Wilujeung enjing ... Integritas Teks - TopicsExpress



          

Wilujeung enjing ... Integritas Teks al-Quran --------------------------------------------- 1. Soal Kelengkapan al-Quran 2. Ini kultwit singkat tentang masalah yang sekarang dianggap sangat sensitif. 3. Yakni apakah al-Quran yang sampai kepada kita ini, yang dikenal dgn mushaf Usmani, merepresentasikan al-Quran zaman Nabi? 4. Kultwit ini bukan soal keraguan atas kelengkapan Quran, tp mengenalkan masalah yg pernah menghangatkan jagat intelektual Muslim dahulu. 5. Kita tahu, biasanya kaum Syi’ah dituduh punya Quran berbeda, dan dianggap menyebarkan gagasan bhw Qur’an versi Usman itu tdk lengkap. 6. Padahal, literatur-literatur Sunni sendiri yang memuat banyak riwayat yang memperlihatkan ketidak-lengkapan mushaf Usmani. 7. Kitab2 yang bisa dirujuk ialah, antara lain, Kitab al-mashahif-nya Sijistani, Mukhtashar fi shawadz al-Quran-nya Ibn Khalawaih, al-Itqan-nya Suyuti. 8. Banyak keberatan ditujukan pada teks al-Qur’an versi Usmani yang dibakukan hingga sekarang. 9. Sejumlah riwayat menyebutkan, banyak sahabat terkemuka tdk menjumpai dalam teks Usmani sejumlah ayat yg mereka sendiri dengar dari Nabi. 10. Ubay bin Ka’ab, misalnya, mendaku bahwa surat al-Bayyinah dlm mushaf Usmani berbeda dgn yang ia dengar dari Nabi. 11. Ia juga berkata, bahwa versi orisinal dari surat al-Ahzab lebih panjang dari yang tertulis dalam mushaf Usmani. 12. Hal ini dikuatkan oleh kesaksian Zaid bin Tsabit dan Aisyah bahwa pada masa hidup Nabi surat al-Ahzab tiga kali lebih panjang. 13. Hudzaifah bin Yaman menemukan tujuh puluh ayat tdk tercantum dalam teks Usmani, ayat2 yg ia sendiri biasa membacanya masa pada hidup Nabi. 14. Hudzayfah berkata, surat al-Bara’ah (ke-9) dalam teks Usmani hanya sepertiga atau seperempat dari apa yang ada pada masa Nabi. 15. Ada juga riwayat-riwayat yg menggambarkan keluhan sahabat bahwa ayat dlm mushaf berbeda dgn yg dibacanya pada zaman Nabi. 16. Dengan kata lain, mereka menemukan ayat-ayat tertentu dalam bentuk berbeda. 17. Itu semua direkam dalam literatur-literatur Sunni yg saya sebutkan di atas dan kitab2 lainnya juga. Tentu saja, kebenarannya subject to discussion. 18. Memang ada kecendrungan di kalangan ulama belakangan utk mempersoalkan reliabilitas pandangan2 para sahabat tersebut. 19. Umumnya, mereka menganggap isnad atau transmisi riwayat2 itu lemah dan karenanya informasi yang dikandungnya tdk dapat diterima. 20. Please be aware of that. Bahkan ketika Suyuti, misanya, mengutip riwayat-riwayat mereka, bukan utk membenarkan, tp utk menolak mereka. 21. Singkatnya, tdk mungkinlah sahabat-sahabat tersebut menyangsikan kelengkapan mushaf Usmani. 22. Dari perspektif historis, kenyataan bahwa pendapat2 para sahabat tersebut bertentangan dgn kenyakinan ortodoksi perlu direnungkan. 23. Ada analisis menyebutkan, ketidaksesuaian riwayat-riwayat di atas dgn paham ortodoksi juetsru memperlihatkan bahwa itu genuine. 24. Sebab, utk apa riwayat-riwayat yg akan mencederai atau mendiskreditkan mushaf resmi itu dimunculkan. 25. Jadi, ke”nyelenih”an riwayat-riwayat tersebut dapat dijadikan argumen tentang ke-otentik-annya. 26. Joseph Schacht membuat kaidah yang banyak dikutip sarjana kontemporer, yakni, “semakin kuat isnad-nya, semakin belakangan matan-nya.” 27. Argumen klasik lain soal keterjagaan al-Quran dari kemungkinan tdk lengkap ialah keyakinan bahwa Allah sendiri yg menjaganya. 28. Argumen ini didasarkan pada dua hal. Pertama, keyakinan yg sudah diwariskan turun temurun dan, kedua, ayat al-Quran. 29. Soal keyakinan, ya yg namanya keyakinan sulit dipersoalkan. Izinkan saya tdk mendiskusikannya. 30. Tapi, argumen kedua menarik didiskusikan. Ayatnya surat al-Hijr ayat 9: “Sesungguhnya kami turunkan al-dzikr, dan kami juga menjaganya.” 31. Frase terakhir “Kami menjaganya = inna lahu lahafidhun” seringkali dijadikan argumen bahwa Allah menjaga al-Quran. 32. Pertama, krn dzikr itu disebutkan sebagai nama lain al-Quran. Kedua, dhamir “lahu” kembali pada dzikr, sehingga “menjaga dzikr.” 33. Begitulah ayat tersebut ditafsirkan oleh banyak mufassirun. Silakan jika anda mengikuti tafsiran tersebut. Ndak masalah. 34. Tapi, ayat itu bisa juga ditafsirkan berbeda. Misalnya, yg dijaga itu ialah proses pewahyuannya (tanzil) dari distorsi/gangguan setan. 35. Dlm beberapa ayat disebutkan, jin/setan itu mengganggu proses pewahyuan al-Quran. Bisa jadi ayat menegaskan keterjagaan pewahyuan Quran. 36. Juga, banyak sarjana mendiskusikan perbedaan nazzala dan anzala, yg keduanya kerap diartikan “diturunkan.” 37. Biasanya, kata “nazzala”, seperti dlm ayat di atas, diartikan diturunkannya wahyu secara bertahap selama kenabian Muhammad. 38. Hal ini menguatkan hipotesis bahwa yg dijaga ialah proses pewahyuannya, bukan Quran dalam pengertian buku tertulis (mushaf). 39. Jikapun penjagaan itu terkait “dzikr”, dzikr itu merujuk pada wahyu Ilahi yg diturunkan kepada Nabi, bukan teks tertulis. 40. Ketika Quran menyebut dirinya “dzikr” atau “quran” atau “kitab” itu disebut, bahasa kerennya, “self-referentiality.” 41. Apa maksud self-referentiality al-Quran? Ini sudah banyak didiskusikan para sarjana. 42. Tema ini bisa kita diskusikan di lain waktu. Tungggu saja, he he. 43. Penutup, kultwit ini sekedar utk menggambarkan betapa soal integritas teks al-Quran dibicarakan ulama-ulama dahulu secara terbuka. 44. Diskusi semacam ini sekarang memang redup. Dan tak ada salahnya kan kita hidupkan kembali. 45. Selesai. Wa Allahu a’lam bi l-shawab. #kulface,kultwit nya pak Munim Sirry
Posted on: Sun, 24 Nov 2013 00:29:29 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015