“Doda Idi”, Lantunan Syair untuk Si Buah Hati Dodaidi - TopicsExpress



          

“Doda Idi”, Lantunan Syair untuk Si Buah Hati Dodaidi merupakan lagu pengantar tidur yang biasa dinyanyikan orang tua di Aceh untuk anaknya. Dodaidi selain untuk menidurkan anak, ada pesan moral lain yang terkandung di dalamnya. Do do da idi lahir jauh hari sebelum tsunami raksasa menggulung Aceh, akhir tahun 2004. Malah, kata sebuah kisah, berabad lalu, lagu itu sering dilantunkan ibu susu Sultan Iskandar Muda untuk menidurkan bayi kecil yang kelak jadi sosok perkasa itu. Ya, Do do da idi adalah lagu yang lahir dari tradisi panjang. Dalam kultur adat Aceh, anak dalam rumah tangga atau keluarga dapat dilihat dari dua dimensi alamiah, yaitu : pertama, anak sebagai buah alami (sunnatullah), hasil kekuatan rasa kasih sayang suami isteri (mu’asyarah bil ma’ruf) sebagai mawaddah dan rahmat Allah SWT untuk memperkuat bangunan hubungan rumah tangga yang rukun damai, bahagia dan sejahtera sesuai dengan nilai-nilai Islami. Kedua, Anak sebagai kader penerus generasi, pelindung orang tua dikala lemah dan pelanjut do’a (ritual communication) manakala orang tuanya meninggal dunia memenuhi panggilan Khalik sebagai penciptanya. Syair Doda idi / Aceh Lullaby Beragam cara mengajar sang buah hati agar kelak menjadi pribadi yang berperilaku dan berkhlak baik. Lazimnya orang tua mengajari anak dengan nasehat dan atau memberi teladan. Namun kadang, model pengajaran yang demikian mengandaikan seorang anak sudah memiliki pemahaman yang cukup tentang sesuatu, secara khusus tentang pemahaman moral: mana yang baik dan mana yang tidak baik. Bagaimana hubungan naluri batiniah dan jasmaniah antara orang tua dengan anak-anaknya dapat ditemukan dalam nuansa ungkapan pantun-pantun atau yang dikenal dengan Peurateb Aneuk (Dodaidi) merupakn sebuah kebiasaan rumah tangga orang Aceh di gampong-gampong. Seorang ibu sambil mengayun-ayunkan ayunan bayi terbiasa bersenandung dengan syair-syair yang penuh pesan moral, salah satu contoh syair peurateb aneuk seperti di bawah ini: Jak kutimang bungong meulu, gantoe abu rayeek gata Tajak meugoe ngon ta mu’u, mangat na bu tabrie keu ma Jak kutimang bungong padei, beu jroeh piei oh rayeek gata Beu Tuhan bri lee beureukat, ta peusapat puwoe keuma Jak ku timang bungong padei, beu jroh piee rayeek gata Tutoe beujroh bek roh singkei, bandum sarei ta meusyedara Nyanyian pantun-pantun tersebut, bahkan banyak narit-narit maja lainnya, seperti ” Ta’zim keu gurei meuteumeung ijazah, ta’zim keu nangbah tamong syuruga”, yoh watei ubit beuna ta papah, beik jeut keu susah oh watei raya”. Lalu bagaimana jika si buah hati masih berusia di bawah satu tahun? Di Nanggroe Aceh Darusallam (saya kira di tempat lain juga ada) terdapat kebiasaan bagi seorang ibu untuk memberikan nasehat kepada bayi-bayi mereka melalui syair-syair yang disebut do daidi. Sebuah syair peninabobo bayi, semacam syair sejuk pengantar tidur. Bentuk syair dan tujuannya beragam. Sebagai misal dalam masa perjuangan merebut kemerdekaan dari tangan penjajahan asing (dan saya kira sampai masa konflik) sang buah hati dinasehati dan diajak untuk menjadi pribadi yang sabar, kuat, tangguh dan bahkan diharapkan bisa memanggul senjata untuk berperang melawan para penjajah. Salah satu contoh syair tersebut adalah ‘Do Daidi-Nyawoung’ yang dilantunkan Cut Aza Riska. Saya mengutip sekuplet dari syair tersebut yang kurang lebih bermakna mengajak sang buah hati agar kemudian hari dapat bersama-sama pergi berperang membela bangsa/negara. Totalitas dalam berjuang dan bahkan Kematian adalah suatu keharusan. Dan itu harus direlakan. “…..Tajak bantu prang tabela nanggroe/Wahèe aneuk bek taduek lee/Beudoh saree tabela bangsa/Bek ta takot keudarah ilèe/Adak pih matee poma ka rela” Do daidi selain mengandung nasehat perjuangan, juga terdapat nasehat agar sang buah hati dapat berperilaku baik dan mampu mengamalkan nilai-nilai kesantunan, tenggang rasa, dan kepekaan social. Salah satu contoh syair do daidi tersebut adalah ‘Do Daidi Damee’ yang dilantunkan oleh seorang seniman perempuan Aceh Barat, Syech Po. Dalam dan melalui syair Do Daidi Damee tersebut, Syech Po (dan saya kira ajakan untuk semua ibu) mengajak, menasehati dan mengajari sang buah hati untuk bersekolah, dan selanjutnya jika menjadi pemimpin jadi pemimpin yang sanggup mengurus bangsa, tidak melakukan tindakan korupsi, bijaksana melahirkan kebijakan serta mampu menciptakan perdamaian dan keharmonisan. Menarik untuk disimak dan apalagi diwaris-temurunkan tradisi dan kebiasaan sehat ini. Sebuah kebiasaan yang mungkin oleh sebagian orang tidak penting, tetapi menjawab keresahan dan kecemasan public perihal jalan mana yang efektif untuk menuntaskan persoalan bangsa dan Negara seperti korupsi, konflik dan perang kepentingan, mungkin dan adalah baik jika sejak dini kita mengajar bayi dan anak kita lewat syair-syair do daidi. ----------------------------------------------------- Doda Idi Bela Agama Laa ilaa ha illallah… Muhammadunr Rasulullah… Laa ilaa ha illallah…, Kalimah taybah, keu payong pagee / Kalimah taybah, untuk payung nanti di akhirat Meu seulaweut keu Rasulullah, / Berselawat kepada Rasulullah Nak geu kubah jalan di akhe / Biar tersimpan jalan di akhirat Beurijang rayek si gam mutuah / Cepatlah besar, Anakku Sayang Jak peulupaih nibak ceulaka / Pergi lepaskan kampung dari celaka Jak prang maksiet beubagah-bagah, / Lekas perangi maksiat cepat-cepat Bekna gundah nibak hatee / Jangan pernah gelisah di dalam hati Bek takot hai aneuk mutuah, / Jangan takut, Anakku Sayang Bek ta surot langkah peudong agama / Jangan mundurkan langkah demi agama Le that jaroe nyang meudarah, / Banyak sekali tangan yang berdarah-darah Gabuek lam gapaih man sigom donya, / Sibuk dalam kesenangan di dunia Ka lawan ureung peu hanco ngoen buet teugaih, / Lawanlah para penghancur itu dengan kekuatan Bek le meu gundah bah pih nyawong keulua / Jangan pernah gundah, biarpun nyawa jadi taruhannya. Laa ilaa ha illallah… Muhammadunr Rasulullah… Laa ilaa ha illallah… Muhammadunr Rasulullah… ---------------------------------------------------------------------------- Doda idi Bela Nanggroe (Bela Negara) Cut Aja Rizka Allah hai dododaidi (tidakada arti secara harfiah, jadi semacam kita mengatakan ninabobo,oh ninabobo… ) Boh gadung bie boh kayee uteun (Buah gadung buah-buahan dari hutan) Raye’k sinyak hana peu ma brie (kalau anakku besar nanti, Ibu tidak bisa memberi apa-apa) aeb ngen keji ureung donya kheun (aib dan keji dikatakan orang-orang) Allah hai dododaidang Seulayang blang ka putoh talo (Layang-layang di sawah putus talinya) Beurijang raye’k muda seudang (cepatlah besar Anakku sayang & jadi seorang pemuda/ remaja) Tajak bantu prang ta bela Nanggroe (supaya bisa berperang membela Nanggroe= Bangsa) Wahe aneuk bek ta duek le (Wahai anakku, janganlah duduk & berdiam diri lagi) Beudoh sare ta bela bangsa (mari bangkit bersama membela bangsa) Bek ta takot keu darah ile (janganlah takut jika darah mengalir) Adak pih mate po ma ka rela (walaupun engkau mati Nak, Ibu sudah relakan) Jak lon tateh, meujak lon tateh (Ayo sini Nak Ibu tateh, kemarilah Nak Ibu tateh) Beudeh hai aneuk ta jak u Aceh (bangunlah anakku sayang, mari kita ke Aceh) Meube bak o’n ka meube timphan (sudah tercium bau daun timphan) Meubee badan bak sinyak Aceh (seperti bau badan sinyak Aceh) Allah hai Po illa hon hak (Allah Sang Pencipta yang Punya Kehendak) Gampong jarak han troh lon woe (jauhnya kampung tak tercapai untuk pulang) Adak na bulee ulon teureubang (andaikan punya sayap, Ibu akan terbang) Mangat rijang troh u nanggroe (supaya cepat sampai ke Nanggroe = Aceh) Allah hai jak lon timang preuk (Kemarilah Ibu timang-timang Nak) Sayang riyeuk disipreuk pante’ (sayangnya ombak memecah pantai) O’h rayek sinyak yang puteh meupreuk (kalau sinyak yang berkulit putih udah besar) Teh sinaleuk gata boh hate’ (dimanakah engkau akan berada nanti buah hatiku) --------------------------------------------------------------------- Do Daidi Damee Syech Po-Meulaboh Aceh Barat Jak kudodi kudodi ayon / Pergi saya dodi-dodi ayun Taboh talo pon naleng kom-kom ma / Pasang tali pertama rumput ilalang Talo jih syah dat ayon kalimah / Tali syhadat ayun kalimah Tuan patimah yang pupon baca / Siti fatimah yang mulai baca Bebagah rayek anek lon sayang / cepatlah besar anakku sayang Sabouh peusan aneuk bak poma / Satu pesan dari ibu pada anak Karayeuk gata aneuk badan / Jika kamu besar nanti lam pendidikan gata poma ba / Ibu antar kamu ke sekolah Wahe aneuk janton hate nan / Wahai anak kesayangan ibu jeut kepemimpinan pengurus bangsa / Jadi pemimpin mengurus bangsa Bekna korupsi oh, jabatan / Jika ada jabatan jangan korupsi salah bak Tuhan hana ampon dosya / Tidak diampuni dosa oleh Tuhan Beu ek bahgia orou ngon malam / Bahagia siang dan malam ke aneuk badan, doa bak poma / Ibu berdoa untuk anak Ngon bijak sana ta ato program / Dengan bijaksana mengatur program lam perdamian kenam tacipta / Ciptakanlah perdamaian Bena taingat janton hate nam / Suatu saat nanti ingatlah ibu Getimang-timang gata le poma / Diberi kasih sayang oleh ibu Geupeuh ngon bu gejampu pisang / Nasi campur pisang Jedodi sayang sajan ie mata / Sambil dodaidi menitikan airmata Biasanya narit maja disyairkan atau dilagukan oleh orang tua sejak anak dalam ayunan dengan suara yang merdu. Pesan dan bimbingan itu secara naluri membuat anak terbuai nikmat dalam ayunan. Nilai pesan itu mengandung makna bahwa seorang anak harus bersiap membangun hari depan dan bertanggung jawab dengan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya kepada orang tuanya. Tali hubungan itu akan terbina akrab, manakala yang mengasuhnya adalah ibu kandung sendiri. Mungkin akan berbeda bila yang mengasuh itu orang lain di luar lingkungan budaya keluarganya, akan membuat si anak kehilangan korelasi dengan bangunan prilaku orang tuanya Pesan semacam itu memberi makna betapa besar rasa kasih sayang, tanggung jawab dan harapan orang tua dalam mengasuh anaknya, mengantarkan mereka sampai kejenjang kemampuan membangun kehidupan. Dengan demikian, diharapkan anak nantinya betul-betul menjadi pelindung dan membantu orang tuanya, dikala mereka berada dalam keadaan lemah dan uzur (hubungan vertikal timbal balik dan tidak ada elemen yang disia-siakan). Tanggung jawab orang tua terhadap anak adalah memelihara kesehatan dan membesarkannya, memberi pendidikan, mengasuh akhlak dengan ibadah dan pendidikan al-Qur’an, membimbing dan membina tatanan budaya adat sebagai patron pembangunan harkat dan martabat identitas keacehannya (identitas plus dan kompetitif dengan adat atau kultur lainnya). Tanggung jawab yang melekat pada orang tua, adalah sepanjang anak belum dewasa. Anak dewasa dalam kultur adat Aceh, apabila telah mampu mandiri atau telah berkeluarga.
Posted on: Wed, 11 Sep 2013 16:09:14 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015