Pendidikan merupakan proses produksi, tetapi bukan seperti - TopicsExpress



          

Pendidikan merupakan proses produksi, tetapi bukan seperti produksi barang–barang melainkan memproduksi manusi –manusia bebas -Noam Chomsky (Democracy and Education) Masih kuat dibenak kita, bagaimana proses Ujian Nasional (UN) berlangsung extra monitoring alih-alih mengantisipasi kecurangan mencontek. Tak pelak, polisi sering ditemukan hampir di setiap sekolah ketika UN dilangsungkan. Pada dasarnya proses keseluruhan UN yang seperti itu adalah potret paradoks pendidikan dewasa ini. Seyogyanya pendidikan menghasilkan manusia seutuhnya (human de human), ternyata kita masih meragukan esensi pendidikan itu sendiri. Mosi tidak percaya kepada siswa secara implisit ini telah menciptakan underestimated pada diri siswa. Ditambah lagi psikis yang tertekan akan menghambat dan mengganggu konsentrasi siswa pada proses pengerjaan soal UN. Maka dari itu, UN masih menjadi stigma menakutkan yang menggambarkan kegagalan pendidikan kita. Sudah barang tentu pendidikan dapat memajukan budi pekerti (karakter, moral, kekuatan batin), pikiran (intelektual) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya (Hasbullah; 2005) –namun ternyata belum bisa berbuat apa-apa. Fernomena UN telah menancapkan benih-benih kecurangan pada diri siswa dan pada proses UN, khususnya di tingkatan SMA sehingga menjadi suatu kebiasaan ketika mereka melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Fakta memperlihatkan ternyata di perguruan tinggi tidak sedikit mahasiswa melakukan kecurangan dalam studinya seperti mencontek ketika kuis, ujian tengah semester, maupun ujian akhir semester. Ditambah lagi perilaku menjiplak (plagiarism) yang menjamur di tataran mahasiswa. Peristiwa-peristiwa ini mengisyaratkan bahwa pendidikan yang seharusnya jangkar moral bangsa, ternyata implikasi berdampak buruk terhadap karakter bangsa yaitu karakter curang. Menurut data Mendiknas tahun 2011 menyebutkan bahwa APK (Angka Partisipasi Kasar) jumlah mahasiswa di Indonesia adalah 23% atau sekitar 4,8 juta orang. Artinya Indonesia mempunyai potensi untuk melakukan kecurangan yang cukup masif di kalangan mahasiswa. Lalu sekitar 19 juta masyarakat Indonesia duduk di bangku kelas tiga SMA. Artinya ada 19 juta orang yang memiliki potensi untuk melakukan kecurangan UN. Sehingga potensi orang untuk melakukan kecurangan plagiat dan mencontek dalam proses studi jika dikalkulasikan sebanyak 23,8 juta orang. Angka ini tidak sedikit. Belum lagi siswa-siswa yang kelas 2 SMA dan 1 SMA atapun siswa SMP dan SD, yang kemungkinan juga melakukan kecurangan ketika ujian. Inilah sketsa pendidikan kita, banyak hitam putih di dalamnya. Namun hari ini yang bisa dilakukan mahasiswa untuk memajukan pendidikan adalah mulai untuk tidak melakukan kecurangan mencontek dan berplagiat. Disisi lain mahasiswa perlu mengkampanyekan budaya anti-contek dan anti-plagiat. Jika kita mengkaji kurang lebih 5 tahun ke depan, 23,8 juta orang atau setidaknya 60 % dari total keseluruhan ini, akan menjadi manusia yang tidak melakukan kecurangan jika kampanye anti-contek dan anti-plagiat berjalan efektif. Dalam 5 tahun ke depan pendidikan akan menciptakan manusia yang seutuhnya dan siap untuk bersaing untuk menghadapi globalisasi. Budaya mencontek dan plagiat akan mengkerdilkan kemampuan masyarakat. Oleh karena itu, mahasiswa bisa mengkampanyekan budaya anti-contek dan anti-plagiat. Upaya ini cukup sederhana dan konkret. Mahasiswa bisa memulai dari diri sendiri, lingkungan sekitar dan lingkungan kampus. Dengan memulai anti-contek dan anti-plagiat, kita telah melakukan proses memanusiakan manusia yang notabene merupakan hakikat tujuan pendidikan itu sendiri.
Posted on: Thu, 20 Jun 2013 06:34:09 +0000

Trending Topics



-left:0px; min-height:30px;"> Buy Best Ariat Challenge Contour Field Boot 8 Short-reg See Check
Our National Security Is Weakened Because Of The Great Worldwide
div>

Recently Viewed Topics




© 2015