kutipan novel TERDAMPAR DI KOTA SERIBU - TopicsExpress



          

kutipan novel TERDAMPAR DI KOTA SERIBU SUNGAI ............................................................................................... “Kabarnya Den Deni putus sama Neng Lisda ya?” tanya Mang Didin. “Iya Mang. Putus.” “Aduh, sayang ya Den. Padahal Mamang sudah siapkan ratusan ayam potong. Tuh lihat satu kandang itu khusus buat pesta perkawinan Den Deni.” “Habis mau bagaimana lagi Mang? Itu kan dia yang mau putus?“ “Lalu ayam-ayam itu, Den?” “Di jual saja Mamang. Kalau perlu dijual dengan kandang-kandangnya sekalian.” “Jangan. Kandangnya jangan dijual. Itu kan kandang peninggalan almarhum abahnya Den Deni? Kenapa Aden?” “Tidak kenapa-kenapa, Mamang. Deni mau pergi jauh Mamang.” “Tidak kenapa-kenapa tapi mau pergi jauh. Mamang tidak mengerti?” “Deni mau cari kerja di Kalimantan saja.” “Tapi tetap jadi guru kan?” “Ya, pasti lah itu. Kan Deni sekolahnya sekolah guru? Tentu saja Deni akan melamar jadi guru.” “Kenapa harus ke Kalimantan Den? Apa tidak bisa melamar di sini saja Den? Kalau di sini kan masih bisa mengelola peternakan ayam ini, Den?” “Nah itu dia, Mang. Justru karena peternakan ini pertunangan kami jadi putus.” “Lho? Kenapa, Den? Memangnya ada yang salah ya dengan peternakan ayam kita ini?” “Sebenarnya tidak ada yang salah.” “Kalau tak ada yang salah mengapa harus putus?” “Yang salah adalah mengapa Deni mau jadi pengusaha ayam.” “Kenapa Den?” “Dia itu trauma dengan pengusaha ayam. Dia benci dengan pengusaha ayam. Karena ibunya itu dulu meninggal karena selingkuh dengan pengusaha ayam.” “O gitu yang Den? Kasihan ya?” “Iya Mang. Tetapi yang Deni tidak habis pikir, mengapa ia mau saja menjadi istrinya Pak Taufik?” “Pak Taufik Jaya itu?” “Iya Mang. Pak Taufik Jaya Amijaya itu.” “Pak Taufik Jaya yang Doktor itu?” “Iya Mang. Profesor Dr. Taufik Jaya Amijaya M.Sc.MM itu.” “Pak Taufik itu kan sudah menduda dua kali.” “Iya Mang. Istri yang diceraikan itu dulunya juga mahasiswanya sendiri.” “O gitu ya Den? Mamang baru tahu kalau Pak Taufik itu sukanya memperistri para mahasiswinya sendiri. Memang dosen-dosen itu suka yang begitu-begituan ya Den?” “Tidak juga. Hanya ada satu dua orang saja yang sama seperti Pak Taufik itu.” “O jadi itu masalahnya yang membuat Den Deni mau hijrah ke Kalimantan?” “Iya Mang. Kalau Deni masih di sini, Deni nggak bisa tenang Mang. Deni nggak mau ketemu lagi dengan mereka.” “Mereka siapa, Den?” “Ya mereka si Lisda dan Pak Taufik itulah. Lagi pula Pak Taufik itu dosennya yang sudah mengincar Lisda sejak tahun-tahun kemaren.” “Lho? Dosennya Neng Lisda itu dosennya Den Deni juga kan?” “Iya Mang. Gara-gara Lisda trauma dengan pengusaha ayam itulah, makanya niat dosennya memperistri Lisda segera kesampaian.” “Begini ya Den. Kalo Den Deni mau hijrah ke Kalimantan, ya hijrah ada. Tapi kandang ternak ini jangan dijual. Biar Mamang yang jalankan usaha peternakan ini. Ya seperti yang sekarang inilah. Kan sebagian besar modalnya juga berasal dari Den Deni? Jadi biar nanti keuntungan bagian Den Deni tiap bulan Mamang transfer ke rekening Den Deni.” “Iya Mang. Maksud Deni juga maunya ya begitu, Mang.” “Oke, Den. Deal. Siapa takut? Hehehe.” “Kok Mamang bisa juga ngomong kaya ABG gitu? Hahaha.” “Iya Den. Saking gembiranya Mamang jadi ikutan kaya ABG gitu. Hahaha.” Mang Didin menyambut gembira keinginan Deni Komara yang ingin ke Kalimantan itu. Karena bagi Mang Didin rencana kepindahan Deni Komara keponakannya itu bukan kepindahan biasa. Tetapi itu berarti Deni akan kembali ke tanah leluhurnya sendiri. Bukankah kakek dan neneknya itu berasal dari Kalimantan Selatan? Berarti ayahnya juga asli keturunan Banjar. Sedangkan ibunya asli Jawa Barat. Hanya saja karena kakeknya tidak pernah pulang kampung, maka Deni pun juga tidak pernah ke tanah leluhurnya itu. Sampai larut malam, Deni Komara tidak bisa juga memejamkan matanya. Ingatannya senantiasa melayang pada sosok Lisda mantan tunangannya itu. Jika bukan karena trauma yang dialami Lisda. Tentulah Lisda itu tidak akan masuk kedalam mulut buaya darat itu. Sebenarnya Lisda Ariyani itu bukan tidak tahu siapa sebenarnya Pak Taufik Jaya Amijaya itu. Sebenarnya ia itu sangat mengenal si buaya darat itu. Seorang dosen gatal yang biasa mengarap mahasiswinya. Seekor buaya darat yang berprofesi sebagai dosen itu sudah banyak menggarap mahasiswinya. Sebenarnya pihak fakultas juga sudah mengetahui hal itu. Hanya saja sampai saat ini tak ada mahasiswi yang mengeluh dan melaporkannya. Hanya saja sampai saat ini Profesor Dr. Taufik Jaya Amijaya M.Sc. MM. itu masih berstatus dosen senior yang sangat diperlukan di mana-mana. Khususnya beberapa perguruan tinggi swasta yang wajib memiliki beberapa guru besar setingkat profesor.
Posted on: Thu, 27 Jun 2013 05:16:16 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015