World News : Asia di Ambang Krisis ?? Kejatuhan mata uang dan - TopicsExpress



          

World News : Asia di Ambang Krisis ?? Kejatuhan mata uang dan saham di Asia akhir-akhir ini membangkitkan memori akan Krisis Moneter 1998, yang meluluhlantahkan ekonomi kawasan, termasuk Indonesia. Mungkinkah terulang kembali? Financial CrisisPenguatan dollar dan kenaikan bunga riil di AS telah menyebabkan negara di Asia menaikkan bunganya juga. Bila tren ini berlanjut, bisa membawa Asia ke situasi mirip 1990an, menurut Morgan Stanley. Bank investasi itu mengatakan dalam laporannya kenaikan bunga riil AS yang mengejutkan itu dan apresiasi dollar memaksa Asia menaikkan bunga di saat PDB sedang melambat. Pengetatan ini hanya menambah tekanan pada pertumbuhan. Dalam siklus ini, seperti 1995 dan 2001, bunga riil AS naik seiring dengan penurunan defisit perdagangannya, yang membuat dollar terapresiasi, tapi memaksa mata uang Asia melemah dan bunga dinaikkan. Laporan itu juga menyebutkan bahwa di Asia kecuali Jepang, negara dengan defisit transaksi berjalan berisiko kesulitan pembiayaan. “Berdasarkan itu, India, Indonesia, Australia, Thailand, Hong Kong dan Singapura menjadi yang paling rentan,” katanya. Namun ada juga yang berpendapat lain. Mereka melihat kondisi saat ini belum bisa dianggap sebagai cikal bakal krisis. Salah satunya adalah Stephen Schwartz, chief economist BBVA. Lewat wawancara dengan Wall Street Journal, ia berargumen meski kala itu dan sekarang sama-sama ada periode arus dana keluar dan depresiasi mata uang, kondisi fundamental sudah berbeda. Pertama adalah kebijakan nilai tukar, kala itu banyak negara Asia yang memberlakukan pematokan mata uang, yang sulit dijaga terhadap serangan spekulan. Sekarang banyak yang menjalankan nilai tukar mengambang, jadi tidak perlu intervensi setiap waktu yang membuat cadangan devisa jebol. Kedua, cadangan devisa negara Asia saat ini jauh lebih besar dari 1990an, jadi mereka punya banyak amunisi. Ketiga adalah transparansi, kini negara Asia menyediakan data termasuk jumlah cadangan devisa sampai kredit macet di sistem perbankan. Jadi memberi peluang ke pasar untuk melakukan penyesuaian. Keempat, neraca transaksi berjalan Asia kini lebih sehat. Sebelum Krisis Moneter, banyak negara Asia yang mencatat defisit besar, bahkan ada yang dua digit. Kini, negara seperti Hong Kong, Korsel, China dan Taiwan mendulang surplus besar. Kelima, utang luar negeri, inilah pemicu utama krisis Asia. Kala itu, pemerintah, perusahaan dan bank punya banyak utang berbentuk dollar, tapi pendapatan dalam mata uang lokal. Ketika depresiasi, mereka tidak mampu bayar. Kini perusahan Asia berorientasi global, jadi mampu mengumpulkan devisa. Keenam, reformasi perbankan yang dijalankan negara Asia menerapkan pengawasan yang lebih ketat. Meski belum memprediksikan krisis, Schwartz juga tidak ingin meremehkan kondisi. Ia memperingatkan penting bagi pemerintah menerapkan kebijakan yang cermat. Salah kebijakan, seperti yang terjadi di India, menjadi faktor yang membuat keadaan tak terkendali. SFXindonesia by : y
Posted on: Mon, 02 Sep 2013 02:11:19 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015