Ucapan Jokowi yang Tidak Pernah Terpikirkan Sebelumnya “Apapun - TopicsExpress



          

Ucapan Jokowi yang Tidak Pernah Terpikirkan Sebelumnya “Apapun yang namanya pemimpin banyak salah dan kekeliruan dalam membuat kebijakan sehingga pemimpin perlu meminta maaf ke rakyat,” kata Jokowi di Balai Kota, Kamis 8 Agustus 2013. ” Bukan rakyatnya yang ke kita.” Terpikirkankah atau terbayangkankah ada pemimpin yang mengucapkan kalimat di atas? Selama ini pemimpin-pemimpin yang kita kenal, jangankan untuk meminta maaf, mengakui kesalahannya saja tidak. Mungkin bagi para pemimpin mengakui kesalahan, apalagi sampai meminta maaf adalah tabu untuk dilakukan. Lebih lagi para pemimpin kita seolah tidak merasa melakukan kesalahan. Mereka mencitrakan dirinya seolah bersih dari segala kesalahan dan kekhilafan. Mungkin mereka menganggap rakyatnya sedemikian bodohnya sehingga merasa baik tindakan maupun ucapannya tidak ada yang memperhatikan. Dalam pidatonya di Young Leader Forum 2013 di Jakarta pada 18 April 2013 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menguapkan “My loyalty to my party ends, where my loyalty to my country begins”. Saat mengucapkannya SBY seolah tidak merasa bersalah mengingat 18 hari sebelumnya ia terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, partai yang didirikan oleh SBY sendiri. Entah apa yang terjadi dalam diri SBY? Tidakkah SBY merasa malu atas terpilihnya ia sebagai ketua umum partai politik mengingat pada 19 Juli 2012 SBY meminta kepada para menterinya yang sibuk dengan urusan politik untuk mengundurkan diri dari jabatannya di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. “Bagi saudara yang memang tidak bisa membagi waktu dan harus menyukseskan tugas politik, parpol manapun, saya persilahkan baik-baik untuk mengundurkan diri,” kata Presiden SBY tegas. Ironisnya, dari 34 menterinya, justru yang terlihat paling sibuk mengurusi partainya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa yang juga besan SBY sendiri. Melihat My loyalty to my party ends, where my loyalty to my country begins” yang diucapkanya dengan penuh percaya diri tentu saja tidak sedikit pun SBY merasa bersalah apalagi malu. Hal serupa pun bisa dilihat dalam pidato SBY saat menerima 2013 World Statesman Award(WSA) dari Appeal of Conscience Foundation (AoCF) di New York, Amerika Serikat 30 Mei 2013. “ … Bersamaan dengan kemajuan ke depan kami, kami tidak akan mentolerir setiap bentuk kekerasan yang dilakukan oleh kelompok manapun dengan mengatasnamakan agama. Kami tidak akan membiarkan penodaan tempat-tempat ibadah agama manapun atas alasan apapun. Kami akan selalu melindungi kaum minoritas dan memastikan tidak ada yang terdiskriminasi. Kami akan memastikan bahwa mereka yang melanggar hak-hak orang lain akan diganjar hukuman yang setimpal..” Demikianlah kutipan pidato SBY yang dibacakan tanpa merasa bersalah mengingat di saat yang bersamaan pemerintah yang dipimpinnya tidak berdaya menghadapi konflik antar Sampang, Kekerasan terhadap umat Ahmadiyah, belum selesainya persoalan Gereja Yasmin, dan banyak konflik lainnya. Tidak hanya SBY, Aburizal Bakrie malah menganggap warga Sidoarjo mendukungnya sebagai calon presiden. Tanpa merasa bersalah, bahkan Ical mengatakan popularitasnya di Jawa timur paling tinggi terdatat di Sidoarjo. “Kalau ditanya di Jawa Timur, saya paling bagus di mana? Di Sidoarjo. Kenapa? Karena orang Sidoarjo tahu betul keadaannya,” kata capres dari Partai Golkar ini di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta 6 Agustus 2013. Jokowi, SBY, dan Ical adalah sosok pemimpin yang memaknai arti kepemimpian sesuai keribadiannya masing-masing. Berbeda dengan SBY dan Ical, Jokowi dengan pola kepeimpinan horizontalnya memposisikan dirinya sebagai pengabdi rakyat yang memiliki banyak kesalahan dalam kebijakan-kebijakannya. Sedang SBY dan Ical memposisikan dirinya sebagai “maharaja” yang segala titahnya harus diterima sebagai firman Tuhan. Pernyataan Jokowi yang menyebut pemimpin banyak melakukan kesalahan dan kekeliruan merupakan cermin kecerdasan emosional yang belum ditemui dari pemimpin lainnya. Sekalipun pernyataan tersebut bersifat normatif, namun Jokowi telah menempatkan dirinya sebagai pembeda dengan pemimpin-pemimpin lainnya.
Posted on: Sat, 10 Aug 2013 13:56:43 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015