. Latifat ini berada di bawah qidam wilayah Nabi Isa a.s. berhubungan dengan limpa jasmani. Selain sebagai realitas dari nafsu yang baik, dalam latifat ini bersemayam sifat syaitanniyyah seperti hasad, kibir, khianat dan serakah. Sedangkan latifat yang paling lembut dan paling dalam adalah latifat al-akhfa. Tempatnya berada di tengah-tengah dada, dan berhubungan dengan empedu jasmaniah manusia. Latifat inbi memiliki nur cahaya berwarna hijau yang tak terhinggakan. Ia berada dibawah qidam kewalian Nabi Muhammad SAW. Dalam latifat ini seorang salik akan dapat merasakan ‘isyqn (kerinduan) yang mendalam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga sering-sering ruhaniah Nabi datang mengunjunginya. Latifat al-nafs al-naqitah. Latifat ini sebenarnya latifat yang berada dalam lapisan paling luar, karena ia merupakan latifat yang paling padat dan kasar. Bahkan menurut kategorisasi dalam tarekat ini, ia termasuk dalam kategori alam al-khalqi. Ini dapat dimengerti karena latifat ini adalah kesedaran kejiwaan yang terbentuk dari proses kerja “ alat-alat pikiran” yang berada di pusat syaraf, yaitu otak. Ia disebut latifat karena dari segi substansinya memiliki kelembutan di atas kelembutan atom-atom fisik seperti api (O2), udara (H2), air (H2O), maupun unsur tanah (Mg). Dalam ilmu kimia unsur yang berada di atas atom dan merupakan asalnya semua jenis atom disebut eater. Dalam sistem tarbiyat al-dzikr, latifat ini diletakkan pada urutan keenam (setelah seluruh latifat ruhaniyah). Filosof sistem tarbiyat ini tampaknya di pengaruhi atau mungkin kebetulan sama, dengan pemahaman al-Ghazali. Dalam pandangan al-Ghazali, al-sa’adat atau kebahagiaan dapat sempurna manakala memiliki tiga potensi dasar manusia, yaitu qadab (emosi), syahwat (keinginan), dan ilmu (pengetahuan). Padahal menurut tarekat ini, ketiga potensi tersebut berada dalam “wilayah kerja” latifat al-nafs al-naqitah, sehingga sudah barang tentu tarbiyat untuk latifat ini tidak dimaksudkan untuk mematikan ketiga potensi tersebut. Akan tetapi untuk menempatkannya pada posisi tengah (al-tawassut) sebagai kesempurnaan sejati dalam filsafat Ibnu Maskawaih. Dan itu akan efektif, apabila seorang murid telah menjalani riyadat (latihan) pada latifat-latifat yang lebih tinggi. Lagi pula latifat ini juga menerima pengkondisian yang terus menerus dengan sistem dzikir nafi isbat. Beberapa karakter yang dapat diketahui dari latifat al-nafs al-naqitah adalah ia memiliki cahaya yang berwarna biru terang terletak di antara alis mata dan kening manusia. Latifat ini berhubungan dengan otak jasmaniyah manusia pada lapisan pertama. Latifat al-qalab atau latifat kullu al-jasad, sebenarnya tidak terdapat dalam sistem interiorisasi organ manusia dalam konsepnya Ahmad Faruqi al-Shirhindi. Tetapi dalam sistem tarbiyat, latifat ini diterapkan dalam praktek dzikir sebagai puncak tarbiyat dzikr lathaif, dan sekaligus merupakan dzikirnya seluruh latifat al-ruhaniyah dan seluruh organ tubuh jasmaniyah. Selanjutnya dzikr dalam latifat ini dikenal dengan istilah sultan al-azkar. Tampaknya penambahan konsepsi tentang latifat al-qalab sebagai proses penyesuaian adanya tingkat ketinggian jiwa al-nafs al-kamilah yang merupakan sifat dan kualifikasi seseorang yang telah memiliki kesempurnaan jiwa insan kamil, menurut istilah al-Jiliy. Ciri-ciri latifat ini adalah cahayanya bening tidak berwarna yang berada pada seluruh permukaan kulit manusia. Mulai dari ubun-ubun, sampai ujung jaru kaki. Adapun substansi manusia dari unsur materi yaitu unsur api, udara, air dan tanah, tidak banyak dibicarakan dalam tarekat ini. Hal ini karena adanya keyakinan bahwa unsur-unsur jasmaniyah tersebut pada hakikatnya juga berasal dari Lathifah-lathifah tersebut. Latifat al-Qalbi adalah asalnya empat unsur manusia (api, angin, air, dan udara). Latifat al-ruh adalah asalnya unsur api. Sedangkan unsur angin (udara) berasal dari latifat al-khafi, unsur air berasal dari latifat al-sirr. Dan latifat al-akhfa merupakan asalnya unsur tanah. Sedangkan komponen perantara (barzakhi), di awali oleh latifat al-nafs al-naqitah, dan tetapi pembahasannya akan diperluas dalam pembahasan tentang filsafat jiwa.
Posted on: Sat, 20 Jul 2013 07:01:02 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015