Situs Istimewa “Patiayam”, Antara Vulkanisme dan - TopicsExpress



          

Situs Istimewa “Patiayam”, Antara Vulkanisme dan Sejarah Patiayam adalah Situs purba di Pegunungan Patiayam, Dukuh Patiayam, Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Sekitar 1.500 fosil ditemukan di Patiayam dan kini disimpan di rumah-rumah penduduk. Sebagian gading gajah ditempatkan di Museum Ronggowarsito Semarang.Situs Patiayam merupakan bagian dari Gunung Muria. Luasnya 2.902,2 hektar meliputi wilayah Kudus dan beberapa kecamatan di Pati. Situs Patiayam ini merupakan situs istimewa dimana fosil fosil kehidupan purba di temukan di daerah ini. dan tentunya inilah salah satu situs purba yang menarik selain situs sangiran. Gunung Pati ayam (Sumber :lestarisituspatiayam.blogspot/2008/07) Geologi Patiayam Kompleks perbukitan ini terdiri atas beberapa bukit kecil dengan ketinggian 200 hingga 350 m di atas permukaan laut (dpl). Para peneliti terdahulu, seperti Sartono dkk. (1978), Zaim (1989, 2006), dan Suwarti dan Wikarno (1992) menyebutnya sebagai kubah (dome). Puncak tertinggi kompleks Gunung Patiayam terletak di Bukit Payaman pada ketinggian 350 m dpl. Menurut mereka, kubah tersebut terbentuk pada Plistosen (0,5 – 0,9 juta tahun lalu) (jtl.). Zaim (1989) menyebutkan bahwa kegiatan gunung api juga pernah berlangsung di kompleks Gunung Patiayam, yaitu pada 2 – 0,5 jtl., bersamaan dengan kegiatan vulkanisme Gunung Muria. Jadi, pembentukan kubah Patiayam berada pada kisaran waktu dengan kegiatan vulkanisme di kompleks perbukitan ini. Batuan Penyusun Gunung Patiayam tersusun oleh batuan beku lava dan intrusi basal piroksen yang kaya akan mineral leusit, breksi gunung api (piroklastika dan lahar), batupasir tuf dan breksi batuapung (endapan piroklastika), napal dan batugamping, serta lempung hitam endapan rawa. Batuan gunung api tersebut mendominasi daerah patiayam dengan sebaran lebih dari 80% Geologi Patiayam menurut S. Mulyaningsih, dkk (2008), batuan gunung api yang menyusun daerah Gunung Patiayam antara lain adalah 1.Di lereng timur Gunung Patiayam djumpai singkapan lapisan lempung argiliseus. Lempung argilaseus tersebut diinterpretasikan dibentuk oleh larutan hidro-termal akibat aktivitas magmatisme yang menyentuh tubuh air tanah sehingga lapisan dengan air tanah tersebut teralterasi 2. Diatas Lempung argilaseus secara stratigrafis tersingkap lava, yang ditunjukkan oleh hadirnya bongkah-bongkah lava berukuran 0,5 – 3m di permukaan. Tubuh lava tersebut makin ke bawah makin masif. 3. ke arah barat daya dari lokasi bongkah lava tersingkap batuan intrusi gang, yang juga tersusun oleh basal piroksen kaya leusit. Tubuh batuan intrusi ini di permukaan dicirikan oleh morfologi yang melingkar di puncak bukit, dengan posisi yang lebih tinggi dari wilayah di sekitarnya. 4.Di lereng barat – barat daya, sekitar 200 – 500 m dari lokasi breksi autoklastika pada lembah Sungai Pontang, tersingkap perlapisan breksi piroklastika dan breksi lapili dengan matriks tuf. 5. Ke arah hulu Sungai Pontang, sekitar 50 m ke barat – barat laut, breksi piroklastika secara tidak selaras ditindih oleh batugamping (napal) dengan fosil moluska asal laut 6. Pada fasies yang lebih jauh, yaitu di daerah Jengglong, sisi timur daerah pengamatan patiayam, ter-singkap batuan epiklastika berupa batupasir yang mengandung tuf, batupasir dengan sedikit fragmen pumis dan skoria berukuran kerikil, konglomerat dan breksi epiklastika (lahar) 7. Makin ke arah barat, komposisi endapan epiklastika makin berkurang dan berganti dengan tuf dan breksi pumis yang diinterpretasikan sebagai batuan piroklastika. Ke arah barat laut, komposisi litologi didominasi oleh perlapisan breksi pumis dan tuf, yang makin ke arah hulu breksi pumis makin dominan 8. Batuan yang tersingkap di bagian utara (dae-rah Sukobubuk dan sekitarnya) tersusun oleh endapan pasir lepas dan konglomerat/breksi dengan fragmen litik andesit piroksen dan basal dengan bentuk butir membundar Aktivitas Vulkanisme Gunung Patiayam Aktivitas vulkanisme wilayah ini sebenarnya tidak terlepas dari proses tektonik yang terlebih dahulu terjadi, menurut S. Mulyaningsih dkk (Jurnal Geologi Indonesia, 2008), bahwa proses tektonik memang pernah terjadi di wilayah ini yang membentuk rekahan. Akibat adanya rekahan tersebut, magma muncul ke permukaan melalui rekahan dan membangun kerucut (tubuh) gunung api. Proses pemunculan magma yang berlangsung secara berulang-ulang memanaskan batuan yang dilaluinya. Karena batuan tersebut mengandung air, maka terjadi penguapan dan pelarutan menghasilkan larutan hidrotermal, membentuk lempung argilaseus. Interpretasi kegiatan vulkanisme tersebut juga didukung oleh asosiasi intrusi andesit basaltik de-ngan lava basal leusit dan breksi autoklastika yang berselingan dengan breksi piroklastika berdensitas dan breksi pumis. Semua batuan tersebut dihasilkan oleh aktivitas gunung api. Meskipun lava dapat terangkut, namun transportasinya tidak akan dapat menjangkau cukup jauh. Pertumbuhan kerucut gunung api juga pernah berlangsung menghasilkan breksi piroklastika, lava, dan breksi autoklastika. Breksi piroklastika dan lava yang menumpang di atas breksi pumis dan tuf mengindikasikan bahwa setelah penghancuran kawah gunung api, terjadi pertumbuhan kerucut gunung api. Selama aktivitasnya, telah berlangsung empat kali pertumbuhan kerucut gunung api dan empat kali penghancuran kerucutnya. Urutannya adalah pertumbuhan kerucut gunung api, penghancuran pertama menghasilkan Rim 1, pertumbuhan dan penghancuran menghasilkan Rim 2, pertumbuhan dan penghancuran menghasilkan Rim 3, pembentukan dan penghancuran menghasilkan Rim 4 dan erosi. Meskipun secara komposisi batuan gunung api Patiayam sama dengan batuan gunung api di Lasem, yaitu absarokit (sangat kaya kalium), sosonit, tefrit ultrapotasik, dan trakiandesit alkalin potasik (Zaim, 1989), namun batuan tersebut tidak mungkin dihasilkan oleh kegiatan vulkanisme Gunung Lasem, mengingat jaraknya yang terlalu jauh, yaitu sekitar 60 km. Gunung Muria sendiri memiliki umur yang jauh lebih muda, yaitu 0,7 – 0,01 jt. Jadi, batuan Gunung Api Patiayam juga tidak mungkin berasal dari kegiatan Gunung Muria, di samping karena jaraknya yang sangat jauh, yaitu sekitar 30 km, juga umurnya yang terlalu tua. Data kegiatan gunung api masa kini menunjukkan bahwa aliran lava tidak akan mampu menjangkau lebih dari 5 km dari pusat erupsi; aliran piroklastika berdensitas tidak akan mampu menjangkau lebih dari 20 km dan abu serta pumis dapat tertransportasi lebih jauh bergantung pada arah angin. Perkembangan kompleks Gunung Api purba Patiayam berdasarkan interpretasi citra landsat (tanpa skala).(S. Mulyaningsih dkk,2008) Sejarah Arkeologi Gunung Patiayam Padahal, pada tahun 1979, Dr Yahdi Yaim dari Geologi Institut Teknologi Bandung (ITB), telah menemukan sebuah gigi pra-geraham bawah dan tujuh pecahan tengkorak manusia. Lalu ditemukan pula sejumlah tulang belulang binatang purba, seperti Stegodon trigono chepalus (sejenis gajah purba), Elephas sp (juga jenis gajah), Cervus zwaani dan Cervus lydekkeri Martin (sejenis rusa), Rhinoceros sondaicus (badak), Sus brachygnatus Dubris (babi), Felis sp (macan), Bos bubalus palaeoharabau (kerbau), Bos banteng paleosondicus (banteng), dan Crocodilus sp (buaya). Semua itu ditemukan dalam lapisan batu pasir tufoan (Tuffaceous sandstones). Menurut Prof Dr Sartono dan kawan-kawan, temuan tersebut merupakan jenis litologi dari formasi Slumprit (bagian dari Bukit Patiayam) yang terbentuk pada Kala Plestosan Bawah. Atas dasar itulah, umur fosil yang ditemukan Yahdi antara 1 juta hingga 700.000 tahun lalu. Menurut catatan Kompas, April 1981, Tim Pusat Penelitian dan Penggalian Benda Purbakala Yogyakarta menemukan dua gading gajah purba berukuran panjang 2,5 meter dan berdiameter 15 sentimeter di Bukit Patiayam, wilayah Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati. Fosil ini diperkirakan berumur 800.000 tahun. Selain itu, tim juga menemukan fosil kepala dan tanduk kerbau, dua gigi babi, banteng, kambing, rusa, badak, buaya, dan kura-kura. Dengan ditemukannya fosil-fosil itu, tim peneliti menyimpulkan Bukit Patiayam semula merupakan sebuah sungai dengan lebar 50 meter hingga 200 meter, sedikit rawa dan padang rumput (Kompas, 6 April 1981).Setahun kemudian, tepatnya akhir November 1982, Sukarmin menemukan dua gading gajah di Gunung Nangka (bagian dari Bukit Patiayam), Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus. Gading pertama berukuran panjang 3,17 meter dan gading kedua berukuran panjang 1,44 meter. Kedua gading gajah ini sekarang tersimpan di museum Ronggowarsito Semarang. Pada kurun waktu yang sama, Kepala Seksi Kebudayaan Dinas Pendidikan Kabupaten Kudus Soetikno juga menemukan fosil gading gajah di petak 22 Gunung Slumprit (juga bagian dari Bukit Patiayam). Menurut tim peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta yang dipimpin Harry Widianto dengan anggota Muhammad Hidayat dan Baskoro Daru Tjahjono yang melakukan penelitian di Situs Patiayam, 16-17 November 2005, situs ini sudah dikenal sejak lama sebagai situs hominid (manusia purba) di Indonesia. Situs hominid lainnya adalah Sangiran, Trinil, Kedungbrubus, Perning Mojokerto, Ngandong, dan Ngawi. Fosil di Patiayam Reference : S. Mulyaningsih, Bronto, Sutikno, dkk.2008. Vulkanisme kompleks Gunung Patiayam di Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah. Badan Geologi: Jurnal Geologi Indonesia lestarisituspatiayam.blogspot
Posted on: Sun, 09 Jun 2013 06:10:49 +0000

Trending Topics



Recently Viewed Topics




© 2015