بسم الله الر حمن الر حيم وَاعْلَمْ - TopicsExpress



          

بسم الله الر حمن الر حيم وَاعْلَمْ اَنًّ النُّفُوسَ البَشَرِيَةْ ثَلاَثَةُ اَقْسَامٍ : نُفُوسُ خُلِقَتْ مُتَيَقِّظَةً مِنْ ذَاتِهَا, مُقْبِلَةٌ عَلَى بَارِئِهَا بِاْلفِطْرَةِ, مُعْرِضَةٌ عَمَّا سِوَاهُ, وهَذِهِ هِيَ نُفُوسُ اْلأَنْبِيَاءِ وَخَوَاصُ اْلأَصْفِيَاءِ. والقسم الثاني, نفىس اعرضت بالكلية عن الحق تعالى وغلب عليها حب المحسوسات وشهوات الأجسام لاستيلاء الوهم عليها, فأنكرت اللذات الروحنية و المدارك العقلية, وهذه هي نفوس الأشقياء, فهي محجوبة عن الله تعالى مطرودة عن جنابه. والقسم الثالث, نفوس اقبلت على حب المحسوسات اقبالا متو سطا Dalam diri manusia terdapat نُفُوسُ اْلبَشَرِيَةْ (jiwa kemanusiaan), Disampaikan Dalam kitab اَلدَّلآَئِلُ الْعَالِيَةْ jiwa kemanusiaan dibagi menjadi 3 macam: 1. نُفُوسُ خُلِقَتْ مُتَيَقِّظَةً مِنْ ذَاتِهَا “Jiwa yang dari awal diciptakan dzatnya selalu Mutayaqqidzoh (selalu sadar, mengerti dan ingat kepada Alloh SWT) secara fitrah selalu menghadap kepada Alloh SWT Tidak mau berpaling dari Alloh SWT atau tidak mau memperhatikan selain Alloh SWT, jiwa seperti ini dimiliki oleh para nabi dan orang-orang khusus yang memiliki kebeningan jiwa”. Berikut adalah kisah-kisah orang-orang yang mendapatkan jiwa-jiwa yang Mutayaqqidzoh : a. Kisah IMAM SYADZILY ketika masih kecil berumur sekitar 6 tahun. Suatu ketika berjalan dalam rangka mencari ilmu agama, Disaat perjalanan melewati kampung yang terkena musibah paceklik. Beliau berkata dalam hati “ Ya Alloh SWT andaikan aku punya banyak harta akan kuberikan semuanya kepada mereka”. Kemudian datanglah Nabi Khidhir yang mengatakan “ Wahai Ali (Imam Syadzily), didalam sakumu ada harta dari Alloh SWT ”. Seketika itu Imam Syadzily mengambil harta tersebut dari sakunya dan langsung pergi kepasar walaupun jaraknya jauh untuk membelikan makanan sejumlah harta tersebut dan diberikan kepada orang-orang desa yang terkena musibah paceklik tersebut tanpa dikurangi sedikitpun. b. Dalam kitab نورالبصيرة dimuat suatu kisah seorang waliyullah yang bisa dijadikan tauladan atau contoh bagi orang yang mempunyai jiwa Mutayaqidzoh yaitu Imam Abu Yazid Al-Bustomi. Ketika beliau masih kecil beliau mulai belajar Al-Qur’an. Ketika beliau membaca sampai surat Al-Muzzammil Ayat 1 - 2 : يَأَيُّهَا اْلمُزَمِّلُ, قُمِ الَّيْلَ اِلَّاقَلِيلَا , 1 Wahai orang yang berselimut (Muhammad SAW), 2 Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari kecuali sedikit (dari padanya). Ketika mendengar ayat tersebut beliau bertanya kepada ayahnya “ wahai ayah, apa yang Alloh SWT maksud dengan kata-kata tersebut “berdirilah” bukankah yang dimaksud adalah Rasululloh SAW ?”. Sebelum ayahnya menjawab beliau bertanya lagi “ wahai ayah apakah yang sudah engkau perbuat terhadap ayat tersebut? “mengapa engkau belum menjalankan apa yang telah Rosululloh SAW jalankan.?” kemudian ayah beliau menjawab “ wahai anakku perintah tersebut khusus diturunkan Alloh SWT kepada Rasululloh SAW”. Akan tetapi Rasululloh SAW mendapatkan keringanan seperti yang disebutkan pada surat Thoha.Setelah mendapatkan jawaban tersebut Imam Abu Yazid melanjutkan bacaanya sampai akhir surat almuzammil yang berbunyi. اِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ اَنَّكَ تَفُو مُ اَدْنَى مِن ثُلُثَى الَّيْلِ وَنِصْفَهُ, وَطَا ئِفَةٌ مِنَ الَّذِيْنَ مَعَكَ “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.” Kemudian Imam Abu Yazid terdiam lalu bertanya lagi: “ Wahai ayah bukankah dalam keterangan di atas disebutkan bahwa dalam melakukan qiyamul lailnya Rasululloh SAW bersama dengan sekelompok orang minimum 1/3 malam untuk ibadah? ”. Lalu ayahnya menjawab: “Ya, memang ada yang bersama Rasululloh SAW dalam beribadah yaitu para sahabat.” Kemudian Imam Abu Yazid bertanya lagi:”Wahai ayah, apakah ada kebaikan bagi orang yang meninggalkan apa yang dijalankan Rasululloh SAW atau para Sahabatnya? ”. Ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu sang ayah terdiam. Setelah kejadian tersebut malam harinya Imam Abu Yazid Al-Bustami terbangun dari tidurnya dan meminta kepada ayahnya untuk diajari bagaimana caranya menjalankan Sholat malam. Ayahnya menjawab: ” Tidurlah anakku, sesungguhnya kamu ini masih kecil ”. Imam Abu Yazid menjawab: ” Wahai ayah, besok ketika di Hari Kiamat, saat semua amal manusia dipertunjukkan dan Ketika engkau ditanya apa yang kamu perbuat di dunia, maka aku yang akan menjawabnya, Wahai Alloh SWT aku berkata pada ayahku agar diajari untuk Sholat malam, tetapi beliau malah berkata,“ Tidurlah anakku kamu ini masih kecil ” Sang ayah berkata:” Jangan seperti itu, kalau begitu mari kuajari Sholat ”. Sejak saat itu Imam Abu Yazid selalu mengisi mayoritas waktu malamnya untuk beribadah kepada Alloh SWT mulai kecilnya. Ini membuktikan bahwa ada orang yang dari dasar kejiwaannya diciptakan oleh Alloh SWT menjadi jiwa yang selalu ingat kepada Alloh SWT, mereka adalah orang yang mendapat kehususan dari Alloh SWT berupa kejernihan hati itu sendiri. c. Diceritakan oleh Al Habib Ali Bin Muhammad Al Habsyi dalam kitabnya yang berjudul ميدة رمضانية. Suatu ketika ada waliyulloh yang bertemu dan mendapat motivasi dari seorang anak kecil perempuan yang berusia 4 tahun yang ditemukan dalam keadaan menangis di tengah malam.Waliyulloh itu bertanya “ Kenapa engkau menangis? ”Dan anak kecil itu menjawab” Bagaimana aku tidak menangis, beberapa hari ini aku hanya minum air dan tidak makan apa-apa ”. Wali itu berkata” Berarti kamu ini menangis karena lapar ”. Anak itu menjawab ” Oh tidak,saya menangis karena teringat bahwa wali atau kekasih Alloh SWT itu sering dikasih bala’, cobaan berupa perutnya kosong, dikasih masalah ekonomi sampai hidupnya susah, ia tetap bersabar sehingga menjadi kekasihnya Alloh SWT. Dan saya menangis ini karena terharu, saya yang masih kecil ini diberi pangkat cobaan seperti wali Alloh SWT. Bisa disimpulkan bahwa tanda-tanda orang yang berjiwa Mutayaqidzoh itu seperti Imam Syadily sejak kecilnya ”lomo”, seperti Imam Abu yazid sejak kecilnya menghidupkan malam-malamya untuk beribadah, juga seperti wanita yang dikisahkan oleh Al Habib Ali Bin Muhammad Al-Habsyi, orang yang mau bersabar ketika tidak dikasih apa-apa. Kisah diatas menunjukkan orang- orang yang memiliki nafsu Muthmainnah. Dari sini kita dapat mengenal dan mengetahui kejiwaan kita masing-masing. 2. نفوس الاء شقياء , Orang yang tergolong ke dalam نفوس الاء شقياء mempunyai ciri khas sebagai berikut: a) Jiwanya yang selalu berpaling secara keseluruhan dari Alloh SWT. b) Jiwanya sangat cinta terhadap Makhsusat ( hal-hal yang ditangkap oleh panca indra atau nikmat-nikmat dzohir) dan syahwat-syahwatnya jisim/ jasad karena kurang dalam penguasaan Waham ( Salah anggapan ) yang ada pada jiwa orang tersebut. Sehingga karena salah menganggap, dia beranggapan bahwa kehidupan dan kenikmatan yang ada, hanyalah yang tampak di dunia ini, maka hatinya sangat suka terhadap hal-hal tersebut tanpa berpikir tentang hal-hal yang semestinya harus lebih disukai yang memang hal tersebut berhubungan dengan hal-hal yang ghaib seperti surga, ni’mat kubur dsb. c) Ingkar terhadap adanya kenikmatan-kenikmatan rukhani, orang yang memiliki nafsu seperti ini tertutup dari sisi Alloh SWT, para ulama’ menyebutnya dengan نَفْسُ اَمَارَةٌ بِا لسُّوْءِ. 3. Para ulama’ menyebutnya sebagai نَفْسُ لَوَّامَةِ , artinya adalah: nafsu yang sebenarnya sudah menghadap pada kecintaan yang dapat diterima oleh panca indra yang tampak secara dhohir namun tidak secara mutlak pada kejiwaan seseorang tersebut. Intinya seseorang yang memiliki nafsu seperti ini terkadang masih mencari kenikmatan-kenikmatan yang bersifat maknawiyah (tidak tampak panca indera), seperti kenikmatan ruhaniah, kenikmatan aqli. Tetapi ada jiwa seseorang yang kalah dan masuk ke dalam Nufus Asyqiya’. Sehingga kemungkinannya nafsu ini bisa naik ke derajat Mutayaqqidzoh atau turun ke derajat Ammarah Bissu’. Jadi, dapat disimpulkan nafsu ini masih ada harapan untuk meningkat menjadi Mutayakidzoh dengan cara dibersihkan hatinya,dengan riyadhoh-riyadhoh dan akhirnya menjadi orang-orang yang berbahagia, beruntung di dunia dan akhirat. Nufus Mutayaqqidzoh ini seolah-olah sudah tidak membutuhkan Suluk (sebuah tindakan dhohir batin yang berupa ketaatan, Riyadhoh, ibadah-ibadah, pemurnian batin yang dilakukan secara continue yang terarah dan diarahkan oleh seorang guru/ Mursyid Kamil). Jadi, Nufus Mutayaqqidzoh seakan-akan tidak membutuhkan suluk karena Alloh SWT yang menginginkannya. Seperti sabda Rasululloh SAW:“Aku diajarkan adab oleh Alloh dan Alloh yang memperbaiki adabku”. Hal ini menegaskan pernyataan sebelumnya. Nufus Asyqiya’ memang diinginkan oleh Alloh SWT menjadi orang yang celaka sehingga kita hanya bisa meminta pertolongan kepada Alloh SWT supaya selamat dari nafsu ini. Nufus Lawwamah sebenarnya memiliki jiwa yang suci tapi menjadi keruh karena teracuni oleh hal-hal yang makhsusat ( kenikmatan yang tampak) yang mereka anggap untuk sekarang ini lebih penting daripada akhirat. Sesungguhnya gelapnya jiwa ini merupakan gelap yang Aridh (gelap yang baru datang) artinya apabila belum menyatu dengan jiwanya maka masih mungkin untuk dihilangkan. Dengan Riyadhoh (menjalankan perbuatan-perbuatan tertentu untuk memerangi hawa nafsu) Nufus menjadi bersih dan naik sampai Nufus Mutayaqqidzoh. Orang mungkin berpikiran kenapa kita membahas macam-macam nafsu ini, seakan-akan konsep ini diwujudkan oleh orang-orang setelah Rasululloh SAW padahal hal ini telah jelas tersurat dalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa ada nafsu yang disebutkan Alloh SWT sebagai Nafsu Amarotun Bissu’ yang menyebabkan dan mendorong orang untuk berbuat kejelekan namun di sisi lain ada nafsu yang menggembirakan yang disebut sebagai Nafsu Muthmainnah. Disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al Fajr ayat 27-30 يَأَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَةُ , ارْجِعِى اِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً , فَادْ خُلِى فِى عِبَدِى , وَادْ خُلِى جَنَّتِى Yang mana Nafsu Muthmainnah akan dipanggil oleh Alloh SWT dengan kalimat: “Masuklah kamu menjadi hamba-hambaku dan masuklah ke dalam surgaku”. Dari ayat diatas berarti kita mendapat pelajaran tentang nufus justru langsung dari Al-qQur’an tergantung diri kita sendiri dalam memaknainya, apakah kita ingin selalu memiliki Nafsu amarotun bissu’ yang akan menjadi kejelekan kita di dunia dan akhirat ataukah kita ingin dipanggil SWT Alloh sebagai Nafsu Muthmainnah, apabila ingin maka kewajiban kita adalah meningkatkannya seperti yang dijelaskan dalam kitab جميع الاصول فى الاولياء disebutkan bahwa salah satu ciri amaliah orang – orang yang termasuk dalam Muridin Ilalloh ( orang – orang yang mengharapkan ridho Alloh SWT ) adalah Takmilun Nufus ( penyempurnaan nafsu ), agar menjadi jiwa –jiwa yang muthmainnah bahkan menjadi nafsu kamilah. Sehingga dibanggakan oleh Alloh SWT dan Rasululloh SAW. Jadi setelah membaca dan mempelajari tentang nafsu ini, mari kita kenali nafsu kita masing-masing, mari kita berlomba – lomba untuk meningkatkan kualitas-kualitas nufus kita sehingga kita tidak menyesal dikemudian hari.
Posted on: Sun, 06 Oct 2013 05:33:41 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015