DANAU TOBA ANTARA ESTETIKA DAN MANFAAT Oleh: Ir. Roland - TopicsExpress



          

DANAU TOBA ANTARA ESTETIKA DAN MANFAAT Oleh: Ir. Roland Hutajulu Patut disyukuri bagi masyarakat Sumatera Utara yang memiliki danau yang alamnya begitu indah dan mempesona yaitu danau Toba. Sebagai danau hasil volvano tektonik terbesar di Dunia tentunya memiliki spesifikasi dan karakteristik tersendiri, dengan memiliki pesona pinggiran danau yang terdiri dari beraneka ragam jenis fisiografi dan tofografi, yaitu mulai dari dataran, bergelombang sampai yang paling curam, sehingga dimanapun mata memandang kesekeliling pinggiran danau Toba, selalu kagum dan memberikan nuansa kenyamanan dan ketenangan sehingga ada rasa syukur dan berterima kasih pada Tuhan sang pencipta Alam semesta, yang telah menciptakan Danau Toba yang begitu indah. Namun kalau kalau kita telusuri lebih jauh, bahwa sebenarnya Danau Toba adalah akibat bencana alam puluhan ribu tahun yang lalu, yaitu meletusnya Gunung Toba, merupakan gunung berapi yang letusannya paling dahsyat sepanjang sejarah. Van-Bemmelen (1949), seorang ahli geologi dari Belanda mengatakan bahwa kawasan Danau Toba dikelilingi oleh kelompok batuan hasil letusan gunungapi, dan danau tersebut merupakan suatu bekas caldera volkanik yang sangat besar. Letusan abu vulkanik yang menyebabkan terbentuknya kaldera Toba, tersebar hingga wilayah Malaysia dan India, hingga jarak 3.000 km. Hal tersebut, dibuktikan dengan dijumpai abu riolit yang sama di sekitar Danau Toba dengan yang ditemukan di wilayah Malaysia dan India, bahkan di dasar lautan India Timur dan perairan Teluk Bengal. Ada beberapa bukti, berdasar pada mitochondrial DNA, bahwa ras manusia berkurang menjadi hanya beberapa ribu individu akibat letusan Toba. Suatu area besar yang anjlok setelah letusan akibat dimuntahkannya material letusan (material vulkanik) dalam volumen yang sangat besar dan kuat, kemudian membentuk suatu kaldera, yang terisi dengan air yang membentuk Danau Toba. Kemudian, dasar dari kaldera terangkat membentuk Samosir, suatu pulau besar di dalam danau. Pengangkatan seperti itu sering terjadi pada kaldera yang sangat besar, hal tersebut terjadi akibat tekanan keatas oleh magma. Toba merupakan caldera yang terbesar yang terbentuk di atas permukaan bumi ini (Yokohama dan Hehanusa, 1981). Dari penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada saat letusan Gunung Toba, penderitaan masyarakat sekitar danau Toba, bahkan masyarakat Dunia, begitu memprihatinkan, dan buah penderitaan mereka dapat kita nikmati dalam bentuk produk alam yang sangat indah dan mempesona yaitu Danau Toba. Bila memperhatikan sejarah terbentuknya danau Toba, dapat kita simpulkan bahwa sifat dan karakteristik danau Toba hampir sama di semua tempat atau lokasi, termasuk karakteristik eko sistimnya. Danau Toba belum mempunyai nilai jual yang berarti, baik untuk Objek Wisata, maupun pemanfaatan Sumber daya alamnya, karena tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Budaya masyarakat setempat juga belum mendukung ketenangan dan kenyamanan bagi wisatawan, demikian juga bagi pengusaha yang akan mengelola kawasan danau Toba. Saat ini danau Toba baru berpotensi sebagai sumber mata pencaharian masyarakat, melalui budidaya ikan tawar, seperti kerambah jarring apung (KJA), dan potensi wisata yang sangat minim dibandingkan luas danau Toba. Danau Toba meliputi luasan daerah 3.658 km2, dengan luas permukaan danau sekitar 1.103 km2 atau seluas 110.300 Ha, baru dimanfaatkan untuk objek wisata sekitar 15 % dari luas wilayah daerah danau Toba dan sekitar 1,8 % atau sekitar 1.985 Ha dari luas permukaan danau, yang dimanfaatkan untuk kerambah jaring apung baik yang berbentuk milik perusahaan maupun milik masyarakat, sehingga masih ada kawasan danau Toba sebesar 83 % yang belum dimanfaatkan secara komersil. Dewasa ini, muncul polemic diantara masyarakat termasuk pejabat negara, terkait dengan keberadaan (eksistensi) danau Toba, antara mempertahankan nilai estetika dengan pemanfaatan kawasan danau Toba. Terjadinya polemic, cenderung disebabkan karena lokasi pemanfaatan danau Toba untuk kawasan wisata dan kawasan kerambah jaring apung pada umumnya selalu berdekatan, karena sarana dan prasarana yang tersedia sangat terbatas. Dengan demikian dapat dikatakan, polemic tidak akan terjadi apabila Pemerintah segera membangun sarana dan prasarana yang memadai, dengan segera menetapkan tata ruang pemanfaatan kawasan dana Toba yang jelas dan tegas, sehingga tidak ada lagi conflict interes, atau bahkan kedua-duanya antara pemanfaatan dan estetika bisa saling mendukung. Masa depan kawasan danau Toba berpulang lagi kepada Pemerintah setempat, apakah sudah memiliki going concern terkait dengan optimalisasi pemanfaatan kawasan eko system danau Toba untuk meningkatkan nilai jual yang dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat. Berbicara tentang pemnfaatan kawasan termasuk danau Toba, baik itu bentuk perusahaan ataupun pribadi (masyarakat), Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 2008, Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dimana Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional. Persoalannya adalah, sudakah Pemerintah Daerah yang wilayahnya berada dikawasan Danau Toba seperti Kabupaten Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi dan Karo, sudah menindaklanjuti Peraturan Pemerintah tersebut yang sudah berjalan 4 (empat) tahun?. Kemudian sebagai tindak lanjut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010, yang menyatakan setiap usaha yang memanfaatkan Sumber daya alam termasuk danau Toba tentunya, wajib menyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang dikenal dengan UKL dan UPL. Dokumen UKL dan UPL ini disusun oleh pengusaha atau pengelola kawasan tersebut, dimana dalam dokumen tersebut dijelaskan apa saja dampak yang akan terjadi, baik yang positip maupun yang negative akibat pengelolaan kawasan tersebut dengan usaha dimaksud dilihat dari berbagai aspek seperti aspek fisik-kimia, aspek biologi, aspek social budaya, aspek estetika. Dalam dokumen UKL dan UPL ini juga mencantumkan bagaimana cara mengeliminsasi dampak negative agar tidak mengganggu lingkungan dan masyarakat sesuai kajian aspek-aspek tadi. Apabila Upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) tidak dijalankan sebagaimana tertera dalam dokumen maka Instansi terkait seperti Badan Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota maupun Propinsi akan melakukan pembinaan kepada Pengelola tersebut, dan masih juga tidak dijalankan sesuai dokumen yang ada, maka instansi terkait maupun masyarakat dapat mengajukan audit lingkungan, sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Audit Lingkungan Hidup, yaitu untuk mengevaluasi dan menilai ketaatan penanggung jawab usaha (Pengelola) terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah, termasuk ketaatan terhadap dokumen UKL dan UPL yang disusun oleh Pengelola. Audit Lingkuhan Hidup dilaksanakan oleh lembaga independen yang sudah bersertifikat. Kembali ke persoalan usaha kerambah jarring apung (KJA) di kawasan Danau Toba yang dilakukan oleh masyarakat ataupun perusahaan, jika kita melihat dari aspek manfaat dan aspek estetika, dibandingkan dengan luas kawasan danau Toba yang begitu luas, tentunya tidak perlu dijadikan bahan polemic, karena sebaran dampak yang ditimbulkan belum berpengaruh terhadap ekosistem danau Toba secara keseluruhan, dan manfaatnya pun mungkin belum signifikan bagi masyarakat disekitar danau Toba maupun pemerintah daerah, akan tetapi saya berpendapat jika dilakukan pengaturan tata ruang yang baik, saya justru menganjurkan agar usaha kerambah jarring apung ini dapat dikembangkan dengan baik, karena sudah terbukti bahwa ekosistim danau Toba cukup mendukung untuk peningkatan usaha ini, hanya saja sebaran wilayah usaha kerambah ini perlu dikaji dengan memperhatikan potensi wisata yang dapat dikembangkan dikemudian hari, sehingga antara estetika dengan pemanfaatan sumber daya alamnya tidak bertentangan. Pemerintah daerah setempat seyogianya harus dapat mengajak masyarakat lainnya belajar dari pengelola usaha kerambah jarring apung yang sudah berhasil termasuk pengusaha asing yang ada di kawasan danau Toba ini semacam alih teknologi.
Posted on: Fri, 06 Sep 2013 03:21:55 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015