Berikut oret-oretan saya dengan senior saya di kantor yang dimuat - TopicsExpress



          

Berikut oret-oretan saya dengan senior saya di kantor yang dimuat di Trubus Edisi September 2013. Ini hasil oleh-oleh lawatan beliau ke sebuah farm sapi di Australia dan pengamatan mata saya saat melaju dari Sydney menuju Melbourne di awal 2013. Mungkin catatan ini berbeda dengan ide Dahlan Iskan yang hendak menyewa lahan 1 juta ha di Australia untuk beternak sapi. Berikut: DUA PEKERJA SERIBU SAPI Oleh: Dedi Nursyamsi dan Destika Cahyana Teknologi komputerisasi untuk beternak sapi. Di depan komputer itu David Jenkin bisa memantau 1.000 sapi di padang gembala seluas 1.000 ha. Peternak di Hamilton, Negara Bagian Victoria, Australia, itu memang memanfaatkan teknologi untuk menggembalakan ternaknya. Komputer yang tersambung jaringan Global Positioning System (GPS) itu membuat David tahu persis posisi semua ternaknya. Bahkan, cukup satu kali klik! Beragam informasi seekor sapi bisa muncul mulai asal tetua, jam kelahiran, rekam medis, hingga bobot terkini. David Jenkin menuturkan komputer itu terhubung chip—mirip simcard telepon genggam—yang terpasang di setiap punggung sapi. Teknologi itu mirip chip di setiap tangkai anggrek di rumahkaca modern di Belanda untuk memantau kebutuhan air, pupuk, dan waktu panen. Dengan model itu beternak sapi Bos taurus efisien. Ratusan bahkan ribuan sapi di padang gembala mahaluas hanya memerlukan 2 pekerja. Teknik serupa diterapkan Jenkin pada domba Ovis aries. Di tanahair tanda di tubuh sapi masih sederhana, yakni mengecapnya dengan menempelkan besi panas di paha hingga melepuh. Penanda lain adalah tato atau irisan di telinga. Teknik itu dipakai pada kerbau Bubalus bubalis dan kuda Equus caballus. Namun, di Indonesia data riwayat hidup ternak belum populer. Kerap kali peternak di tanahair hanya bertemu 2 kali dengan ternaknya. Pertama, ketika mengecap dan kedua ketika saat memotong. Pantas dengan segala kelebihan itu Australia jadi penghasil daging sapi dan domba terbesar dunia. Sebanyak 60% produksi ternak dikirim ke luar negeri, termasuk Indonesia. Dari ternak itu Australia juga memanen susu dan bulu domba kualitas terbaik dunia. Hebatnya sukses di bidang peternakan itu diraih tanpa subsidi. Kegiatan hulu hingga hilir dilaksanakan swasta dan peternak tanpa campur tangan pemerintah yang memfasilitasi penyuluhan serta sarana dan prasarana—jalan dan keamanan—yang kondusif. Efisien Saat memasuki peternakan di Hamilton sejauh mata memandang tampak padang gembala dengan rumput menghijau. Di dalamnya terdapat sapi dan domba yang kekar, gemuk, sehat, dan gagah. Di sana setiap peternak rata-rata memiliki lahan 1.000 ha dengan populasi 500—1.000 ekor. Lahan seluas itu dikelola 2 peternak dibantu 3—5 ekor anjing gembala. Kondisi serupa juga ditemui di peternakan sapi di negara-negara Eropa seperti Belanda dan Italia. Situasi itu berbeda dengan di tanahair. Kepemilikan sapi seorang peternak di Pulau Jawa adalah 2—5 ekor. Sapi dipelihara dalam kandang dengan perawatan intensif. Bayangkan setiap hari pemilik menyabit rumput untuk pakan sehingga tidak efisien tenaga kerja karena rasio peternak dengan ternak jadi tinggi. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Tengah memang ada padang gembala luas, tapi sapi dibiarkan hidup apa adanya sehingga produktivitas juga rendah. Sebaliknya di Australia meski sapi dibiarkan di padang gembala, jumlah pakan dan perawatan tetap terkontrol. Menurut guru besar lingkungan dari University of Melbourne, Dr David Smith, padang rumput di Hamilton umumnya dipupuk fosfor (P) tinggi. Musababnya padang rumput berada di atas tanah asal bahan vulkan alias tanah andosol. Tanah itu subur meski terdapat kelemahan karena tanah ‘memegang’ kuat unsur hara P sehingga tidak bisa diserap rumput. Menurut David, pupuk P mendongkrak produksi dan kualitas rumput di padang gembala. Hasil ternak pun jadi berlimpah. Pantas menurut David Jenkin, biaya belanja pupuk P menjadi biaya termahal, sekitar 10—20% dibanding biaya lain. Meski dilepaskan juga bukan berarti sapi cuma makan rumput. Di sana peternak menyediakan ‘piring raksasa’ berupa bak-bak plastik yang setiap hari diisi konsentrat. Di saat jam makan konsentrat, dengan sendirinya sapi menghampiri bak plastik. Mekanisasi Lahan gembala yang sangat luas tidak mungkin memakai tenaga manual. Apalagi upah kerja di Australia mahal sehingga solusinya menggunakan alat mekanisasi. Contohnya traktor digunakan untuk mengolah tanah, memupuk, dan menanam benih rumput. Umumnya peternak mengolah lahan menjelang musim panas sehingga saat puncak musim panas tiba, pakan rumput melimpah sebagai santapan segar ternak. Di padang rumput itu pula peternak membuat cekungan-cekungan. Di saat hujan air yang jatuh di padang rumput mengalir ke cekungan. Itulah sumber air irigasi padang rumput pada musim panas sekaligus tempat minum kawanan ternak. Irigasi dialirkan dengan pipa polivinil klorida (PVC) yang ujungnya berupa sprinkler untuk menyiram rumput. Situasi peternakan pun mirip kawasan pertanian. Di tanahair tidak ada peternak yang menggunakan alat mekanisasi. Justru sebaliknya di Indonesia sapi, kerbau, atau kuda digunakan sebagai alat mekanisasi untuk mengolah—membajak dan menggaru—sawah. Di pedesaan ternak itu juga masih dipakai untuk alat transportasi hasil pertanian dari lahan ke pasar. Meski ternak mereka hidup di alam bebas, peternak juga melakukan perawatan intensif. Di pinggir padang gembala peternak memiliki tempat khusus untuk perawatan. Tempat itu dapat menampung 100—200 sapi yang dilengkapi berbagai fasilitas seperti alat tes kehamilan, pengobatan termasuk vaksinasi, dan pemberian nutrisi khusus. Di pinggir padang gembala juga ada tempat khusus untuk menjual ternak. Di sanalah sapi siap jual dikumpulkan oleh anjing gembala bila ada pembeli datang. Indonesia dapat belajar dari Australia untuk mengelola ternak sapi dan domba dengan baik. Ibu pertiwi mempunyai lahan luas di Sumatera, Kalimantan, dan Papua dalam bentuk padang rumput. Di sanalah peternak kita bisa berlatih ala peternak Australia. Tentu harus didukung jaminan keamanan agar ternak yang digembalakan tidak hilang. Bahkan, lahan kebun sawit yang luas pun dapat dipadu sapi. Daun sawit dan tanaman penutup tanahnya bisa jadi pakan gratis bagi ternak. Efisien juga bukan? Bila kita bisa meniru prinsip beternak ala Australia itu daging ternak tidak akan langka dengan harga melonjak. (Dr Ir Dedi Nursyamsi, MAgr dan Destika Cahyana, SP, peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian)
Posted on: Wed, 11 Sep 2013 12:10:08 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015