populasi hewan Jumat, 18 Mei 2012 Daftar Nama Binatang Paling - TopicsExpress



          

populasi hewan Jumat, 18 Mei 2012 Daftar Nama Binatang Paling Langka. Berikut daftar binatang dari kelas mamalia yang paling langka di Indonesia berdasarkan jumlah spesies (populasi) dan status konservasi yang diberikan oleh IUCN Redlist sebagai critically endangered (kritis). 1. Badak Jawa (Rhinocerus sondaicus). Binatang endemik pulau Jawa dan hanya terdapat di TN. Ujung Kulon ini merupakan binatang paling langka di dunia dengan jumlah populasi hanya 20-27 ekor. 2. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Populasi badak sumatera hanya 220-275 ekor (2007), bahkan menurut International Rhino Foundation (Virginia) diperkirakan populasi badak sumatera tidak mencapai 200 ekor (2010). 3. Macan Tutul Jawa atau Macan Kumbang (Panthera pardus melas). Subspesies ini populasinya kurang dari 250 ekor. 4. Rusa Bawean (Axis kuhlii) Binatang langka endemik pulau Bawean dengan populasi antara 250-300 ekor (2006). 5. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Subspesies harimau ini populasinya tinggal 400-500 ekor. 6. Beruk Mentawai (Macaca pagensis). Satwa endemik dan langka dari Kepulauan Mentawai, populasinya antara 2.100-3.700 ekor. 7. Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Binatang langka ini populasinya sekitar 7.300 ekor (2004). 8. Simpei Mentawai (Simias concolor). Endemik Kepulauan Mentawai. Populasi 6.000-15.500 ekor (2006). 9. Kanguru Pohon Mantel Emas ( ). Endemik Papua, populasinya N/A. 10. Kanguru Pohon Mbaiso atau Dingiso (Dendrolagus mbaiso). Endemik Papua Indonesia 11. Kera Hitam Sulawesi (Macaca nigra). Kera langka dari Maluku dan Sulawesi dengan populasi sekitar 100.000 ekor. Binatang Langka Lainnya. Selain 11 binatang paling langka di Indonesia di atas, masih terdapat hewan-hewan langka lainnya yang oleh IUCN Redlist dimasukan dalam status konservasi “endangered” (terancam punah), satu tingkat di bawah kategori “critically endangered”. Binatang-binatang tersebut antara lain (diurutkan berdasarkan abjad nama Indonesia): 1. Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis) 2. Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi) 3. Ajag (Cuon alpinus) 4. Banteng (Bos javanicus) 5. Bekantan (Nasalis larvatus) 6. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus) 7. Gibbon Kalimantan (Hylobates muelleri) 8. Gibbon Kalimantan White-bearded Gibbon (Hylobates agilis) 9. Kambing Hutan Sumatera (Capricornis sumatraensis sumatraensis) 10. Kanguru Pohon Goodfellow (Dendrolagus goodfellowi) 11. Kucing Merah (Pardofelis badia) 12. Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) 13. Kuskus (Phalanger alexandrae) 14. Lutra Sumatra (Lutra sumatrana) 15. Macan Dahan Kalimantan (Neofelis diardi borneensis) 16. Macan Dahan Sumatera (Neofelis diardi diardi) 17. Monyet Sulawesi (Macaca maura) 18. Musang Air (Cynogale bennettii) 19. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) 20. Owa Jawa (Hylobates moloch) 21. Paus Bersirip (Balaenoptera physalus) 22. Paus Biru (Balaenoptera musculus) 23. Siamang (Hylobates klossii) 24. Siamang (Symphalangus syndactylus) 25. Tapir Asia (Tapirus indicus) 26. Trenggiling (Manis javanica) 27. Ungko (Hylobates agilis) 28. Wau-wau (Hylobates lar) Daftar binatang langka Indonesia di atas saya batasi hanya satwa dari kelas mamalia, untuk daftar binatang langka dari kelas aves (burung) silahkan membaca artikel saya berjudul Daftar Burung Langka Di Indonesia. Sedangkan untuk daftar flora atau tanaman yang terancam punah, baca artikel: Daftar Tumbuhan Langka. Informasi lebih lengkap tentang masing-masing spesies dari dalam binatang langka di Indonesia dapat dibaca dengan meng-klik tautan (link) yang tersedia atau dapat dicari di halaman Daftar Catatan. Diposkan oleh muklis GMR.8 di 23.43 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Populasi Penguin Meningkat di Antartika Populasi Penguin Meningkat di Antartika Survei dengan menggunakan teknologi pemetaan satelit baru-baru ini menunjukkan jumlah populasi penguin emperor di Antartika meningkat dua kali lipat daripada prakiraan sebelumnya. ________________________________________ Sekelompok Penguin Emperor terlihat di Dumont dUrville, Antartika (10/4). Sensus binatang di habitat Antartika menunjukkan meningkatnya jumlah penguin jenis Emperor ini. • Para ilmuwan dari Amerika Serikat, Australia dan Inggris mengatakan gambar resolusi tinggi dari satelit membantu mereka menghitung 595 ribu ekor penguin emperor di Antartika. Prakiraan sebelumnya menetapkan jumlah penguin tersebut di benua Kutub Selatan itu berkisar antara 270 ribu hingga 350 ribu ekor. Para ilmuwan mengatakan penggunaan gambar resolusi tinggi memungkinkan mereka untuk dengan efisien dan benar menaksir seluruh populasi penguin tanpa ada dampaknya terhadap lingkungan Antartika. Menurut mereka, kawanan penguin sangat sulit dipelajari karena habitat mereka sering terletak di daerah yang tidak dapat dimasuki manusia dimana suhu dapat anjlok ke minus 50 derajad Celsius. Para peneliti mengatakan hasil sensus satelit itu adalah patokan penting untuk memantau dampak perubahan iklim terhadap populasi penguin emperor. Penulis pemimpin laporan itu, Peter Fretwell dari British Antartic Survey, juga mengemukakan ini adalah sensus menyeluruh satu jenis binatang, yang dilakukan dari angkasa. Para ilmuwan mengatakan temuan sekarang ini menunjukkan kawanan penguin emperor di Antartica rawan terhadap pengaruh perubahan iklim. Tetapi, karena teknologi satelit membuat census seluruh benua secara teratur mudah, biayanya tidak tinggi, dan ramah lingkungan, para peneliti mengatakan mereka sekarang dapat dengan lebih baik melacak dampak pemanasan global terhadap jenis burung yang menjadi lambang benua ini. Diposkan oleh muklis GMR.8 di 23.33 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Alih fungsi hutan desak populasi Gajah Kerdil Borneo Alih fungsi hutan desak populasi Gajah Kerdil Borneo Posted on 18 April 2012 JAKARTA – Organisasi konservasi WWF Indonesia dalam penelitiannya sejak tahun 2007 hingga 2011 mengungkap keberadaan gajah Borneo (Elephas maximus borneensis) dengan perkiraan populasi sementara pada kisaran 20-80 individu di wilayah utara Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia. Namun, perambahan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang terus terjadi menyebabkan semakin berkurangnya habitat serta wilayah jelajah gajah Borneo. Hilangnya habitat hutan wilayah jelajah gajah Borneo, membuat satwa yang kerap dijuluki “Borneo pygmy elephant” atau gajah kerdil Borneo tersebut terdesak, sehingga kemudian memicu adanya konflik antara manusia dan gajah. Data WWF menunjukkan bahwa dari 2005 hingga 2007 tercatat sekitar 16 ribu tanaman sawit milik masyarakat dan perusahaan perkebunan rusak dimakan gajah. Dari hasil pemantauan, tahun 2005 hingga 2009 terdapat 11 desa yang rawan konflik gajah, semua desa-desa tersebut berada di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Untuk mengurangi resiko konflik gajah, khususnya di Kecamatan Tulin Onsoi Kabupaten Nunukan, WWF Indonesia bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim dan Pemerintah Kabupaten Nunukan membantu memfasilitasi pembentukan anggota Satuan Tugas (satgas) mitigasi konfik gajah yang anggotanya terdiri dari masyarakat setempat. Tugas utama Satgas adalah melakukan pencegahan dan penanggulangan konflik gajah. “WWF Indonesia mengharapkan adanya dukungan operasional serta pendampingan dari pemerintah dan pihak swasta kepada anggota Satgas gajah tersebut,” kata Agus Suyitno, Staff Mitigasi Konflik Gajah WWF Indonesia di Nunukan. “Pemerintah dan semua pihak terkait diharapkan dapat mempertahankan hutan habitat gajah yang tersisa, agar konflik tidak bertambah besar,” tambah Agus. Selain melakukan kerjasama dengan masyarakat, pemerintah dan LSM, WWF juga bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan konsesi yang beroperasi di wilayah habitat gajah untuk pengembangan dan implementasi rencana pengelolaan konservasi gajah, yang terintegrasi dalam pengelolaan konsesi secara berkelanjutan. Survei WWF-Indonesia tahun 2010 dan 2011 memfokuskan kegiatan di wilayah konsesi hutan alam PT Adimitra Lestari yang dilewati oleh sungai – sungai utama di Kabupaten Nunukan seperti Sungai Agison, Sibuda, Tampilon, Apan, dan merupakan habitat terakhir serta jalur lintasan gajah Borneo di wilayah Indonesia. Survei bertujuan memantau keberadaan gajah di habitat utamanya, sehingga informasi terbaru mengenai kondisi habitat, populasi dan pergerakannya dapat diketahui. “Peran serta pihak swasta dalam pengelolaan habitat satwa dilindungi, khususnya di areal konsesi yang dimilikinya, menjadi kunci keberhasilan upaya perlindungan gajah Borneo,” ujar Anwar Purwoto, Direktur Program Kehutanan, Spesies dan Air Tawar, WWF-Indonesia. “WWF memberikan apresiasi kepada pemegang konsesi seperti PT Adimitra Lestari atas komitmennya untuk terlibat aktif melindungi spesies langka di dalam lahan konsesi mereka. Hal ini merupakanwujud implementasi ekonomi hijau dimana kegiatan produksi tidak menggangu populasi satwa yang terancam punah, namun bisa berjalan sering”, tambahnya. WWF-Indonesia melalui program Global Forest & Trade Network (GFTN) memfasilitasi PT Adimitra Lestari dalam meningkatkan pengelolaan hutan alam yang mereka kelola. Artinya kegiatan operasional perusahaan tidak merusak habitat gajah, lintasan edar dan pohon – pohon yang menjadi pakan gajah. Gajah Borneo masih mampu bertahan hidup di dalam kawasan hutan produksi yang sedang ditebang, selama satwa ini disediakan ruang bergerak dan sumber pakan alami. . Penebangan kayu di hutan dapat berjalan bersama-sama dengan pelestarian gajah, selama praktiknya dilakukan secara tepat. “Kami memiliki semangat dan komitmen tinggi untuk mengelola konsesi hutan alam secara bertanggung jawab. Kehadiran gajah Borneo sudah ada jauh sebelum kami beroperasi di wilayah tersebut, sehingga keberadaan mereka harus dihargai. Pengelolaan perusahaan kami sesuaikan dengan kebutuhan dan populasi gajah yang ada,” kata Bambang Supriambodo, Direktur Utama PT Adimitra Lestari. Gajah Borneo merupakan subspesies terpisah dari gajah Sumatra dan daratan Asia lainnya – hal itu telah dibuktikan melalui uji DNA pada tahun 2003. Karena ukuran tubuhnya yang relatif paling kecil diantara gajah lainnya, Gajah Borneo kerap dijuluki “Borneo pygmy elephant” atau gajah kerdil Borneo. IUCN mengklasifikasikan satwa ini dalam kategori terancam (endangered). Diposkan oleh muklis GMR.8 di 23.29 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Beranda Langganan: Entri (Atom) Arsip Blog • ▼ 2012 (3) o ▼ Mei (3) Daftar Nama Binatang Paling Langka. Berikut daftar... Populasi Penguin Meningkat di Antartika Alih fungsi hutan desak populasi Gajah Kerdil Born... Mengenai Saya muklis GMR.8 Lihat profil lengkapku Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger. Pengertian Populasi Pengertian Populasi yang pertama ialah kumpulan individu sejenis yang berada pada suatu wilayah dan waktu tertentu. Pengertian Populasi yang kedua ialah merupakan seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Populasi berhubungan dengan data, bukan dengan manusianya. Populasi memiliki parameter yakni besaran terukur yang menunjukkan ciri dari populasi itu. Seperti rata- rata bentangan, variansi, simpangan baku dll. Parameter suatu populasi adalah tetap nilainya, bila nilainya berubah, maka populasinya juga akan berubah. Pengertian Populasi yang ketiga ialah merupakan suatu keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda- benda, hewan, tumbuhan, gejala- gejala, nilai tes atau peristiwa- peristiwa, yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian. Aku, Pendidikan dan Biologi • Home • About Label biologi (1) event (4) kesehatan (1) organisasi (2) research (2) Blog Archive • ► 2012 (3) • ▼ 2011 (17) o ▼ Mei (2) POPULASI HEWAN ASAL-USUL EUKARIOTA o ► April (5) o ► Maret (1) o ► Februari (9) • ► 2010 (6) Another Templates Followers Windows Live Messenger Takkan berhenti belajar.... yang poenya... Ayu Rachmawati Kuningan, Jawa Barat, Indonesia Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bilogi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Kuningan Lihat profil lengkapku Ada kesalahan di dalam gadget ini Ada kesalahan di dalam gadget ini Mencari lagi... undefined undefined POPULASI HEWAN Posted by Ayu Rachmawati POPULASI Populasi adalah himpunan individu-individu suatu spesies organisme yang terdapat di suatu tempat pada suatu waktu. Satuan terkecil pembangun populasi adalah individu. Individu-individu suatu spesies hewan di suatu tempat memperlihatkan variasi individu, yakni persamaan dan perbedaan menyangkut aspek-aspek fisiologis, structural-morfologis, perilaku, baik yang bersifat herediter maupun tidak. Pengertian populasi ditujukan untuk individu-individu spesies yang sama (homospesies, monospesies). Namun, dalam praktek sehari-hari istilah populasi adakalanya digunakan dalam pengertian heterospesies (polispesies). Misal, populasi capung di kampus,populasi burung di Kota Bandung. Istilah populasi juga digunakan untuk individu-individu dari suatu kategori umur atau tingkat perkembangan tertentu saja, terutama hewan-hewan yang berbeda stadium perkembangannya menempati habitat yang berbeda pula. MIsalnya, populasi nimfa lalat sehari atau nimpa capung di suatu perairan. Masalah interaksi antara hewan dengan faktor biotik dan abiotik lingkungannya sebenarnya berlangsung pada tahapan individu, dan dapat diteliti pada tahapan itu. Namun, tidak akan mencerminkan gambaran sebenarnya dari populasi, karena tidak memperhitungkan variasi individual. Tahapan yang paling baik digunakan sebagai satuan dan fokus bahasan dalam ekologi adalah populasi. CIRI-CIRI DASAR POPULASI Dua ciri dasar populasi yaitu ciri biologi, yang merupakan ciri yang dimiliki oleh individu-individu pembangun populasi itu serta ciri statistic yang merupakan ciri uniknya sebagai himpunan. Ciri-ciri Biologi Seperti halnya suatu individu organisme, suatu populasi pun: mempunyai strukutur dan organisasi tertentu, bersifat konstan mauun berubah sejalan dengan waktu. mempunyai ontogeni / sejarah perkembangan kehidupan (lahir, tumbuh, berdiferensiasi, senenses, mati) dapat dikenai dampak faktor lingkungan dan dapat memberikan respon pada faktor lingkungan. mempunyai hereditas terintegrasi oleh faktor genetic dan lingkungan (ekologi). Ciri-ciri Statistik Ciri statistik atau ciri himpunan tidak dimiliki oleh suatu individu organisme, namun timbul sebagai akibat dari aktivitas kelompok yang berinteraksi. Diantaranya adalah: Kelimpahan dan kerpatan populasi, beserta parameter-parameter utama yang mempengaruhinya. Sebaran (struktur) umur Dispersi (sebaran individu intra-populasi) Genangan gen (gen pool) populasi. Penampilan dan kinerja suatu populasi sangat ditentukan oleh ciri-ciri statistic. Ekologi populasi (yang membahas dinamika populasi) memusatkan topic-topik bahasannya pada ciri statistic serta faktor yang mempengaruhinya dalam skala ruang dan waktu. KELIMPAHAN DAN KERAPATAN POPULASI Tinggi rendahnya jumlah individu populasi suatu spesies hewan menunjukkan besar kecilnya ukuran populasi atau tingkat kelimpahan populasi itu. Area suatu populasi tidak dapat ditentukan batansnya secara pasti, sehingga kelimpahan (ukuran) populasi pun tidak mungkin dapat ditentukan. Hal demikian terutama berlaku bagi populasi alami hewan-hewan bertubuh kecil, terlebih yang nocturnal atau tempat hidupnya sulit dijangkau. Maka, digunakan pengukuran tingkat kelimpahan populasi per satuan ruang dari yang ditempati yaitu kerapatannya (kepadatannya). Kerapatan populasi suatu spesies hewan adalah rata-rata jumlah individu per satuan luas area (m2, Ha, km2) atau per satuan volume medium (cc, liter, air) atau per satuan berat medium (g, kg, tanah). Dalam hal-hal tertentu. kerapatan lebih memberikan makna bila dinyatakan per satuan habitat atau mirohabitat. Misalnya, sekian individu cacing usus per individu inang atau sekian individu werwng per rumpun padi. Sehingga terdapat dua pengertian. Kerapatan (kasar) diukur atas satuan ruang habitat secara menyeluruh dan kerapatan ekologis (kerapatan spesifik) didasarkan atas satuan ruang dalam habitat yang benar-benar ditempatinya (microhabitat). Kerapatan spesifik lebih memberikan makna antar-hubungan ekologis. Seperti, dengan makin turunnya permukaan air danau, kerapatan populasi ikan dalam danau secara keseluruhan (kerapan kasar) menjadi berkurang, sedang kerapatan ekologisnya makin bertambah. Kerapatn populasi tidak selalu harus dinyatakan sebagai jumlah individu. Apabila ukuran tubuh individu-individu sangat bervariasi, tingkat kerapatan populasi sering dinyatakan sebagai kerapatan biomasa (B). B= ∑_(i=1)^(i n)▒b atau B=n x b ̅ b = berat tubuh individu n = jumlah individu b ̅ = rata-rata berat tubuh individu Dalam bahasan produktivitas dan energetika di bidang ekologi, adakalanya biomasa dinyatakan dalam satuan bera kering (bebas air) atau satuan energy (kcal, cal, joule). Terdapat suatu kecenderungan umum hubungan berbnading terbalik antara kerapatan dan ukuran tubuh hewan. Spesies hewan yang berukuran tubuh kecil tingkat kerapatannya tinggi, sedang hewan berukuran besar tingkat kerapatannya rendah. Batas-batas Kerapatan Populasi Dalam habitat alami yang ditempatinya, kerapatan populasi suatu spesies hewan dapat berubah-ubah sejalan dengan waktu dalam batas-batas tertentu. Batas atas kerapatan ditentukan oleh berbagai faktor, seperti aliran energi atau produktivitas ekosistem, ukuran tubuh, laju metabolism, dan kedudukan tingkatan trofik spesies hewan. Batas bawah kerapatan populasi belum diketahui dengan pasti. Namun, dalam ekosistem yang stabil ada mekanisme homeostatis dalam populasi, yang diduga memegang peranan penting dalam menentukan batas bawah kerapatan. Intensitas, Prevalensi, dan Kelangkaan Kelimpahan populasi suatu spesies mengandung dua aspek yang berbeda, yaitu aspek intensitas dan aspek prevalensi. Intensitas menunjukkan aspek tinggi rendahnya kerapatan populasi dalam area yang dihuni spesies. Prevalensi menunjukkan jumlah dan ukuran area-area yang ditempati spesies dalam konteks daerah yang lebih luas (masalah sebaran). Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (=prevalen) dapat lebih sering dijumpai. Spesies yang prevalensinya rendah, yang daerah penyebarannya terbatas (terlokalisasi) hanya ditemui di tempat tertentu. Spesies hewan dapat dimasukkan dalam salah satu dari empat kategori berikut: prevalensi tinggi (=prevalen) dan intensitasnya tinggi prevalensi tinggi (=prevalen) tetapi intensitasnya rendah prevalensi rendah (=terlokalisasi) tetapi intensitasnya tinggi prevalensi rendah (=terlokalisasi) dan intensitasnya rendah. Badak Jawa dan Jalak Bali bersifat endemic dan merupakan spesies langka yang terancam kepunahan. Ktegorisasi status spesies dengan memperhitungkan dua aspek tersebut sangat penting terutama dalam menentukan urutan prioritas perhatian dan untuk melakukan upaya-upaya kelestarian spesies hewan langka yang terancam punah. Penyebab Kelangkaan Spesies yang terlokalisasi dan intensitasnya rendah dikategorikan sebagai spesies langka. Adakalanya spesies yang intensitasnya tinggi namun prevalensinya rendah pun dimasukkan dalam kategori tersebut. Faktor-faktor yang menjadi penyebab langkanya suatu spesies sangat banyak. Namun, faktor-faktor tersebut mengkin saja tidak sama antara spesies di suatu tempat tertentu dengan spesies di tempat lain. Kelangkaan suatu spesies dapat diakibatkan oleh satu atau beberapa penyebab berikut: Area yang dihuni spesies menjadi sempit atau jarang. Suatu habitat yang kondisi lingkungannya khas biasanya dihuni oleh spesies yang telah teradaptasi secara khusus untuk lingkungan tersebut. Berubahnya kondisi lingkungan dapat mengakibatkan kepunahan lokal dari spesies tersebut. Tempat-tempat yang dapat dihuni spesies hanya cocok huni dalam waktu yang singkat, atau tempat itu letaknya di luar jangkauan daya pemencaran (dispesal) spesies hewan. Tempat-tempat yang secara potensial dapat dihuni, menjadi tidak dapat ditempati akibat kehadiran spesies lain yang merupakan pesaing, parasit atau predatornya. Dalam area yang dapat dihuni, ketersedian sumber daya penting seperti makanan dan tempat untuk berbiak menjadi berkurang. Variasi genetic spesies relatif sempit sehingga kisaran tempat yang dapat dihuninya pun terbatas. Plastisitas fenotipik individu-individu rendah, sehingga kisaran tempat yang dapat diuninya pun terbatas. Kehadiran populasi-populasi spesies lain yang merupakan pesaing, predator dan parasit menekan tingkat kelimpahan populasi spesies hingga rendah sekali, jauh di bawah tingkat kelimpahan yang sebenarnya masih dimungkinkan oleh ketersedian sumber dayanya. *butir 4 dan 7 menyangkut masalah intensitas sedang butur lainnya masalah prevalensi. PENGUKURAN TINGKAT KELIMPAHAN POPULASI Cara mengukur kelimpahan populasi suatu spesies hewan banyak macamnya. Suatu metoda dan teknik yang cocok bagi suatu sepsis, belum tentu cocok digunakan pada spesies lain. Faktor penentu penting dipilihnya suau cara yang cocok, adalah tujuan dan keperluan pengukuran, ukuran tubuh hewan, mobilitas serta perilaku umum spesies tersebut. Juga ketersediaan waktu dan tenaga serta keterampilan pelaksana pengukuran pun turut menentukan. Pengukuran Kelimpahan Absolut: Pencacahan Total Pencacahan total merupakan suatu cara menghitung secara langsung semua individu di suatu tempat yang dihuni spesies yang diselidiki. Metode ini biasanya digunakan pada berbagai spesies mamalia berukuran tubuh besar dan mudah tampak dalam habitatnya, misal gajah di semak belukar. Pencacahan total juga dapat dilakukan pada berbagai jenis hewan yang berukuran kecil, misal kelelawar dengan mencacah individu yang keluar masuk dari lubang tempat tinggalnya. Dapat juga dilakukan pada jenis hewan invertebrate sesil dengan ukuran tubuh yang tidak terlalu kecil, misalnya teritip (Balanus sp). Pengukuran Kelimpahan Absolut : Metoda-metoda Pencuplikan Metode pencuplikan (sampling method) merupakan metode yang menggunakan pencacahan, namun dilakukan terhadap individu-individu dari cuplikan-cuplikan (samples) yang masing-masing merupakan suatu proporsi kecil dari populasi yang diperiksa. Metode pencuplikan kuadrat Metode ini umum digunakan untuk membuat taksiran kerapatan populasi berbagai hewan Invertebrata. Satuan pencuplikan di area yang diselidiki populasi hewannya, yaitu kuadrat, bentuknya tidak selalu bujur sangkar. Bagian penting dari metode ini adalah menentukan besar ukuran tiap satuan cuplikan (ukuran kuadrat), jumlah cuplikan serta pola penempatan cuplikan-cuplikan tersebut. Prosedur metode ini meliputi pencacahan individu-individu dari semua cuplikan kuadrat itu, dan dari angka-angka yang didapat ditentukan purata kerapatan populasi hewannya untuk mewakili seluruh area yang diselidiki. Tingkat keandalan metode tersebut tergantung pada: Luas area kuadrat harus diketahui dengan pasti Kuadrat-kuadrat itu harus dapat mewakili keseluruhan dari area yang diselidiki populasinya Jumlah individu dari setiap kuadrat harus dicacah dengan tepat. Dalam menentukan kerapat populasi, aspek ketepatan (presisi) bukan prioritas utama. Aspek yang paling penting adalah daya ramalnya (predictability) harus tinggi dan nirbias (unbiased). Metode menangkap-menandai-menangkap kembali Metode Capture-Mark-Recapture method ini juga dikenal sebagai metode Lincoln-Petersen, dalam bentuk yang paling dasar dan sederhana mencakup dua kali pencupikan. Semua individu yang diperoleh dari pencuplikan pertama ditandai, lalu dilepaskan kembali dan jumlahnya dicatat (=M). Setelah selang watu tertentu –tidak memungkinkan timbulnya individu baru hasil perbiakan-, dilakukan penangkapan kembali (pencuplikan kedua) di area yang sama secara acak. Apabila jumlah individu hasil penangkapan kesatu n dan sejumlah m diantaranya bertanda, maka dengan disadarkan pada N : M = n : m maka taksiran besar populasi yang dicari N dapat dihitung: N ̂= (n M)/m ± √((M^2 n (n-m))/m^3 ) Asumsi-asumsi pokok dalam metode ini adalah: individu-individu yang bertanda maupun tak bertanda peluangnya sama untuk ditangkap secara acak tanda yang digunakan tidak hilang dan dapat dikenali selama periode pengamatan laju kematian pada individu bertanda tidak berbeda dengan individu-individu yang tidak bertanda. Salah satu asumsi yang tidak akan terpenuhi apabila individu-individu hewan yang sudah ditangkap, ditandai serta dilepas kembali, menjadi jera-perangkap (trap-say) ataupun kecanduan perangkap (trap addict). Metode pemindahan Metode pemindahan atau penhilangan (removal method) meliputi pencuplikan (penangkapan) yang dilakukan beberapa kali dengan cara yang sama. Pada setiap kali, individu hasil penangkapan diambil dari populasi. Dasarnya, jumlah individu yang tertangkap dan daiambil akan mempenggaruhi penangkapan-penangkapan berikutnya. Laju berkurangnya hasil penangkapan itu akan proporsional terhadap jumlah total individu dalam populasi. Apabila pencuplikan hanya dilakukan dua kali, kelimpahan dapat ditaksir dengan: N ̂= 〖y_1〗^2/(y_1-y_2 ) Apabila pencuplikan dilakukan secara berkali-kali, maka metode yang paling baik adalah analisis regresi. Penentuan Kelimpahan Relatif Metode ini, hasil pengukurannya tidak menghasilkan suatu angka taksiran mengenai besar populasi atau kerapatan populasi, melainkan hanya suatu indeks mengenai kelimpahan populasi. Indeks kelimpahan ialah bahwa angka indeks tersebut berkorelasi secara relatif konstan dengan angka besar populasi yang sebenarnya atau dengan angka kerapatan populasinya. Besarnya konstanta korelasi tidak diketahui secara pasti. Informasi mengenai kelimpahan relatif berguna untuk mendeteksi terjadinya perubahan besar, mengenai naik turunnya kelimpahan populasi suatu spesies hewan di suatu tempat. Beberapa teknik dan metode penentuan kelimpahan relatif: Penggunaan perangkap. Misal perangkap jebak, perangkap cahaya, perangkap hidup dll. Jumlah individu yang tertangkap berkorelasi dengan tingkat kelimpahan populasi, populasi aktivitas hewan, daerah jelajah, dan efektivitas perangkap yang digunakan. Indeks kelimpahan dinyatakan dalam purata jumlah individu per satuan waktu per perangkap. Penggunaan jala. Jala serangga, tebar, kabut dll. Perhitungan pellet tinja (yang relatif baru) misal bangsa rusa, kijang, kelinci, tikus. Bila jumlah total pellet segar di suatu area dan purata laju produksinya (laju defekasi) per individu per satuan waktu diketahui, maka kerapatan atau kelimpahan absolutnya dapat ditaksir melalui perhitungan. Perhitungan hasil tangkapan per satuan usaha. Misal, indeks kelimpahan ikan di laut pada suatu periode dapat dinyatakan dalam jumlah berat atau jumlah ikan per 100 jam memukat dengan suatu kapal pukat. Perhitungan jumlah artefak. Indeks kelimpahan ditaksir dari perhitungan jumlah ‘tanda bukti’ atau jejak hasil aktivitas hewan, misal sarang, lubang, bekas garukan, kepompong kosong dll. Perhitungan frekuensi vokalisasi. Indeks kelimpahan dinyatakan dalam angka frekuensi bunyi atau teriakan per satuan waktu. Misal pada kera, bajing, burung dsb. Sensus tepi jalan (roadside count). Misal mencacah kera, burung yang tampak di sepanjang jalan sejarak tertentu yang dilalui. Pengukuran daya makan. Perubahan kelimpahan populasi diukur dari perubahan banyaknya umpan yang dimakan pada tikus, kelindi, dll. Penggunaan manusia sebagai umpan. Misal menentukan kelimpahan realtif nyamuk, jumlah nyamuk yang hinggap dan menggigit lengan selam rentang waktu tertentu. Kelimpahan yang diperoleh secara berkala dalam rentang waktu lama, dapat memberikan informasi penting mengenai pola perubahan kelimpahan populasi. Pengisian kuesioner oleh para pemburu, penjual, dll mengenai jumlah hasil tangkapan (yang dilakukan dengan cara dan rentang waktu yang sama). Hasil kuesioner yang cukup andal dapat memberikan informasi mengenai perubahan besar yang terjadi pada kelimpahan populasi hewan. 1 komentar 1 komentar: 1. sulaidi_hasibuan 30 Maret 2012 03.05 kk boleh nanya ga,gini kk gimana ya caranya buat laman blog keren... ke kk punya??? Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Aku, Pendidikan dan Biologi Design by Ophelianicholson | Blogger Templates by Blogger Template Place | Blogger Tutorial Nartoks Arief_Soera Blog Ini Berisi Catatan Mengenai BIOLOGI UNIVERSITAS HASANUDDIN Rabu, 22 Mei 2013 Metode Sampling Untuk Menduga Populasi Hewan Bergerak LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI UMUM PERCOBAAN VII METODE SAMPLING UNTUK MENDUGA POPULASI HEWAN BERGERAK NAMA : SUNARTO ARIF SURA NIM : H41112284 KELOMPOK : I (SATU) A HARI/TGL PERC. : KAMIS/ 11 APRIL 2013 ASISTEN : SUWARDI NURJIHADINNISA LABORATORIUM ILMU LINGKUNGAN DAN KELAUTAN JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dinamika populasi merupakan perubahan dalam suatu populasi yang dikaitkan dengan dimensi ruang dan waktu. Populasi yang besar, umumnya masih dapat dibagi lagi menjadi beberapa “Demes” atau “populasi lokal” yang merupakan sekelompok kecil individu populasi yang saling berkembang biak, tanpa adanya faktor pembatas yang agak ekstrim membatasinya dalam berinteraksi. Meskipun satuan utama suatu populasi adalah individu dari makhluk hidup, tetapi studi yang mendalam mengenai individu dalam populasi tidak akan banyak membantu seseorang untuk memahami seperti apakah sebenarnya populasi itu. Setiap populasi memiliki suatu kekhasan yang tidak dimiliki oleh individu yang membangun populasi. Kekhasan dasar dari suatu populasi yang menarik bagi para ilmuwan atau peneliti (ekologiawan) adalah ukuran dan kerapatannya. Jumlah individu dalam suatu populasi mencirikan ukurannya, sedang jumlah individu dalam satuan area/daerah atau dalam satuan volume tertentu mencirikan kepadatannya (Umar, 2013). Setiap individu yang ada di alam suatu populasi maupun komunitas sangat sulit dihitung bila tanpa menggunakan metode dan satuan yang telah ditentukan. Untuk menerangkan populasi atau komunitas diperlukan sejumlah satuan pengukuran seperti kepadatan (density), frekuensi, luas penutupan (coverage) dan biomasa. Dalam penarikan contoh (sampling) harus menggunakan metode sampling yang tepat, sebab bila tidak hasil yang diperoleh akan bias (Priyono, 2012) Dalam percobaan ini akan dilakukan pendugaan populasi dari suatu areal dengan menggunakan metode Lincoln-peterson dan metode Zippin, serta untuk melatih dalam menerapkan teknis-teknis sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dalam analisis populasi. I.2 Tujuan Percobaan Tujuan percobaan ini yaitu : 1. Untuk menduga / mengetahui populasi dari suatu areal dengan menggunakan metode Lincoln-Peterson dan metode Zippin. 2. Melatih keterampilan mahasiswa dalam menerapkan teknik-teknik sampling organisme dan rumus-rumus sederhana dalam analisis populasi. I.3 Waktu dan Tempat Percobaan ini dilakukan pada hari Kamis, 11 April 2013 pukul 14.00 – 17.00 WITA bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar, dan pengambilan sampel dilakukan dua periode yaitu pada tanggal 10 April 2013 pukul 06.00 dan 11 April 2013 pukul 05.30 WITA bertempat di sekitar Danau Kampus Universitas Hasanuddin, Universitas Hasanuddin Makassar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Populasi merupakan suatu kelompok individu dari spesies yang sama yang menempati suatu tempat dan waktu tertentu, yang dapat berbiak silang dengan sesamanya dan menghasilkan keturunan yang relatif di alam, dan populasi merupakan kelompok individu dari spesies yang secara morfologis dan biokimia relatif sama yang menempati suatu tempat pada waktu tertentu (Umar, 2013). Pada suatu tempat disekitar kita dapat ditemukan adanya berbagai jenis organisme, baik sejenis maupun berbeda jenis yang membentuk suatu organisasi kehidupan. Mereka berinteraksi saling mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk (Ferial, 2013). Sejak dari munculnya variasi jenis organisme di bumi, muncul pula karakteristik dari setiap kelompok yang selalu ingin hidup bersama diantara sesama jenisnya, sehingga hampir semua jenis organisme di bumi dijumpai sering hidup berkelompok. Untuk lebih memahami suatu populasi, maka perlu diketahui karakteristik yang dimiliki populasi, seperti kepadatan (Density), kelahiran (Natali), kematian (Mortality), pesebaran umur, potensi biotik suatu populasi, bentuk pertumbuhan, fluktuasi populasi, penyebaran populasi dan interaksi populasi (Umar, 2013). Populasi memiliki beberapa karakteristik berupa pengukuran statistik yang tidak dapat diterapkan pada individu anggota populasi. Karakteristik dasar populasi adalah besar populasi atau kerapatan (Soetjipta, 1992). Suatu organisme dikenal sebagai individu, dan populasi merupakan sekumpulan organisme sejenis yang berinteraksi pada tempat dan waktu yang sama. Jumlah individu sejenis yang terdapat pada satuan luas tertentu dinamakan kepadatan populasi. Antara populasi yang satu dengan populasi yang lainnya selalu terjadi interaksi, baik secara langsung atau tidak langsung dalam suatu komunitas. Dalam suatu komunitas senantiasa terdapat tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Organisasi kehidupan yang merupakan kesatuan komunitas-komunitas dengan lingkungan abiotik (fisik) membentuk suatu ekosistem. Seluruh ekosistem yang ada di dunia ini membentuk biosfer sebagai bagian permukaan bumi yang dipenuhi oleh suatu kehidupan (Ferial, 2013). Kepadatan populasi merupakan besaran yang menyatakan banyaknya individu dalam populasi yang dihubingkan dengan satuan ruang atau tempat dalam waktu tertentu. Ukuran dapat dinyatakan dalam jumlah individu persatuan luas, volume, ukuran berat ataupun biomassa. Kepadatan populasi dapat dibedakan menjadi 3 (Umar, 2013) yaitu : 1. Kepadatan kotor, merupakan jumlah individu biomassa persatuan ruang. 2. Kepadatan ekologi, merupakan jumlah individu atau biomassa persatuan ruang yang secara nyata tersedia untuk individu dalam populasi. 3. Kepadatan relatif, merupakan proporsi antara jumlah total individu populasi persatuan waktu sebagai akibat adanya kelahiran dan imigrasi. Ukuran populasi umumnya bervariasi dari waktu, biasanya mengikuti dua pola. Beberapa populasi mempertahankan ukuran poulasi mempertahankan ukuran populasi, yang relatif konstan sedangkan pupolasi lain berfluktasi cukup besar. Perbedaan lingkungan yang pokok adalah suatu eksperimen yang dirangsang untuk meningkatkan populasi grouse itu. Penyelidikan tentang dinamika populasi, pada hakikatnya dengan keseimbangan antara kelahiran dan kematian dalam populasi dalam upaya untuk memahami pada tersebut di alam (Naughton, 1973). Kelahiran maksimum populasi adalah produksi maksimum individu baru didalam populasi pada kondisi lingkungan yang ideal, sedangkan kelahiran ekologi populasi adalah produksi individu baru didalam populasi akibat resistensi kondisi lingkugan, dimana banyak faktor lingkungan yang dapat membatasi angka kelahiran dalam populasi tersebut (Umar, 2013). Kematian (Mortality) minimum adalah kematian individu dalam populasi pada kondisi lingkungan yang ideal, sehingga kematian semata-mata hanya disebabkan oleh faktor fisiologi organism. Kematian ekologi populasi adalah kematian individu pada kondisi lingkungan yang dipengaruhi oleh faktor pembatas atau resistensi lingkungan (Umar, 2013). Penyebaran populasi merupakan pola pergerakan individu-individu kedalam atau keluar dari populasi yang disebabkan oleh dorongan mencari makan, menghindar dari predator, pengaruh iklim, terbawa angin atau air, perilaku kawin dan faktor fisik lain.Penyebaran populasi dapat terjadi melalui 3 cara (Umar, 2013) : a. Emigrasi : merupakan pola pergerakan individu keluar dari daerah populasinya ke tempat lain, dan tinggal permanen di tempat barunya. b. Imigrasi : merupakan pola penyebaran individu ke dalam suatau daerah populasi lain dan individu tersebut menetap di tempat baru. c. Migrasi : merupakan pola penyebaran individu dua arah, ke luar dan masuk atau pergi dan dating secara periodik selama kondisi lingkungan tidak menguntungkan sehingga individu suatu populasi akan berpindah tempat. Metode sampling biotik hewan bergerak biasanya digunakan metode capture-recapture. Merupakan metode yang sudah popular untuk menduga ukuran populasi dari suatu spesies hewan yang bergerak cepat seperti ikan, burung dan mamalia kecil. Metode ini ada beberapa cara yaitu (Sugianto, 1994) : 1. Metoda Lincoln-Peterson Metode ini pada dasarnya menangkap sejumlah individu dari suatu populasi hewan yang akan dipelajari. Individu yang ditangkap kemudian diberi tanda yang mudah di baca, kemudian dilepaskan kembali dalam periode waktu yang pendek. Setelah beberapa hari ditangkap kembali dan dihitung yang bertanda yang tertangkap. Dari dua kali hasil penangkapan dapat diduga ukuran atau besarnya populasi (N) dengan rumus: N/M=n/R atau N=(M)(n)/R Dengan: N= besarnya populasi total. M=jumlah induvidu yang tertangkap pada penangkapan pertama. n = jumlah induvidu yang tertangkap pada penangkapan kedua. R= Individu yang bertanda dari penangkapan pertama yang tertangkap kembali pada penangkapan kedua. Metode pendugaan populasi yang dilakukan dengan menarik sample, selalu ada kesalahan (Error). Untuk menghitung kesalahan metode capture-recapture dapat dilakukan dengan cara menghitung kesalahan baku (Standart Errror = SE nya) SE= √(M)(n)(M-R)(n-R) : R3 Setelah diketahui SE nya dapat ditentukan selang kepercayaannya: N=(1)(SE) Dengan catatan, t=(df) Dalam table distribusi t Α(tingkat signifikasi)=0,05 Untuk menghitung kepadatan (d) populasi pada hewan disuatu habitat tertentu (A) maka dihitung dengan rumus : D=N/A 2. Metode Schnabel Untuk memperbaiki keakuratan metode Lincon-Peterson (Karena sample relatif kecil), dapat digunakan schanabel. Metode ini selain membutuhkan asumsi yang sama dengan metode lincon-peterson, juga ditambahkan dengan asumsi bahwa ukuran populasi harus konstan dari satu periode sampling dengan periode yang berikutnya. Pada metode ini penangkapan dan pelepasan hewan lebih dari 2 kali. Untuk periode setiap sampling, semua hewan yang belum bertanda diberi tanda dan dilepaskan kembali. Dengan cara ini populasi dapat diduga dengan rumus: N=∑(ni Mi)/∑Ri Dengan catatan: Mi = adalah jumlah total hewan yang tertangkap period eke I ditambah periode sebelumnya, Ni = adalah hewan yang tertangkap pada periode i Ri = adalah hewan yang tertangkap kembali pada periode ke i Karena pengambilan sample diatas akan mengurangi kesalahan sampling, maka Standar Error pada metode ini dapat dihitung dengan rumus: SE = 1/√1(N-Mi)=(k-1)/N -∑(1/N-ni)) Dengan catatan: K = jumlah periode sampling Mi=Jumlah total hewan yang bertanda. Metode Capture-recapture seringkali sulit digunakan untuk menduga ukuran populasi alami. Hal ini disebabkan karena asumsi-asumsi dalam metode capture-recapture pada kenyataannya sulit dilaksanakan di lapangan. Untuk mengatasi masalah tersebut, ada beberapa cara yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan cara pendugaan yang dilakukan tanpa melepaskan kembali hewan yang telah disampling. Metode ini dikenal dengan nama removal sampling, diantaranya (Umar, 2013) adalah : 1. Metode Zippin Prosedur pendugaan ukuran populasi metode ini membutuhkan lebih sedikit periode sampling daripada metode Hayne. Metode penggunaan Zippin dapat dilakukan dengan cara, pada penangkapan pertama sejumlah hewan tidak dilepaskan kembali (n1), kemudian dalam jangka waktu tertentu dilakukan kembali penangkapan kedua dan juga hewan tidak dilepaskan kembali (n2). Sehingga dengan menggunakan persamaan Zippin dapat diduga populasi hewan dalam suatu areal (Umar, 2013). Perhitungan pendugaan populasi dengan metode Zippin sebagai berikut (Umar, 2013) : N = (n1)2 / (n1 – n2) Dengan : N : Jumlah individu n1 : Jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan lagi pada penangkapan pertama. n2 : Jumlah hewan yang tertangkap dan tidak dilepaskan kembali pada penangkapan kedua Standard Error / Kesalahan Baku (SE) : SE = Selang Kepercayaannya : N ± (t) (SE) 2. Metode Hayne (Metode regresi) Metode Hayne dilakukan dengan cara mengumpulkan satu seri sampling (penangkapan) hewan yang dilakukan pada waktu yang berbeda dan hewan yang ditangkap tidak dilepas kembali. Cara pendugaan populasi dilakukan dengan grafik semacam garis regresi, dengan rumus (Umar, 2013) sebagai berikut : Yi = a-bXi Keterangan : Yi = jumlah hewan tertangkap periode I Xi = jumlah akumulasi hewan period eke I a = intersep garis pada sumbu y b = slope garis regresi dengan nilai negatif Adanya masalah kepadatan populasi yang berlebih (over crowding) dan kepadatan populasi yang kurang (under crowding) cenderung bekerja sebagai faktor pembatas dalam mengatur besarnya kepadatan populasi. Akibatnya adalah adanya pengaturan ruang-ruang antar individu atau kelompo individu sehingga mengakibatkan adanya individu yang tersingkirkan/terkucilkan dalam populasinya (Umar, 2013). BAB III METODE PERCOBAAN III.1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan adalah botol sampel dan sweeping net. III.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah tinta spidol permanen warna merah. III.3. Cara kerja Cara kerja dalam percobaan ini adalah: a. Metode Lincoln-Peterson 1. Ditentukan areal yang akan diamati, kemudian dilakukan penangkapan hewan pada lokasi tersebut (Penangkapan periode I). 2. Ditangkap hewan dengan menggunakan sweeping net. 3. Dilakukan tiga kali sampling, setiap sampling terdiri dari 10 langkah maju dan 10 langkah mundur. 4. Dikumpul hasil penangkapan dan diberi tanda pada bagian tertentu ditubuhnya, selanjutnya dilepaskan kembali dihabitatnya, dicatat jumlahnya (M). 5. Dilakukan Penangkapan periode II keesokan harinya, dilakukan cara kerja no. 1 sampai dengan no. 3. 6. Dicatat jumlah semua hewan yang tertangkap (n) dan diperiksa/dihitung jumlah hewan bertanda yang tertangkap (R) dalam penangkapan kedua. 7. Dilakukan perhitungan pendugaan populasi dengan menggunakan metode Lincoln-peterson. b. Metode Zippin 1. Ditentukan areal yang akan diamati, kemudian dilakukan penangkapan hewan pada lokasi tersebut (Penangkapan I). 2. Ditangkap hewan dengan menggunakan sweeping net. 3. Dilakukan tiga kali sampling, setiap sampling terdiri dari 10 langkah maju dan 10 langkah mundur. 4. Dikumpul hasil penangkapan I dan dihitung jumlahnya, hewan tidak ditandai dan tidak dilepas kembali kehabitatnya. 5. Dilakukan penangkapan II keesokan harinya, dilakukan cara kerja no. 1 sampai dengan no. 4 6. Dari hasil penangkapan I dan II, dilakukan perhitungan pendugaan populasi dengan menggunakan metode Zippin. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1 Hasil IV. 1. 1 Tabel a. Pengamatan Metode Capture-Recapture Tabel 1. Pengamatan Metode Capture-Recapture No. Parameter Jumlah 1. M 45 2. n 57 3. R 4 b. Pengamatan Metode Zippin Tabel 2. Pengamatan Metode Zippin No. Parameter Jumlah 1. 40 2. 33 IV. 1. 2 Analisis Data a. Metode Capture-Recapture 1. Pendugaan Populasi N = N = N = N = 641 2. Kesalahan Baku SE = SE = SE = SE = SE = 12966,7 3. Selang Kepercayaan N ± (t) (SE) t = (dk α) = ((n-2)(0,01)) = ((57-2)(0,01)) = 0,55 Dimana ; dk = Derajat kebebasan α = Tingkat singnifikan (0,01) Jadi, selang kepercayaannya adalah = 641,25 ± (0,55) (12966,7) b. Metode Zippin 1. Pendugaan Populasi N = N = N = N = 2. Kesalahaan Baku SE = = = = = = 230,057 3. Selang Kepercayaan N ± (t) (SE) t = (dk α) = ((n-2)(0,01)) = ((73-2)(0,01)) = 0,71 Dimana ; dk = Derajat kebebasan α = Tingkat singnifikan (0,01) Jadi, selang kepercayaannya adalah = 228,57 ± (0,71) (230,057) IV.2 Pembahasan Pada percobaan ini digunakan dua metode yaitu metode Capture-Recapture, metode ini pada dasarnya menangkap sejumlah individu dari suatu populasi hewan yang akan dipelajari. Individu yang ditangkap kemudian diberi tanda yang mudah di baca, kemudian dilepaskan kembali dalam periode waktu yang pendek. Setelah keesokan harinya individu ditangkap kembali dihitung apakah ada yang bertanda atau tidak. Metode kedua yaitu metode Zippin, metode ini dapat dilakukan dengan cara, pada penangkapan pertama sejumlah hewan tidak dilepaskan kembali (n1), kemudian dalam jangka waktu tertentu dilakukan kembali penangkapan kedua dan juga hewan tidak dilepaskan kembali (n2). Dari kedua metode tersebut dapat diketahui bahwa yang paling efisien digunakan untuk menduga populasi hewan bergerak yaitu metode Zippin yaitu dari segi prosedur pendugaan ukuran populasi metode ini membutuhkan lebih sedikit periode sampling dari pada metode Lincoln Peterson dan metode ini mudah dilakukan di lapangan karena tanpa melepaskan kembali hewan yang telah disampling. Pada pengambilan sampel dengan menggunakan metode Capture-Recapture, populasi yang ingin diamati ditangkap dengan menggunakan Sweeping net. Penangkapan dengan Sweeping net ini dilakukan sebanyak tiga kali, pengambilan ini dilakukan dengan cara menggerakkan Sweeping net ke kanan dan ke kiri sebanyak 10 langkah ke depan dan 10 langkah ke belakang. Pada pengambilan hari pertama didapatkan 45 serangga yang kemudian diberi tanda dan dilepas kembali. Penangkapan hari kedua ditangkap lagi 57 serangga dan didapatkan kembali 4 serangga yang diberi tanda pada penangkapan hari pertama (bertanda). Berdasarkan rumus metode Capture-Recapture, diperoleh nilai selang kepercayaannya adalah 641,25 ± (0,55) (12966,7). Sedikitnya serangga bertanda yang diperoleh pada penangkapan kedua bisa saja dipengaruhi oleh tanda yang diberikan yang terlalu banyak sehingga dapat mematikan serangga. Faktor lainnya bisa juga disebabkan karena terjadinya migrasi atau perpindahan serangga ke luar dari populasi awalnya menuju ke populasi yang baru. Pada pengambilan sampel dengan metode Removal Sampling, dilakukan dengan 2 kali pengambilan sampel. Pada pengambilan pertama diperoleh 40 serangga dan pada pengambilan kedua diperoleh 33 serangga. Pada hasil perhitungan dengan formula Zippin maka diperoleh nilai selang kepercayaannya sebesar 228,57 ± (0,71) (230,057). Pada metode Capture-Recapture ditemukan hanya dua serangga bertanda pada penangkapan kedua, hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu terjadi migrasi di daerah tersebut, adanya dorongan mencari makanan, menghindari predator, atau mungkin karena terbawa angin serta faktor non-teknis yaitu tintanya luntur akibat air. BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Dari percoban ini, dapat disimpulkan bahwa : 1. Metode Lincoln-Peterson dan Metode Zippin digunakan untuk menduga populasi hewan bergerak. Dengan menggunakan metode Lincoln-Peterson dapat disimpulkan bahwa populasi serangga di tempat tersebut diduda yaitu 641 dan dengan menggunakan metode Zippin dapat diduga populasi derangga yaitu 229. 2. Teknik sampling dengan metode Lincoln-Peterson yang digunakan yaitu dengan menggunakan sweeping net, dilakukan penangkapan dua periode, pada periode pertama sampel ditandai dan dilepas kembali, dan pada periode kedua dilakukan sampling kembali dan dihitung jumlah yang bertanda kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus N = (M) (n) / (R), sedangkan teknik sampling dengan metode Zippin juga menggunakan sweeping net, dilakukan dua periode sampling pula, pada metode ini sama dengan metode Lincoln-Peterson, tetapi dalam penangkapan pertama sampel tidak ditandai dan tidak dilepas kembali ke habitatnya. Rumus yang digunakan yaitu N = (n1)2 / (n1-n2). V.2 Saran Saran yang sapat saya berikan pada percobaan ini yaitu sebaiknya asisten selalu mendampingi praktikan saat praktikum berlangsung sehingga kesalahan yang mungkin terjadi dapat diminimalisir. DAFTAR PUSTAKA Ferial, E. W., 2013. Pengetahuan Lingkungan. Jurusan Biologi Universitas Hasanuddin, Makassar. Naughton, 1973. Ekologi Umum edisi ke-2. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. Priyono, B., 2012. Ekologi kuantitatif. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, Jakarta. Soegianto, Agoes. 1994. Ekologi Kuantitatif. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya. Soetjipta, 1992. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Tinggi, Jakarta. Umar, M. R., 2013. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin, Makassar. __________________ Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin, Makassar. Diposkan oleh Sunarto Arif Sura di 13.53 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook Reaksi: Poskan Komentar Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Arsip Blog • ▼ 2013 (11) o ▼ Mei (11) Mitos Percobaan Korelasi Antara Panjang dan Berat Kelembaban Relatif Udara Pada Tempat Berbeda Hubungan Produsen Dan Konsumen Dalam Siklus Karbon... Pengaruh Polusi Domestik Terhadap Kualitas Air Indeks Perbandingan Sekuensial Keanekaragaman Bent... Metode Sampling dan Analisis Vegetasi Metode Sampling Untuk Menduga Populasi Hewan Berge... Indeks Keanekaragaman Serangga Di Padang Rumput Keanekaragaman Jenis Dalam Komunitas Pola Penyebaran Individu Dalam Populasi Mengenai Saya Sunarto Arif Sura Lihat profil lengkapku Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.
Posted on: Sat, 19 Oct 2013 02:26:46 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015